Terlahir dari keluarga miskin dan memiliki ayah yang tidak menginginkan kehadirannya di dunia ini, membuat gadis berusia 19 tahun ini harus berpikir dewasa sebelum waktunya. Milea Vallencia seorang mahasiswi sebuah universitas ternama di kotanya. Hidup tersisih di keluarganya karena terlahir menjadi seorang wanita, bukan seorang pria. Antony sang ayah, lebih menginginkan memiliki seorang anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yang menurutnya, memiliki seorang anak perempuan adalah suatu kesialan. Berbanding terbalik dengan kehidupan Rafael Roberto, seorang walikota muda berusia 32 tahun. Terlahir di keluarga yang terpandang di kota ini. Dalam hidupnya hanya diisi oleh bekerja, bekerja, dan terus bekerja. Tujuan hidupnya hanyalah berkarir. Tidak ada tempat untuk memikirkan hal pribadi lagi untuknya. Ia tipe orang yang sangat menghormati wanita. Terutama sang istri, Isabella, seorang wanita bermartabat yang terkenal dengan kerendahan hatinya dan kebaikannya terhadap orang lain. Suatu insiden yang tak terduga telah mempertemukan Rafael dan Milea untuk terpaksa menjadi sepasang suami istri. Lebih tepatnya Milea tanpa memiliki pilihan lain, terjerat oleh keadaan dan menjadi istri kedua dari sang wali kota. Lantas bagaimana dengan istri pertama sang wali kota, apakah akan menerima Milea dengan tangan terbuka? Apakah Milea yang notabene terbiasa dengan kehidupan serba kekurangan akan mempergunakan kesempatan sebagai istri kedua Rafael untuk menikmati hidup barunya sebagai orang kaya? Apakah Milea dan Isabella akan Sudi berbagi suami? Jangan biarkan rasa penasaranmu semakin melilit di pikiranmu, segera baca cerita Wanita Kedua Wali Kota.
"Ayah, apa maksud Ayah dengan semua ini?" Seorang gadis berusia 19 tahun datang dengan wajah penuh kekecewaan sambil memberikan selembar kertas pemberitahuan dari dosennya untuk sang ayah.
"Tolong angkat barang-barang ini masuk ke dalam rumah!" ucap sang ayah kepada seorang pelayan wedding organizer. Tampak sekali pria yang ber-title sorang ayah itu tak menghiraukan gadis yang memanggilnya.
"Ayah, aku sedang berbicara denganmu. Ku mohon jelaskan kepadaku!" gadis itu masih menuntut penjelasan dari sang ayah dengan nada yang lemah lembut. Ia pun menggapai lengan sang ayah.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan," sang ayah itu menarik lengannya dan melepaskan tangan sang gadis dengan kasar dan berjalan meninggalkan gadis itu begitu saja.
"Kenapa Ayah seperti itu kepadaku?" air mata tiba-tiba jatuh dan menetes membasahi pipi gadis cantik berkulit putih, bernama Milea Vallencia.
Milea Vallencia adalah seorang mahasiswi teladan di kampusnya saat ini. Ia sering mendapatkan bea siswa karena kepandaiannya. Hingga tibalah hari ini ketika ia mendapatkan panggilan dari dosennya.
***
Kejadian beberapa jam yang lalu di kampus.
"Milea, ini rincian surat penangguhan semua biaya kuliahmu semester ini," ucap Leon, dosen yang mengajar Milea.
"Tapi, bukankah sudah terlunasi dengan tabungan bea siswa yang saya miliki?" Milea tampak terkejut dengan ucapan Leon.
"Tuan Antony, ayahmu tadi pagi datang ke sini untuk mengambil semua tabungan yang kau miliki, dan menangguhkan biaya kuliahmu semester ini."
"Ayah?!" hati Milea bagaikan tersambar petir mendengar berita tersebut.
"Sebenarnya ketentuan di sini, biaya semester harus dibayarkan diawal semester. Selama belum membayar, maka siswa tidak diizinkan mengikuti pembelajaran."
Deg!
Bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah kiasan yang sesuai dengan apa yang dialami oleh Milea saat ini. Bulir air mata tanpa terasa telah jatuh tanpa diminta.
"Akan tetapi karena kamu adalah murid yang berprestasi, maka saya akan memberi kelonggaran selama dua bulan lagi agar kamu bisa melunasi biaya kuliahmu semester ini. Kamu bisa tetap mengikuti pelajaran." Leon tersenyum menyampaikan pesannya.
"Benarkah? Aku tetap bisa mengikuti pelajaran?" senyum kelegaan di tengah buliran air mata kini telah tersuguhkan di raut wajah cantik Milea.
"Tentu, tapi ingat! Kamu memiliki waktu dua bulan untuk melunasi biaya kuliahmu semester ini."
"Baik Pak, aku akan membayar dan melunasi dua bulan mendatang. Terima kasih atas kemurahan hatimu, Pak!"
Sedikit senyum kelegaan yang dibawa pulang oleh Milea sambil membawa selembar kertas rincian yang diterimanya dari sang dosen.
Namun kekecewaan dari sikap Antony, sang ayah yang menangguhkan biaya kuliahnya tentu saja masih tersisa dalam hatinya.
***
"Ayah, kumohon! Jelaskan untuk apa ayah mengambil seluruh tabunganku dan menangguhkan biaya kuliahku?" Milea masih saja menuntut penjelasan dari Antony, sang ayah.
