Perceraian Iyas dengan mas Win membuat hidup perempuan itu kacau. Hingga waktu yang perlahan menyembuhkan setiap luka dan sedikit banyak mengubah hidup Iyas. Kini Iyas memutuskan membuka toko bunga setelah bangun dari mimpi buruknya. Tapi apalah takdir berkata, setelah bertahun-tahun susah payah menghindari semua yang berhubungan dengan mas Win, justru Iyas malah bertemu orang yang paling dekat dengan sumber rasa sakitnya, Bhaga. Seharusnya, Iyas punya sejuta alasan untuk membenci lelaki satu ini. Sebab lelaki ini adalah adik seorang yang membuatnya hancur berkeping-keping. Tetapi lelaki ini juga yang membuatnya merasa selalu baik-baik saja dan layak untuk dicintai.
Empat tahun hidup sendirian, mengurus toko bunga kecil, menurutku, aku baik-baik aja. Bahkan jauh lebih baik-baik aja setelah perpisahan yang menguras segala sisi emosi.
Winengkuku Narendra atau kerap ku sapa mas Win, lelaki yang sudah menjadi suamiku selama 3 tahun itu, menceraikan aku karena kita gak kunjung di karuniai anak. Ya, alasan klasik yang bisa diterima, tapi harusnya masih bisa di kompromikan denganku dan masih bisa kita usahakan sama-sama.
Sayangnya, dia memutuskan itu sepihak. Terlihat egois. Entahlah, mungkin tekanan dari keluarganya juga yang ingin mas Win segera punya keturunan dengan menikahi perempuan lain. Aku gak tahu dan udah gak peduli. Aku gak mau menerka-nerka lebih jauh karena fokusku waktu itu hanya menyembuhkan diri sendiri yang patah dan rapuh bahkan hancur berkeping-keping.
Mendiang ibuku pernah bilang kalau perempuan itu gak punya batasan untuk menjadi kuat di dalam hidupnya. Seperti satu dibagi kosong yang hasilnya tak terhingga, begitu pula kekuatan perempuan. And i'm egree with this.
Empat tahun terakhir ini, aku mencoba ikhlas. Sekuat tenaga mencoba menata kembali hidupku yang tentunya tidak beraturan dan terombang-ambing setelah kehilangan nahkoda. Dan empat tahun terakhir ini, aku jadi berteman akrab dengan yang namanya kesendirian. Padahal dulu aku paling takut sendiri, tapi sekarang bukan hal buruk ternyata untuk di jalani. Ketakutan-ketakutan saat sendiri justru gak terjadi. So, aku anggap aku memang terlalu berlebihan aja sampai bisa berpikir negatif seperti itu.
Sekarang, aku justru berada di titik sangat menikmati sepi. Membaca buku sambil minum coklat panas, mengkhayal hidup impian, menulis cerita-cerita atau jurnaling, tentu aja selain merangkai bunga-bunga cantik. Itu udah jadi keseharian karena aku mengelola toko bunga kecil. Milikku sendiri.
Sebelumnya, aku hanya istri setia yang selalu di rumah. Mengerjakan pekerjaan rumah, memasak, menunggu suami pulang kerja, dan melayani suami. Istriable banget lah. Aku cukup menikmatinya waktu itu. Karena sebenarnya, rumah tangga kami harmonis-harmonis aja. Tidak ada konflik besar sampai berantem besar dan berhari-hari. Mas Win adalah lelaki yang cukup pendiam dan to the point, sementara aku perempuan yang periang tapi bisa sangat jadi penurut pada suami.
Ya udahlah. Aku gak mau terus-terusan meratapi nasib. Maka dari itu atas dukungan Anki-sahabatku- dan Sapta-kakak laki-lakiku yang juga suami dari Anki, aku memberanikan diri membuka toko bunga yang kuberi nama 'Fleur by Rangita' atau biasa disingkat 'Flora'. Rangita sendiri adalah nama belakangku, Englias Rangita. Tapi aku sendiri lebih sering disapa Iyas.
Kebetulan juga, memiliki toko bunga adalah salah satu di daftar impianku waktu masih remaja dan sekarang udah ter-ceklist.
