Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Antagonis Kedua

Antagonis Kedua

Karalynn

5.0
Komentar
137
Penayangan
2
Bab

"Jangan percaya siapapun." Ingat itu sampai akhir. Base jumpingnya tidak berjalan lancar. Earlene masuk dalam novel 'Infinity Words, You' yang secara misterius muncul dalam ranselnya. Sialnya! Dia masuk dalam tokoh antagonis kedua yang hanya masuk dalam cerita saat antagonis utama meneleponnya. Antagonis kedua itu penyebab kesialan, keburukan, bahkan secara tidak langsung adalah penyebab antagonis utama berakhir buruk. Belum sampai situ, Earlene merasa dirinya tidak waras saat sekelompok orang mengincarnya dengan peluru, menyangkut-pautkan dirinya dengan 'Kotak Biru' misterius dan mengatakan bahwa dia adalah satu-satunya kunci membukanya.

Bab 1 Prolog

"Arlen! Kau harus membaca novel yang Gilska rekomendasikan!"

"Demi Tuhan, Peony! Itu cerita romansa monoton."

Dua gadis itu duduk antara tumpukan tas, lebih tepatnya, mengecek parasut yang terhubung pada ransel. Tapi Peony banyak membicarakan karakter fiksi dari novel yang baru dibacanya daripada serius menyikapi parasut-parasut mereka yang segera dibutuhkan.

"Genre ceritamu mengerikan, Earlene! Melawan api naga, menyabet troll, dan terbang dengan sapu! Tidak masuk akal!"

Earlene menghentikan aktivitas tangan, menyunggingkan senyum menyebalkan. Dan dari situlah Peony menyimpulkan, kalau posisinya tidak aman. Earlene menyusun rapi ransel yang sudah dia cek dengan hati-hati. Memutar tubuhnya dan memandang lurus-lurus pada Peony.

"Lantas bagaimana protagonis tercintamu? Oh!" Dia menjentik jarinya riang selagi Peony memandang jengkel. "Tampan, karismatik, di idolakan seluruh kalangan, CEO berumur delapan belas tahun serta ketua mafia! Lalu jatuh cinta pada gadis polos ... "

Earlene sengaja memanjangkan ujung kalimat sambil menyentuh dada dramatis dan memandang sendu penuh penghormatan pada Peony. Gadis itu mengulum bibirnya. Earlene benar! Ceritanya tidak masuk akal dan pemeran terlalu sempurna. Tapi dia mencintainya!

"Itu tidak-"

"

Atau pembunuh berantai yang langsung jatuh cinta pada mangsanya! Tidak masuk akal! Jika kamu menugaskan pembunuh berantai, dia akan langsung menyelesaikannya."

"

Itu fiksi!" imbuhnya cepat.

"Itu tahu. Berhenti merecoki diriku dan cepat selesaikan ini."

Peony berdecak sebal sementara Earlene tergelak dalam tawanya.

"Setidaknya aku menyukai pria nyata."

"Aku juga." Kepala Peony menoleh cepat, hingga Earlene ragu mengapa itu tidak patah. Dia berusaha untuk memunculkan semburat kemerahan di pipinya yang membuat Peony tambah curiga.

Gadis itu memicingkan mata meminta penjelasan.

"Jelaskan-"

"Tom Cruise!" Peony meratakan mimik wajahnya ketika melihat Earlene berkedip-kedip cepat, lalu menyentuh daun telinganya sendiri dan menggoyangkannya, pura-pura tidak mendengar atau peduli pada ucapan Earlene. "Peony! Aku sudah mencintainya sejak SMA!"

"Oh, hentikan."

Bukan rahasia umum lagi kalau Earlene adalah penyuka garis keras aktor bernama Tom Cruise. Dia teramat mencintai film Mission Impossible.

Masih jelas dalam ingatan Peony bagaimana gadis itu bercita-cita jadi agen CIA-setelah menamatkan satu episode.

"Aku juga suka Marvel! Film action dan pahlawan! Lihat aksi-"

"Arlen ... "

Earlene dan Peony, teman sejak sekolah menengah pertama. Hobi yang berbeda dengan tujuan sama mengikat mereka dalam hubungan pertemanan aneh terbilang menyenangkan. Satu detik bertengkar, satu detik setelahnya berbaikan dan membicarakan hal sama.

Peony maniak novel dan film drama yang penuh romansa, peminat pemeran utama dan benci setengah mati dengan antagonis. Karena baginya, antagonis hanya benalu dalam kehidupan sang protagonis wanita yang harusnya bisa bersatu lebih awal dengan protagonis pria dan menghabiskan waktu bersama dengan keromantisan tanpa batas.

Tapi tidak Earlene, penyuka genre cerita thriller-fantasy- action. Dan penyuka villain-tergantung masa lalu sang villain atau apa yang membuatnya menjadi karakter itu. Juga prinsip Earlene adalah,

"Antagonis berkorban untuk orang yang dicintainya. Pahlawan mengorbankan semua, termasuk cinta, untuk dunia. Itu menggelikan."

"Kau membenarkan penjahat!" Gelagar suara Peony disambut desisan ngerinya. Earlene menduganya, terlalu sering terjadi, tapi rasanya, selalu mengabaikan peringatan bahaya ketika di sisi Peony.

"Kadang kita memang harus egois. Tapi ... ya, kadang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan."

Yap! Earlene itu sangat suka sad ending, tapi jika benar-benar sad ending, dia sering misuh-misuh tidak jelas dan bagi Peony itu sangat merepotkan! Karena mengganggu waktu tidur Earlene sendiri.

