Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
"Siapa yang menyimpan baju bekas di sini?"
Lelaki itu kemudian mengobrak-abrik isi lemari dan mengeluarkan baju putih lusuh lalu melemparkannya kepada perempuan yang berdiri kaku di depan.
"Jangan letakkan di sini lagi!" serunya sambil memberi petunjuk lewat tangan. Gadis itu pun mengerakan tangannya kemudian.
"Bukan aku!" ujarnya. Araf kemudian menarik rambut perempuan itu lalu menghempaskan tubuh ringkiknya ke lantai hingga dia meringgis kesakitan.
"Besok-besok, jika kau melakukanya, aku tidak akan segan untuk menamparmu!" ancamnya kemudian. Araf lalu berjalan meninggalkan Rumi yang sedang tertunduk lemas. Air mata membasahi pipi manisnya saat ini.
"Rumi, ke mana dirimu? Cepat bersihkan ini!" suara itu membuatnya berdiri seketika dan segera mengikuti sumber suara. Bekas air mata jelas terlihat di wajah Rumi yang pucat.
"Kamu tuh!”
“Nangis terus aja, mana ngak bisa ngomong lagi, kerjaanya nangis aja!" bentaknya sambil menunjuk wajah Rumi.
"Cepat kau bersihkan dapur ini!" sambungnya lagi.
Wanita paruh baya yang merupakan mertuanya selalu menyalahkanya atas tindakan Araf. Bahkan jika Araf memakinya, ibu mertuanya hanya bisa terdiam dan tidak membela dirinya.
"Selama uang bokapmu masih berjalan, kamu bisa di rumah ini!" ucapnya.
Rumi yang tidak bisa berkata-kata hanya menghindar dan segera ke kamar untuk menenangkan diri. Dia tidak akan melakukan apa yang diperintahkan ibu mertuanya hari ini.
"Sudah berani kau yah!" sahut suara itu lagi. Perempuan paruh baya itu lalu mendobrak pintu kamar Rumi dan menyeretnya keluar. Jika Rumi tidak mengerjakan tugas rumah, dia akan diseret keluar dan itu membuat Rumi tidak berdaya.
"Jika bukan utang anak saya, tidak akan mungkin dia menikahi gadis bisu sepertimu!" makinya sambil menunjuk wajahnya. Rumi tidak benar-benar kuat jika hal itu selalu dia dengar dari rumah ini.
"Camkan itu!"
Rumi masuk ke dalam kamar dan menangis di bawah bantal. Tubuhnya lemas dan dia sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas berat kali ini. Salah satu cara yaitu menghindar dan pergi dari rumah.
"Kalo kau berani pergi, maka semua fasilitas kesehatan ayahmu akan aku cabut!"
Begitulah ancaman dari Araf untuknya. Namun Rumi paham bahwa dirinya di rumah ini hanya sebagai pion untuk menguras kekayaan ayahnya.
Rumi tidak akan membiarkan hal itu, dia harus bertahan untuk mengembalikan aset ayahnya atas namanya sendiri. Araf sudah menyita begitu banyak saham semenjak ayahnya di rawat. Rumi ingin mengambil semua asset itu kembali lalu menendang manusia kotor itu dari rumah miliknya.
***
Araf selalu pulang tengah malam dengan bau alkohol yang menyegat. Araf akan terus memaki sampai dia terjatuh dan terlelap tidur. Rumi mendorong tubuh lelaki itu ke kasur. Tanpa sadar, Rumi menemukan sebuah kotak kecil dari saku celana Araf.
"Okanomoto?" sahutnya.
"Apakah kah dia selalu melakukan ini dengan wanita lain di luar?" batinya.
"Menjijikkan!" ucap Rumi. Dia kemudian menjauhkan tubuhnya dari lelaki itu.
"Pantas saja dia selalu mabuk dan berbual!" sambungnya. Dia menuju dapur dan mengambil sebuah makanan di dalam nampang. Dia menatap mertuanya yang sedang duduk di kursi makan.
"Aku mau makan, lapar!" ucap Rumi sambil mengerakan tangan ke wanita paruh baya yang sedang duduk di samping tv.
"Pergi saja, makan nasi tadi siang itu!" ucapnya kepada Rumi.
“Jangan pernah merepotkanku!” sahutnya. Rumi menghela napas panjang. Dadanya terasa tercabik saat ekor mata ibu mertuanya menatap dengan pandangan jijik.
“Apa yang kau tunggu!” teriaknya.
Rumi segera berjalan menuju dapur. Menghela napas panjang sambil mengambil nasi yang sudah disiapkan untuknya. Air mata Rumi mengalir begitu saja. Dia sudah sangat sabar dengan perilaku ibu mertuanya itu.
Rumi mengintip dari balik jendela dapur. Perempuan paruh baya itu berjalan menuju kamar anaknya. Dia tersenyum puas melihat anaknya sedang menelepon dengan seseorang.
“Siapa dia?” batin Rumi.
“Siapa yang bersama Araf? Bukankah lelaki itu sedang tidur?” sahutnya dalam hati. Hanya memakan tempe dan beberapa sayuran dingin, Rumi segera berjalan menuju kamar Araf dan melihat ponsel suaminya.
“Siapa yang membuatmu terlalu lancang!” bentak Araf sambil mengambil ponselnya dan tidak membiarkan Rumi mengambil ponsel tersebut.