Aku tersenyum, cukup puas dengan pekerjaanku hari ini seraya mengamati bunga favoritku sepanjang masa ini, mawar. Rangkaian bunga mawar putih untuk pesta pernikahan Aira sudah selesai ku buat. Buket mawar putih yang kurangkai rapi dengan sentuhan wax paper berwarna senada dengan bunganya.
Aira ini adalah teman kuliahku, udah lama sekali gak ketemu, tiba-tiba dia berkunjung ke Flora untuk memesan buket bunga. Dari ceritanya sih, ini adalah pernikahan kedua setelah dua tahun menjanda. Suami pertamanya adalah orang Birmingham, yang juga tempat Aira menimba ilmu S2-nya. Setelah bercerai, dia pindah ke Boston untuk bekerja dan bertemu dengan calonnya yang sekarang.
Tampak matanya sangat berbinar ketika menceritakan bagaimana pertemuannya dengan lelaki ini sampai mereka memutuskan untuk menuju ke jenjang yang lebih serius dengan background masa lalu masing-masing tentunya. Karena yang aku dengar dari Aira, calonnya ini juga seorang duda.
Aku senang mendengar kabar baiknya, dia pun mengundang aku sekalian untuk datang ke pernikahannya.
Dengan senang hati, aku menerima orderannya sekaligus undangannya. Sore ini juga, aku sendiri yang akan mengantar buket bunga mawar ini ke rumahnya. Seperti bunga mawar putih ini yang melambangkan cinta yang murni dan kesetiaan abadi, aku harap cinta Aira dan suaminya juga akan abadi.
Anki menelepon saat aku udah mau berangkat.
"Iya, ini aku mau kondangan sekalian nganter orderan buket. Kenapa Ki?"
"Sendirian aja? biasanya minta temenin aku?"
"Kali ini kayaknya aku udah oke kok ke kondangan sendiri, lagian ini temen kuliahku dan gak mungkin ada circle-nya mas Win. Terus katanya kamu hari ini mau dinner sama Sapta kan?"
"Iya sih. Yaudah kamu hati-hati ya kalau gitu. Eh Gini... gini... Yas, aku sebenernya butuh saran dari kamu. Kira-kira aku harus pake baju apa nanti?"
Kadang aku gak habis pikir dengan sahabat sekaligus kakak iparku yang satu ini. Bisa-bisanya dia masih meminta pendapatku mau pakai baju apa? Udah kaya mau dinner sama gebetan baru aja. Padahal sejarah mencatat kalau mereka udah berumah tangga selama lima tahun dan udah punya satu anak bernama Yasya. Tolong garis bawahi lima tahunnya. Waktu yang cukup lama kan untuk saling tahu selera satu sama lain, kesukaan satu sama lain? Lagian, Anki adalah perempuan termodis yang pernah aku kenal. Dia selalu mengikuti mode tren fashion terkini.
"Yakin masih nanya aku?" mataku memutar ke atas.
"Iya. Buruan kasih saran!"
Kalau tidak ingat Anki sering membantuku, rasanya aku males kasih saran hal begini padanya. Jadi, ya tidak ada salahnya membantu kakak ipar yang tiba-tiba kehilangan arah fashionnya dan kemampuan menilai sebuah penampilan saat mau dinner dengan suaminya sendiri.
"Emmm, kenapa nggak pake dress yang kamu beli minggu lalu? itu bagus sih menurutku."
"Warnanya terlalu gelap Iyas! Ada saran lain?"
Aku membuka pintu mobil dengan susah payah, karena tanganku satunya membawa buket dan terpaksa ponselnya ku apit diantara pundak dan telinga sehingga tanganku bisa membuka pintu belakang dan memasukkan buketnya.
"Yang line dress warna tosca deh, kayaknya aku pernah liat di lemarimu."
"Ah iya, aku punya. Oke deh, aku coba dulu. Nanti aku pap ya, byee Iyas! Hati-hati di jalan!"
Jam di tanganku udah menunjukkan pukul lima sore, acaranya pukul tujuh malam. Kalau dilihat dari alamat di undangan yang Aira kirimkan lewat whatsapp sih, lokasinya lumayan jauh, di selatan kota Jogja. Jadi aku harus berangkat lebih awal mengingat skill menyetirku standar. Jujur aja, aku baru bisa menyetir mobil 5 bulan terakhir ini karena aku butuh kesana-kemari tanpa harus merepotkan Sapta.