Begadang itu hal buruk!

Tapi dia suka sekali menamatkan film drama dengan puluhan episode hanya pada satu malam dengan camilan di tangannya.

"Aku tidak mengerti lagi, deh! Kamu lebih suka pria sinting yang terobsesi daripada yang romantis-"

"Hanya di film, Peony. Jika di kehidupan nyata, itu berarti mati."

Peony meringis mendengarnya. Itu benar! Pria terobsesi akan mengurung gadisnya untuknya sendiri, termasuk membatasi, sampai yang paling buruk, menyiksa hingga kesehatan mentalnya bermasalah.

Lalu keadaan berbalik menjadi gadis itu tidak bisa hidup tanpa si Pria. Dan itu menyenangkan untuk menjadi bacaan.

Tidak mau ambil pusing, Peony beralih mengangkat beberapa ransel, menuju pojok ruangan. Dia meletakkan beberapa parasut sebelum tanpa sengaja menyenggol rak di sebelahnya.

Tas paling atas jatuh, dan beberapa barangnya terbang keluar.

"Oh astaga! Kamu dendam padaku, ya!"

Earlene berjengit, berlari untuk memunguti barang-barangnya yang jatuh keluar dari tas dengan wajah pura-pura tersakiti. Peony nyaris mengeluarkan isi perutnya melihat seberapa dramatis gadis itu.

Tapi terhenti ketika ada kilauan dari plastik bening. Dia tidak bisa menahan keterkejutannya akan hal ini, dia tahu benar bahwa itu.

Novel!

"Diam-diam membeli novel, ya ... "

"Hah?" Peony tidak mengharapkan reaksi Earlene, tapi kemudian dia sumringah saat membaliknya, menatap Earlene misterius.

"Chesslyn France." Peony mengeraskan suaranya. "Anak angkat keluarga France yang terpandang dari negara L. Dibenci oleh adik tirinya karena dianggap mengambil semua yang-HEI!"

Peony memekik tak terima, Earlene merebut buku yang dibungkus rapi dalam plastik, membalik-balikkannya berulang. Tidak ada nama penulis di sampulnya, atau penerbit. Hanya gambar sampul ikatan tangan dengan ratusan kertas yang tercetak oleh cerita.

Berjudul, 'Infinity Words, You'.

"Bukan milikku," imbuhnya, menyodorkan kembali buku itu, tapi Peony menatapnya tak percaya, ditambah setengah syok.

"Tak apa-apa menyukai novel romansa. Kamu bisa membacanya disini, aku akan menemui yang lain. Mereka pasti sedang mengerjakan skripsi. Padahal kita disini ingin menenangkan pikiran!"

Earlene bergeming. Yang terdengar setelahnya adalah lemparan tidak santai Peony pada pintu yang malang. Dia dan teman-teman mereka yang lain sudah merencanakan dari jauh-jauh hari.

Tapi mahasiswa teladan seperti mereka malah membawa skripsi yang di kerjakan. Pasti dia akan meneriaki mereka lagi kali ini.

"ARGHH!"

Teriakan nyaring ditemani injakan kasar pada pedal gas.

Vargoz XN1 melaju tak terkendali dalam gelapnya malam.

Lampu-lampu jalan yang berbinar indah di sudut-sudut tidak berniat menghibur pemilik netra biru cemerlang yang tengah dilanda amarah. Hujan di luar sana meredam tangis dan pekikan pilunya.

"KENAPA! KENAPA TUHAN!"

Dia membenturkan kepalanya pada setir.

Sudah berulang kali, rambut pirang indah melambai di belakang kepalanya, beberapa helai lengket di sisi matanya akibat liquid bening yang tidak absen mengalir turun. Bulu mata lentiknya bergetar hebat, terasa berat karena bulu mata tambahan. Bawah matanya menghitam karena mascara yang luntur, bibirnya terasa kelu sekaligus kaku.

Gigi bergemelatuk hebat diiringi remasan kencang pada setir. Dia menoleh, terkekeh sinis sembari memandangi map hitam di kursi belakang melalui spion. Kakinya tidak diam, dan tangannya memukul setir. Jika dalam keadaan jalanan ramai, orang-orang pasti melayangkan sumpah serapah dalam setiap langkah padanya.

"

AKU INGIN KEMBALI! AKU MAU PULANG!"

Gemuruh petir sudah tidak terhitung, jalanan makin basah dan licin. Bahkan hujan di luar terus menyapa kaca depan mobilnya. Atau apakah memang karena matanya agak kabur. Dia belum puas meratapi nasibnya ketika ponselnya berdering pada kursi sebelah kemudi.

Dia melirik sekilas, kekehan sinisnya menjadi. Dia membuka jendela tanpa memelankan kakinya yang kadang menambah injakan.

Dengan marah dan kesal, diiringi rasa kecewa hatinya yang membuncah naik, dia melempar ponsel itu keluar jendela dengan marah. Matanya berkilat berbahaya, dan itu menyakitkan.

TIN! TIN!

Maniknya menoleh, itu bus! Dia bisa melihat alat transportasi itu dipenuhi oleh orang-orang ketakutan. Tangannya refleks memutar setir ke kanan, putaran panjang yang mengakibatkannya tidak bisa lagi mengendalikan kecepatan mobilnya.

BRAK!!

BRUK!!

Mobilnya menabrak pembatas jalan, jatuh tak terkendali dengan dia yang tanpa memakai sabuk pengaman terlempar jatuh dalam air. Suara ledakan nyaring, dan kesadarannya seakan direnggut paksa.

Maafkan aku, Kakak ...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku