Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Suara petir yang bergemuruh dan angin kencang yang menderu-deru segera menghentikan Myan dari aktivitasnya.
Kanan dan kiri meja kerjanya sudah kosong. Tampaknya hanya dia yang masih tertinggal di kantor untuk menyelesaikan laporan terakhirnya.
Ponselnya berdering saat ia mulai membereskan mejanya.
"Halo" Myan segera menjawab panggilan itu.
"Apa kau belum selesai juga?!" suara di seberang sana terdengar tidak sabaran.
"Lima menit lagi oke, aku sedang merapikan mejaku sebentar"
Rick, kekasihnya yang memiliki sifat sedikit tidak sabaran sedang menunggunya di depan kantor untuk menjemputnya. Tak ingin membuat Rick menunggu terlalu lama, Myan bergegas keluar ruangan.
Baru beberapa langkah, tiba-tiba semua lampu padam. Mungkin ada pemadaman listrik mengingat cuaca yang sedang tidak bersahabat.
Myan terpekik kecil ketika tidak sengaja menabrak sebuah meja. Dia segera mengeluarkan ponselnya untuk penerangan.
Myan dengan gugup melewati lorong kantornya. Mungkin karena minimnya cahaya semua serasa begitu menakutkan.
Lorong yang setiap pagi dia lewati, malam ini serasa sangat panjang.
Myan dapat mendengar detak jantungnya sendiri karena dia merasa sangat gugup dalam kegelapan. Dia merasa sedikit takut seolah-olah seperti ada yang mengikutinya.
Karena pemadaman listrik, Myan terpaksa harus turun ke lantai satu melewati tangga darurat. Disaat seperti ini lift pasti tidak akan berfungsi.
Baru beberapa langkah dia turun, tiba-tiba di depannya muncul sekelebatan hitam disertai hembusan angin yang langsung berhambur seolah-olah hendak menerjangnya.
Myan setengah terpekik karena terkejut oleh angin yang tiba-tiba seperti mendorongnya hingga terhuyung. Ia hampir terjerembab jika tak ada tangan seseorang yang menangkapnya dari belakang.
"Kau tak apa-apa?" suara berat terdengar di belakangnya dari seorang pria yang menahannya agar tidak jatuh tadi.
"Ti_tidak apa, terima kasih," ucapnya sedikit bergetar. Myan segera melepaskan diri dari orang tersebut.
Refleks, Myan kemudian mempercepat langkahnya untuk menuruni tangga. "Permisi!" ucapnya kemudian sambil terburu-buru turun dan berlari menuju pintu keluar.
Myan sengaja tidak menoleh ke belakang lagi. Dia memang tidak ingin, karena ia takut akan sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat di sana. Jadi Myan memilih untuk segera kabur.
Dengan napas yang terengah-engah Myan sampai di tempat parkir. Mengetuk halus kaca mobil Rick yang telah menunggunya. Tanpa menunggu lama lagi, Myan langsung masuk ke dalam mobil begitu pintu terbuka.
"Rick, ayo cepat kita pergi dari sini!" ucapnya sedikit panik.
"Ada apa? mengapa kau lama sekali?" protes Rick.
"Apa kau tidak lihat? sedang ada pemadaman listrik di kantorku. D_dan mungkin aku bertemu sosok yang seharusnya tidak ada di dalam sana."
"Apa maksudmu?"
"Rick, aku hampir terjatuh tadi di tangga karena ada angin yang tiba-tiba datang menerjangku. D_dan kemudian ada seseorang di belakangku yang menahanku agar tidak jatuh!"
"Oh, aku bahkan tidak tahu dia betul orang atau bukan. Aku tidak melihat wajahnya, aku hanya berlari karena terlalu takut untuk menengok ke belakang," aku Myan dengan takut-takut.
Rick mendesah, "Mungkin kau hanya terlalu lelah, jadi berhalusinasi yang tidak-tidak," ucapnya.
