Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
Bibir yang merah membara, wajah dengan riasan menawan sebagai seorang yang rupawan. Tubuh yang indah di balut dengan baju yang terlihat sedikit ketat dan sexy, menampilkan bentuk tubuh yang indah seperti huruf S dengan tinggi dan berat badan yang begitu ideal, kulitnya berwarna kuning langsat sangat cocok dengan rambut yang panjang dengan ujungnya sedikit berwarna kehijauan yang tampak sedikit bergelombang.
Ia menatap lekat wajahnya di cermin sebuah kamar mandi, memperbaiki riasan wajah yang sebenarnya telah sangat sempurna.
"Cantik," batinnya sembari kesepuluh jarinya membetulkan rambut di sisi kiri dan kanan.
"Kamu tidak boleh lelah, dan harus terlihat cantik setiap saat." Ia melanjutkan kata-katanya dalam hati.
"Yuhuuuu ... Eveline." Seorang pria bertubuh tambun yang tampak sedikit melambai datang menemuinya.
"Beb ... jangan lama-lama." Ia bicara dengan aksen manja pada seseorang gadis bernama panggung Eveline itu.
Wanita itu membalasnya dengan senyuman. "Aku tidak lama, aku hanya sedang touch-up saja."
"Aku tau tapi ... untuk kali ini jangan biarkan pelanggan spesialmu menunggu." Ia mencolek pada lengan Eve dengan begitu manja.
"Pelanggan spesial?" Ia mengerutkan dahi memandang pada pria gemulai yang bernama asli Roni tapi kerap di panggil dengan nama Siska itu.
Ia tampak berbisik. "Kita dapat pelanggan baru ... dia dari kalangan konglomerat, lebih kaya dari pelanggan-pelanggan yang biasanya."
"Wow ...." Eveline terperangah.
"Kamu tau artinya ... jika dia menyukaimu maka kita akan meraih uang yang sangat banyak, dia bahkan rela jika membayar ratusan juta demi satu kali kencan yang memuaskan."
Eveline memandang pada Siska, pria yang cukup tinggi itu.
"Bukannya banyak anak baru di sini, kenapa kamu mau aku yang melayaninya? Biasanya orang seperti itu ingin gadis perawan."
"Pelanggan kali ini unik, dia sangat pemilih. Dia ingin wanita yang sudah berpengalaman dan dengan type tubuh ideal bahkan aku sudah memberikan semua foto anak di sini tapi dia hanya memilihmu, karena dia sangat suka type tubuhmu."
"Bagaimana rupa laki-laki ini? kenapa tidak minta Stephanie saja, aku kira dia akan cemburu saat tau aku mendapatkan ikan yang lebih besar darinya."
"Eve kusayang, jangan bicara bodoh ... pelanggan kita ini sudah memilih dan dia tidak memilih Vani, dia memilihmu. Masalah Stephanie nanti aku yang akan urus. Jangan Khawatir." Ia terlihat hening sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Satu lagi, aku hampir saja lupa ... pelanggan kita kali ini berbeda. Ia tampan."
"Aku rasa Vani akan merasa down saat tau aku kembali unggul. Tapi aku tidak yakin pria itu benar-benar tampan, terakhir kali demi aku mengabulkan permohonannya Siska bahkan rela berbohong padaku, alhasil aku harus melayani seseorang pria yang wajahnya hampir di bawah standar tapi ya memang kaya raya." Ia bicara sendiri dalam hati.
Eveline menghela napas. "Baiklah ... dimana aku akan bertemu dengannya?"
"Ikuti saja aku ...." Roni alias siska berjalan memimpin di depan.
Mereka sudah kembali ke dalam klub malam tempat mereka menjajalkan dagangannya, saat berjalan masuk, tampak punggung seorang pria yang sedang duduk menghadap di depan meja, sementara mereka berjalan dari arah belakang.
"Apa itu prianya? Jika ia, dia cukup tampan juga jika di lihat dari punggungnya."
***
Siska alias Roni menunduk di depan pria itu, sementara Eveline masih berjalan jauh di belakangnya, Pria tambun itu tampak menunjuk ke arah Eveline, sontak membuat pria itu berbalik menatapnya.
"Wow ... dia benar-benar tampan," Eve terlihat tersenyum sambil bersyukur dalam hati.
Eveline sudah berada di dekat mereka, tapi anehnya pria muda itu terlihat menunduk memberikan hormat padanya.
"Kenapa pria sesopan ini ada di tempat seperti ini? Apa dia baru ingin coba-coba?" Eveline tampak penasaran dengan pria yang sedang berdiri di hadapannya itu.
"Halo nona Eveline ...." Ia mengacungkan telapak tangannya, membuat Eveline membalas jabat tangannya walau pun dengan sedikit ragu.
"Hai ...." Senyuman Eveline terlihat sangat menggoda.
