Rumi terlahir sebagai seorang gadis yang bisu. Dia menikah dengan seorang lelaki bernama Araf karena pernikahan bisnis ayahnya. Dua tahun pernikahan, Araf lalu membawah seorang perempuan muda yang sedang berbadan dua dan memperkenalkan diri sebagai istri baru Araf. Mampukah Rumi bertahan dengan kondisi pernikahan yang membuatnya seharusnya pergi?
"Siapa yang menyimpan baju bekas di sini?"
Lelaki itu kemudian mengobrak-abrik isi lemari dan mengeluarkan baju putih lusuh lalu melemparkannya kepada perempuan yang berdiri kaku di depan.
"Jangan letakkan di sini lagi!" serunya sambil memberi petunjuk lewat tangan. Gadis itu pun mengerakan tangannya kemudian.
"Bukan aku!" ujarnya. Araf kemudian menarik rambut perempuan itu lalu menghempaskan tubuh ringkiknya ke lantai hingga dia meringgis kesakitan.
"Besok-besok, jika kau melakukanya, aku tidak akan segan untuk menamparmu!" ancamnya kemudian. Araf lalu berjalan meninggalkan Rumi yang sedang tertunduk lemas. Air mata membasahi pipi manisnya saat ini.
"Rumi, ke mana dirimu? Cepat bersihkan ini!" suara itu membuatnya berdiri seketika dan segera mengikuti sumber suara. Bekas air mata jelas terlihat di wajah Rumi yang pucat.
"Kamu tuh!"
"Nangis terus aja, mana ngak bisa ngomong lagi, kerjaanya nangis aja!" bentaknya sambil menunjuk wajah Rumi.
"Cepat kau bersihkan dapur ini!" sambungnya lagi.
Wanita paruh baya yang merupakan mertuanya selalu menyalahkanya atas tindakan Araf. Bahkan jika Araf memakinya, ibu mertuanya hanya bisa terdiam dan tidak membela dirinya.
"Selama uang bokapmu masih berjalan, kamu bisa di rumah ini!" ucapnya.
Rumi yang tidak bisa berkata-kata hanya menghindar dan segera ke kamar untuk menenangkan diri. Dia tidak akan melakukan apa yang diperintahkan ibu mertuanya hari ini.
"Sudah berani kau yah!" sahut suara itu lagi. Perempuan paruh baya itu lalu mendobrak pintu kamar Rumi dan menyeretnya keluar. Jika Rumi tidak mengerjakan tugas rumah, dia akan diseret keluar dan itu membuat Rumi tidak berdaya.
"Jika bukan utang anak saya, tidak akan mungkin dia menikahi gadis bisu sepertimu!" makinya sambil menunjuk wajahnya. Rumi tidak benar-benar kuat jika hal itu selalu dia dengar dari rumah ini.
"Camkan itu!"
Rumi masuk ke dalam kamar dan menangis di bawah bantal. Tubuhnya lemas dan dia sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas berat kali ini. Salah satu cara yaitu menghindar dan pergi dari rumah.
"Kalo kau berani pergi, maka semua fasilitas kesehatan ayahmu akan aku cabut!"
Begitulah ancaman dari Araf untuknya. Namun Rumi paham bahwa dirinya di rumah ini hanya sebagai pion untuk menguras kekayaan ayahnya.
Rumi tidak akan membiarkan hal itu, dia harus bertahan untuk mengembalikan aset ayahnya atas namanya sendiri. Araf sudah menyita begitu banyak saham semenjak ayahnya di rawat. Rumi ingin mengambil semua asset itu kembali lalu menendang manusia kotor itu dari rumah miliknya.
***
Araf selalu pulang tengah malam dengan bau alkohol yang menyegat. Araf akan terus memaki sampai dia terjatuh dan terlelap tidur. Rumi mendorong tubuh lelaki itu ke kasur. Tanpa sadar, Rumi menemukan sebuah kotak kecil dari saku celana Araf.
"Okanomoto?" sahutnya.
"Apakah kah dia selalu melakukan ini dengan wanita lain di luar?" batinya.
"Menjijikkan!" ucap Rumi. Dia kemudian menjauhkan tubuhnya dari lelaki itu.
"Pantas saja dia selalu mabuk dan berbual!" sambungnya. Dia menuju dapur dan mengambil sebuah makanan di dalam nampang. Dia menatap mertuanya yang sedang duduk di kursi makan.
"Aku mau makan, lapar!" ucap Rumi sambil mengerakan tangan ke wanita paruh baya yang sedang duduk di samping tv.
"Pergi saja, makan nasi tadi siang itu!" ucapnya kepada Rumi.