Satu jam perjalanan dengan kecepatan rendah-menengah, akhirnya aku sampai di sebuah rumah yang... cukup mewah di daerah Bantul. Aira adalah bussiness woman di bidang kecantikan. Di kartu namanya tertulis jika dia sekarang adalah CEO Aira beauty. Salah satu klinik kecantikan di Jogja dengan review yang bagus. Aku juga baru tahu, soalnya kita lama gak saling berhubungan satu sama lain. Padahal dulu cukup dekat waktu kuliah.
Seorang tukang parkir mengarahkan mobilku untuk menuju ke parkiran di sebelah rumah mewah itu. Setelahnya, aku keluar dan memasuki rumah Aira. Tamu undangan masih sepi, hanya ada beberapa pekerja catering dan orang-orang yang sibuk berlalu-lalang mengurus ini dan itu. Pernikahan dengan dekorasi semewah ini pasti persiapannya juga sangat lama dan tentu aja... mahal.
Sebenarnya aku sedikit bingung, kenapa Aira memilih membeli buket untuk pernikahannya di Flora, dan mempercayakan aku untuk membuatnya, padahal biasanya kan udah satu paket dengan dekorasinya atau satu paket dengan MUA nya.
"Pak, mau tanya, ruang riasnya dimana ya? Saya temannya Aira sekaligus mau ngasih buket bunga pengantin ini." Aku akhirnya bertanya pada seorang bapak-bapak yang sedang sibuk mengkoordinir ini itu.
"Oh, mbaknya masuk aja terus nanti ada belokan ke kiri, luruuuus aja. Nah, diujung situ mbak." Jelasnya sambil tangannya bergerak-gerak mengarahkan.
Aku mengikuti arahan dari bapak random yang ku tanyai di depan tadi dan dengan mudah aku bisa menemukan ruangannya. Kuketuk pintunya lalu disusul suara yang mempersilakan untuk masuk.
Masih dengan posisi duduknya, Aira sedikit menoleh karena dia belum selesai di make up. "Hai Iyas... akhirnya datang juga. Aku sempet mau telpon kamu loh, takut nyasar."
"Hai, enggak kok, aman."
"Wahh.... bagus banget Yas buketnya. Ih cantik!"
"Kayaknya sama cantiknya dengan kamu." Ujarku. "Oh iya ini buketnya mau ditaruh mana?" tanyaku.
"Oh, tolong kasih ke mbaknya aja Yas." Tunjuk Aira pada mbak-mbak yang sedang mengurusi rangkaian bunga juga untuk riasan.
Setelah menyerahkan buket bunga pada petugas WO-nya, aku duduk di sofa setelah Aira mempersilakan.
"Awalnya aku gak tau loh, kalau Flora itu milik kamu, aku cuma direkomendasiin katanya buket di Flora cantik-cantik. Dan beneran dong, emang secantik itu. Secantik yang punya sih menurutku." Aira terkekeh melihatku dari kaca di depannya.
Tadi Aira mempersilakan aku duduk sebentar sembari menunggu teman-teman kuliah yang mau datang juga. Takut aku kesepian di luar.
"Wah, aku yang harusnya makasih." Ujarku cukup terharu. "By the way, emang siapa yang rekomendasiin? Soalnya Flora belum seterkenal itu untuk ukuran toko yang baru buka setahun terakhir."
"Yang rekomendasiin..."
"Aira!"
"Sayangku!"
Seruan dua orang yang tiba-tiba masuk dengan heboh membuat perkataan Aira menggantung. Padahal aku penasaran sih, siapa yang rekomendasiin toko bunga ku. Ya, di sisi lain bersyukur juga ada yang sepercaya itu merekomendasikan tokoku pada orang lain. Atau jangan-jangan orang ini udah pernah order di Flora?
Lamunanku terhenti saat dua orang yang ternyata Citra dan Mini, menghampiriku dan menyapaku. Berbeda dengan Anki yang sudah jadi bestie sejak masih orok, Citra dan Mini adalah teman kuliahku juga sama seperti Aira. Dulu kami cukup akrab karena sering dapat kelompok yang sama dan itu-itu aja orangnya. Aku, Aira, Citra dan Mini. Setelah lulus, kami punya kesibukan masing-masing dan bahkan Citra dan Mini ini merantau ke luar kota. Aira juga mengambil S2 di luar negeri. Sedangkan aku masih tetep setia di Jogja.