"Berhubung aku sudah mengurus semua perjanjian dengan Siska, sekarang kamu bisa langsung ikut denganku," bicara pria muda itu juga terdengar lembut.
Eveline menatap pada mucikari itu. "Lihatlah, dia bahkan sudah menerimanya tanpa bertanya padaku." Ia yang bicara dalam hati lanjut dengan kepala mengangguk.
Eveline mengekor pada pria muda yang ada di depannya itu. Mereka sudah ada di basement tempat sebuah mobil mewah telah terparkir. Pria itu tampak membukakan pintu penumpang untuknya, sementara ia terlihat menyetir sendiri.
"Dia menyetir? Orang kaya yang tidak menyewa jasa supir? Tapi ... dia tidak terlihat seperti pria yang pelit." Ia duduk sambil memandang punggung pria yang sibuk mengemudi di jalanan itu.
"Apa aku boleh bertanya?" tanya Eve terdengar tiba-tiba.
"Tentu saja," jawabnya dengan begitu ramah.
"Dimana kita akan bermain?"
"Kita?" Pria itu tampak sedikit menahan tawa, dan Eve terlihat malu.
Suasana mendadak hening.
"Maksudku di hotel mana?" tanya wanita itu sekali lagi.
"Sebelum aku memberi jawaban, aku ingin meluruskan sesuatu." Pria itu terlihat ramah dengan senyuman selalu tergambar di wajahnya.
Eve membalas senyum dan ucapannya. "Boleh saja."
"Sebenarnya ... bukan aku yang ingin memakai jasamu, tapi ... bosku."
"A-aa." Ia bicara terbata dengan ganggukkan sedikit kecewa.
"Pantas saja dia sangat sopan, ternyata bukan dia. Aku curiga pria kali ini jelek atau cacat, tapi berhubung dia tidak punya kekasih jadi minta jasa seperti ini." Ia bicara dan menduga-duga dalam hati.
Mereka saat ini sudah tiba di sebuah hotel mewah berbintang 5, dan mungkin hotel yang cukup terkenal di kota Jakarta. Eveline mengekori pria ini hingga ke puncak hotel. Sebuah lantai yang di setting secara khusus seperti sebuah hunian tetap yang tampak sangat mewah.
Eveline mengekori sambil mengajak pria itu bicara. "Apa dia tinggal di sini atau menyewanya?"
"Dia pemilik seluruh saham hotel ini, nona."
"Wow ... pantas saja Siska bilang dia konglomerat." Eve masih membatin dalam hati.
"Tapi ... sebelum itu, aku harap nona bisa menjaga seluruh rahasia ini," lanjutnya tiba-tiba.
Wanita itu lalu menatapnya dengan anggukan.
Mereka terlihat masuk, pintu terlihat sudah sangat canggih menggunakan face lock dan sidik jari.
"Wow ...." Eveline kembali kagum dalam hati, karena ini pelanggan terkaya yang pernah dia temui.
Saat masuk, Ia melihat seorang wanita berpakaian santai tengah duduk di sofa.
"Perempuan?" Mata Eveline membulat.
"Aku tidak menyangka dia seorang wanita, Siska benar-benar gila." Banyak pikiran aneh yang terlintas di pikirannya.
Wanita itu lantas berdiri saat pria yang tadi membawa Eve berada di hadapannya. "Nona Eveline ... dia dokter yang akan memeriksamu sebelum kamu diputuskan bertemu dengan bosku, itu karena kamu harus benar-benar sehat sebelum bertemu dengannya.
"Ini di lakukan demi mencegah masalah yang mungkin saja hadir di kemudian hari, dan juga ... menjaga agar semua tetap berjalan seperti harapan, karena kencan kali ini Tuan tidak ingin menggunakan pengaman." Ia berbicara sembari memandangi pada Eve dan dokter sesekali.
Eveline terlihat menggaruk kening yang ada di atas telingannya. "Gila ... tapi semua ini sudah kuduga," batinnya.
"Tapi ... apa bukti surat pemeriksaanku yang terakhir kali tidak berguna?" Wanita itu terlihat penasaran memandangi wajah pria yang ada di hadapannya.
Pria itu tampak menggeleng. "Walau pun surat kesehatan anda ada, tapi kami harus tetap memeriksa anda."
Eveline tersenyum masam. "Terserahlah ...," gumamnya.
Eve masih berbaring di sebuah ranjang di ruangan khusus untuk pemeriksaan area sensitifnya.
"Aku rasa dia sudah sering jajan sembarangan, lihatlah ... dia bahkan membuat ruangan khusus untuk hal seperti ini. Tapi ... tidak heran. Orang-orang kaya terkadang memang gila, mereka kehabisan akal karena uang yang mereka punya." Matanya menelisik ke setiap sudut ruangan yang ada.
"Nona Eve, semua sudah selesai." Dokter itu telah bangkit dan berdiri di sampingnya.