"Ayo cepat kita pulang Rick, aku takut jika hantu tadi mungkin mengejarku!"
Rick tertawa kecil, "Hantu? konyol. Tidak ada yang namanya hantu, Myan."
"Baiklah aku akan cepat memgantarmu pulang, karena aku ada janji malam ini dengan Alan." ucap Rick sambil menghidupkan mesin mobilnya.
"Kau langsung pergi? tidak ikut masuk sebentar?"
"Ya, aku sudah terlambat. Maaf mungkin lain kali," ucap Rick dengan nada penyesalan.
"Tapi kita sudah lama tidak punya waktu untuk bertemu. Apa hari ini tidak bisa kau batalkan saja janjimu dengan Alan?" tanya Myan lagi.
"Maaf, tidak bisa."
"Bahkan hanya untuk sekadar makan malam denganku? Aku sengaja memintamu menjemputku agar kita bisa makan malam bersama, sudah dua minggu kita tidak bertemu. Please, bisakah?" tanya Myan lagi penuh harap.
"Maaf Myan, aku tidak bisa. Mungkin lain waktu. Aku sudah ada janji dan sudah terlambat" jawab Rick
Myan menghela napasnya tanda menyerah. Mungkin memang mereka belum memiliki kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu berdua.
Sudah hampir setahun mereka bersama, tapi Rick jarang meluangkan waktu untuknya. Jika diingat-ingat lagi, memang Rick terhitung sangat sedikit meluangkan waktu untuk bertemu. Hanya pada saat awal-awal Rick mendekatinya saja, dan setelah itu mereka hanya beberapa kali berkencan sebelum akhirnya jadian.
"Aku seperti wanita yang tidak punya kekasih," gerutu Myan perlahan.
"Maaf Myan, ada baiknya kau langsung beristirahat ya. Bukankah besok ada kegiatan kantor yang harus kau ikuti?"
"Hm, baiklah. Berhati-hatilah dalam menyetir," ucap Myan mengalah.
Besok memang ada acara kantor yang sebenarnya dia sendiri pun sangat tidak ingin mengikutinya. Acara kebersamaan karyawan kantor yang mengharuskan mereka mendaki gunung dan berkemah di tempat terbuka. Memikirkannya saja sudah sangat melelahkan.
Rick hanya mengantar Myan kembali ke apartemennya, setelah itu dia langsung pergi untuk memenuhi janjinya dengan Alan.
Myan pun tak banyak beraktivitas setelah kembali ke apartemen. Ia hanya makan malam lalu mandi. Karena dirinya sudah berkemas untuk keperluan besok pagi, jadi ia memutuskan untuk langsung beristirahat.
****
Esoknya...
Myan meraih tas ranselnya setelah selesai menyantap sarapan paginya. Karena tak ingin terlambat ia bergegas untuk segera berangkat ke kantornya. Titik awal tempat keberangkatan dan pertemuan para peserta acara kebersamaan.
Sudah banyak karyawan lain yang berkumpul di lobi kantor saat ia memarkir mobilnya di halaman parkir. Di sana sudah tampak tiga buah bis yang berjajar rapi untuk transportasi mereka nanti.
"Myan! Kemari, cepatlah!" teriak Stevie bersemangat sambil menghampirinya.
"Kenapa kau semangat sekali? Oh, aku saja sudah capek membayangkan kita akan mendaki gunung," sungut Myan sambil menggendong tas punggungnya.
"Tentu semangat, kau tahu tidak? kita akhirnya bisa berkumpul dan melihat langsung para pria dari divisi kreatif yang terkenal tampan!" pekik Stevie sumringah.
Myan memutar kedua bola matanya. Memang Stevie sahabatnya itu sangat menyukai pria-pria berwajah tampan.
"Apa kau sudah melihat July?" tanyanya kemudian.
"Aku baru datang, aku bahkan belum sempat menutup pintu mobilku"