Aku memeluk Citra dan Mini satu persatu sambil cipika-cipiki. "Hai, lama gak ketemu yaampun."
"Wah, kamu berubah banget ya Yas." Ujar Mini seraya mengelus lenganku.
"Kamu kesambet apa Yas, kok jadi kalem begini? Tapi tambah cantik sih." Puji Citra.
Yang tahu aku lebih dari empat tahun lalu, pasti akan mengatakan hal yang sama. Aku berubah. Ya, aku memang udah menjadi pribadi yang berbeda sekarang. Kalau kata Anki, aku jadi lebih tenang dan kalem, tidak seperti dulu yang heboh, suka ngobrol dan berisik. Makanya aku dulu sangat merasa sefrekuensi dengan Aira and the gang ini karena kami sama-sama heboh.
Kami berakhir mengobrol dan beberapa kali Aira menimpali di depan cerminnya. Tidak terasa, Aira telah menyelesaikan riasannya dan bersiap-siap karena acara resepsi akan segera di mulai. Ijab qabul memang udah diselenggarakan hari sebelumnya. Tadi aku sempat lihat, pihak mempelai lelaki sedang di rias di ruangan yang berbeda. Aku sempat melewatinya dan pintunya sedikit terbuka. Padahal mereka udah sah, biasanya boleh-boleh saja dirias satu ruangan.
Citra dan Mimi mengajakku untuk ke depan. Tamu-tamu udah mulai berdatangan dan duduk di kursi tamu. Kami pun memilih untuk duduk di kursi paling depan supaya bisa dengan jelas melihat Aira.
MC di depan udah mulai memandu acara. Dia mempersilakan kedua mempelai untuk duduk di singgasana pengantin. Aku dan yang lain takjub saat dari kejauhan, Aira sangat cantik dengan gaun pengantin berwarna lilac senada dengan pasangannya yang juga...
Astaga!
***
Bab 1 Empat tahun sudah
24/01/2024
Bab 2 Usaha yang sia-sia
24/01/2024
Bab 3 Rumah yang searah
24/01/2024
Bab 4 Aku baik-baik saja
24/01/2024
Bab 5 Kekhawatiran Sapta
24/01/2024
Bab 6 Merasa dikasihani
24/01/2024
Bab 7 Pelukan yang tak seharusnya
24/01/2024
Bab 8 Tamu tak terduga
24/01/2024
Bab 9 Monopoli
24/01/2024
Bab 10 Zuppa Soup
24/01/2024
Bab 11 Kurir Multitasking
24/01/2024
Bab 12 Fortune
24/01/2024
Bab 13 Pengakuan
24/01/2024
Bab 14 Ulang tahun ke-27
24/01/2024
Bab 15 Kiriman
02/02/2024
Bab 16 Kangen
03/02/2024
Bab 17 Ciuman kerinduan
04/02/2024
Bab 18 Rahasia Semesta
05/02/2024
Bab 19 Trauma
06/02/2024
Bab 20 Anakku
07/02/2024
Bab 21 Salatiga
08/02/2024
Bab 22 My chef <3
09/02/2024
Bab 23 Terjadi
10/02/2024
Bab 24 Diasingkan
11/02/2024
Bab 25 Gengsi
12/02/2024
Bab 26 Drama kakak-adik
13/02/2024
Bab 27 Pantai
14/02/2024
Bab 28 Berdamai dengan masa lalu
15/02/2024
Bab 29 Customer galak
16/02/2024
Bab 30 Mimpi
17/02/2024
Bab 31 Marsya
18/02/2024
Bab 32 Paket
19/02/2024
Bab 33 Bertemu kembali
20/02/2024
Bab 34 Bahasa cinta
21/02/2024
Bab 35 Makan malam
25/03/2024
Bab 36 Makan siang
26/03/2024
Bab 37 Om Bhaga
27/03/2024
Bab 38 Rambut baru
28/03/2024
Bab 39 Plotwist
29/03/2024
Bab 40 Prasangka
30/03/2024