Namun Antony masih sibuk dengan persiapan pernikahan Marchel, satu-satunya putra dalam keluarga ini.
"Tolong vas bunga ini kamu taruh di sebelah sudut ruang tamu saja akan tampak lebih indah." Antony memberikan tugas kembali kepada pelayan wedding organizer.
"Baik, Pak!" pelayan itu tampak menuruti semua perintah Antony.
"Ayah, kumohon. Aku sedang berbicara kepada Ayah." Milea bersikeras meminta penjelasan.
Namun lagi-lagi Antony masih sibuk dengan segala persiapan pernikahan sang anak kedua.
Milea mengambil sebuah gelas di atass meja dan meleparnya ke lantai.
Crieng ....
Seketika semua orang yang ada di rumah Milea menghentikan aktifitasnya.
Antony yang terkejut segera membalikan badan memandang sumber bunyi itu dan menatap tajam Milea. Disusul oleh Amirta, ibu Milea yang segera berlari ke ruang tengah tempat Antony dan Milea berdiri saat ini. Suasana saat ini tampak hening membeku.
"Ayah, aku ingin berbicara dengan Ayah," ucap Milea lirih dan lemah lembut. Mata Antony tiba-tiba tampak merah, karena sedang memendam amarah.
Seketika Antony menarik tangan Milea dan menggelandangnya menuju lantai dua, kamar Milea. Di ikuti oleh Amirta, yang sudah sengatan energi kemarahan Antony yang tertahan.
Sesampai di kamar, Antony menghentikan langkahnya. Amirta segera menutup pintu kamar Milea. Agar tidak ada orang bisa tahu dan mendengar amarah Antony kepada Milea.
Plak ....
Sebuah tamparan dari Antony sukses melesat ke wajah cantik Milea. Hingga tubuh Milea jatuh tersungkur di lantai.
"Ayah!" Amirta yang terkejut, dan langsung berlari memeluk Milea yang tersungkur di lantai.
"Kamu mau tahu, untuk apa aku mengambil tabunganmu dan menangguhkan biaya kuliahmu?" Antony menjambak rambut Milea sambil memelototkan matanya.
"Aw sakit, Yah!" Milea memegang tangan Antony yang menarik rambutnya semakin kuat.
"Cukup, Yah! Milea sudah meringis kesakitan."
"Kau dengar baik-baik, aku mengambil uang tabunganmu untuk menambah membayar biaya pernikahan Marchel, dia kakakmu sendiri." Antony melepaskan tangannya dengan kasar.
"Kenapa harus mengambil uang kuliahku, Yah?" Milea merasa sesak seketika mendengar jawaban sang ayah.
"Kamu tidak kuliah pun tidak masalah. Toh nanti ujung-ujungnya kamu hanya bisa menjadi ibu rumah tangga dan menjadi beban suamimu saja kelak. Lebih baik berhentilah kuliah. Aku tidak akan pernah mau membayar dan memberimu uang kuliah. Ingat itu!" Antony berjalan keluar kamar meninggalkan Milea yang masih menangis di pelukan Amirta, sang ibu.
"Kamu yang sabar, memang seperti watak ayahmu. Kamu harus belajar lebih memahami ayahmu." Amirta membelai lembut rambut Milea.
"Lea ingin sukses, Bu! Lea ingin membanggakan orang tua Lea." Milea masih memeluk erat sang ibu.
"Sabar, Nak. Ibu yakin kamu kelak menjadi orang sukses. Hapus air matamu, tidak baik menangis di persiapan acara pernikahan kakakmu sendiri. Di luar banyak orang, malu kalau semua orang mengetahui masalah keluarga kita, Nak!" Amirta menghapus air mata Milea.
"Tersenyumlah, Marchel pasti sedih melihat adik kesayangannya menangis di hari pernikahannya." Amirta masih mengusap lembut rambut sang anak dengan sebelah tangan menghapus air mata sang anak.
"Ibu mau ke dapur dulu ya, mau lihat pekerjaan orang dapur. Kamu jangan menangis lagi!" Amirta membantu Milea untuk beranjak dan membantunya untuk duduk di atas tempat tidurnya.
Milea hanya diam tanpa menjawab apapun yang di katakan oleh ibunya.
Selepas Amirta pergi, ketika ayahnya usai memarahinya, Milea selalu teringat kejadian mengenaskan yang menimpa sang kakak perempuannya, Riana.
"Masih lekat ingatanku, di mana ayah tidak mempedulikan teriakan Kak Riana yang tersesat di hutan. Hari di mana seharusnya kami bersenang-senang untuk melakukan camping keluarga, tetapi hari yang naas untuk Kak Riana. Dia terpeleset ke jurang, hanya batang pohon tempatnya berpegangan waktu itu. Aku dan ibu meminta bantuan ayah untuk menolong Kak Riana tetapi dia sama sekali tidak peduli. Hingga batang pohon itu putus, dan Kak Riana jatuh ke jurang." Milea menutup ke dua telinganya seakan teriakan sang kakak masih terngiang di telinganya.
Antony memang lebih menginginkan kehadiran anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Antony menganggap anak perempuan hanyalah beban untuk keluarga.
"Aku tidak mau berhenti kuliah. Aku harus berusaha dan menunjukan kepada ayah, bahwa anak perempuan itu bukan beban. Seorang perempuan juga mampu sukses. Aku pasti bisa."
Buku lain oleh Ittazura
Selebihnya