"Jangan pernah merepotkanku!" sahutnya. Rumi menghela napas panjang. Dadanya terasa tercabik saat ekor mata ibu mertuanya menatap dengan pandangan jijik.
"Apa yang kau tunggu!" teriaknya.
Rumi segera berjalan menuju dapur. Menghela napas panjang sambil mengambil nasi yang sudah disiapkan untuknya. Air mata Rumi mengalir begitu saja. Dia sudah sangat sabar dengan perilaku ibu mertuanya itu.
Rumi mengintip dari balik jendela dapur. Perempuan paruh baya itu berjalan menuju kamar anaknya. Dia tersenyum puas melihat anaknya sedang menelepon dengan seseorang.
"Siapa dia?" batin Rumi.
"Siapa yang bersama Araf? Bukankah lelaki itu sedang tidur?" sahutnya dalam hati. Hanya memakan tempe dan beberapa sayuran dingin, Rumi segera berjalan menuju kamar Araf dan melihat ponsel suaminya.
"Siapa yang membuatmu terlalu lancang!" bentak Araf sambil mengambil ponselnya dan tidak membiarkan Rumi mengambil ponsel tersebut.
"Bisu!"
"Aku sudah katakan bahwa jangan terlalu mengurusiku!" makinya. Rumi menatap ponsel yang disembunyikan suaminya di belakang saju jacket.
"Kamu selingkuh?" sahut Rumi sambil mengerakan tangannya.
"Kamu tidak perlu tahu!" sahut Araf mencoba menerka gerakan tangan Rumi.
"Pergi!" teriak Araf mengusir Rumi keluar dari dalam kamar. Rumi berjalan menuju kamar kosong tempatnya selalu berada. Mertuanya itu menatapnya dengan senyuman picik.
"Ada apa?" tanya Rumi mencoba mengerakan tangannya.
"Aku tidak pernah menyukaimu!" ucapnya.
Rumi terdiam, dia masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.
"Segerah lah pergi jika kamu tidak tahan!" sahut perempuan paruh baya itu dari luar.
"Kamu penganggu, kamu selalu menganggu kami!" sahutnya. Rumi meneteskan air mata. Rumi menutup wajahnya dengan kedua tangan. Bibirnya bergetar menahan tangisan.
"Aku membenci kalian!" gumam Rumi dalam hati.
"Aku membenci kalian!"
Rumi menatap wajahnya dari pantulan cermin. Wajah pucatnya membuat dirinya terlihat tidak terurus.
"Rumi!" teriak suara itu lagi.
"Segera siapkan beberapa keperluan kantorku!" sambung Araf.
Rumi menghela napas panjang. Dia menatap sekeliling kamarnya saat ini. Dia tidak ingin bertemu Araf. Lelaki itu selalu kasar jika dia mencoba menyusun beberapa keperluan kantornya.
"Rumi!" teriaknya lagi.
"Apakah kamu juga bisu?" sambungnya.
Rumi menghela napas panjang. Dia menatap pintu yang sudah ditutupnya dengan rapat.
"Rumi!" teriaknya lagi.
Dia lalu mencoba membuka pintu dan menatap wajah galak itu. "
Segera selesaikan kerjamu!" sambungnya.
"Aku ada beberapa keperluan di luar," sambung Araf lagi.
"Keperluan?" batin Rumi.
"Tengah malam ini?" sambungnya. Araf lalu melempar handuk dan segera bergegas keluar dari dalam kamar. Pakaiannya sangat rapi dan harum. Ponsel itu selalu berada di tangannya.
"Jangan pernah mengurusi keperluanku Rumi!"
"Kamu tidak penting di hidupku!" protesnya.
Rumi menggelengkan kepala tidak setuju. Dia bergegas berjalan menghampiri Arah dan segera menarik secara paksa ponsel yang berada di tangan suaminya itu saat ini.
"Berikan!" ucap Rumi dalam hati. Peluh menetes di dahinya, dia berusaha merebut secara paksa benda persegi itu. Araf menahan tubuh Rumi. Bukti perselingkuhannya tidak bisa diberikan kepada perempuan itu.
"Lepaskan tanganku Rumi!" hardiknya kemudian. Rumi tetap ingin mengambil ponsel itu.
"Ah!" teriak Rumi. Air mata terus menetes di pipinya.
Seketika ponsel itu terlepas saat Rumi mengigit tangan Araf. Dia segera berlari sambil melihat apa yang ada di benda itu. Bola mata Rumi membulat sempurna saat melihat foto gadis tanpa busana di layar ponsel suaminya. Bahkan chat menjijikan itu membuatnya ingin muntah.
"Apa yang mereka lakukan?"
"Mereka sudah tidur bersama?" gumam Rumi dalam hati.
Bersambung...
Buku lain oleh Anana-chan
Selebihnya