Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
PEMBALUT SUAMIKU

PEMBALUT SUAMIKU

Aleera Jingga

5.0
Komentar
3.2K
Penayangan
26
Bab

Laksmi dibuat kaget sepulang suaminya setelah hampir sepuluh tahun lamanya menghilang tak ada kabar. Bahkan sudah diberitakan meninggal. Terlebih mendapati perilaku aneh sang suami yang sering menyimpan pembalut bekas pakai, semakin membuat Laksmi heran dan menyimpan sejuta tanya di kepalanya.

Bab 1 1. Bab satu

PEMB4LUT SUAMIKU

"Astaghfirullah!"

Sontak aku terperangah kaget dan reflek melempar bungkusan plastik itu ke tanah. Aku terkejut bukan kepalang mendapati plastik berisi pembalut bekas pakai yang disimpan Mas Darma di saku celananya.

Untuk apa dia menyimpan pembalut bekas pakai seperti ini? Pembalut siapa ini?

"Mas ... Mas ...." Aku berteriak tak sabar memanggil Mas Darma yang berada di teras rumah dengan anak-anak.

"Ada apa sih, Bu? Gak baik tau malam-malam teriak!" sungut Mas Darma, lelaki yang bahkan diberitakan warga sudah tewas sebab bertahun-tahun lamanya tidak pulang.

Dan aku hanya bisa sabar dan menenangkan anak-anak ketika mendapati olokan demikian dari orang-orang.

Bahkan tak jarang Danu pulang bermain dalam keadaan menangis karena diolok teman-temannya bahwa Danu anak tak diinginkan yang ditinggal ayahnya.

"Mas, i-itu apa? Kenapa ada di saku celanamu?" tanyaku shock sembari menunjuk sesuatu yang tergeletak di tanah.

"Laksmi! Aku tidak suka ya kamu sembarangan membuka celanaku seperti itu! Lancang kamu sekarang, ya!" bentak Mas Darma yang membuatku tersentak kaget.

Ada rasa tak percaya dia membentakku seperti itu. Sebab, ini baru kali pertama dia meninggikan suara terhadapku bahkan hanya karena perkara sepele.

"A-aku tidak berniat seperti itu, Mas. Aku hanya ingin mencuci celanamu. Benda itu menganggu berada di sakumu dan akhirnya kuambil khawatir sesuatu yang penting," jelasku panjang lebar dengan mulut gemetar.

Tiktok 1

Pasalnya, kilatan mata Mas Darma begitu tajam dan nyalang menatapku. Seolah aku sudah melakukan hal fatal di sini.

Padahal, harusnya aku yang marah dan dia berutang penjelasan padaku. Bagaimana pembalut bekas pakai wanita bisa ada di sakunya bahkan jumlahnya tidak hanya satu. Terlebih masih ada noda darah di sana. Aku bergidik ngeri melihat bungkusan dengan plastik kresek putih itu tergeletak di lantai.

"Aku baru pulang dari perjalanan jauh, harusnya kamu ngelayani aku! Bukannya malah menanyakan hal tidak penting seperti ini! Lain kali jangan lancang membuka celanaku sembarangan!" peringat Mas Darma serius. "Bukan hanya celana, tapi apapun barang milikku!" imbuhnya sengit.

Aku menunduk takut. "I-iya, Mas. A-aku minta maaf."

Mas Darma membuang muka dan keluar kamar tanpa berkata apapun lagi.

Kejadian barusan masih tak bisa kupahami. Sejak awal Mas Darma pulang, aku merasa ada yang berbeda darinya. Namun, kupikir wajar karena kami tidak bertemu hampir menginjak satu dekade lamanya. Jadi tak heran aku merasa asing. Bahkan, kali pertama ketemu sore tadi saat dia pulang, aku sempat mematung beberapa saat dan tidak ingat siapa dia.

Sembilan tahun berpisah banyak hal yang berubah dari Mas Darma. Mulai dari postur tubuh dan wajahnya ada banyak perubahan.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Pikiranku kalut memikirkan pembalut bekas yang berada di saku Mas Darma barusan. Namun, aku tidak berani menanyakan ini lebih jauh. Situasinya sedang tidak tepat. Mungkin benar Mas Darma capek.

***

"Mi ... Laksmi ...."

"Iya, sebentar!" teriakku dari arah dapur. Tergesa aku menghampiri asal suara di teras depan.

"Budhe? Silakan masuk, Budhe," ujarku mempersilakan Budhe masuk.

"Udah gak perlu. Budhe cuma mau tanya asam jawa kamu ada stok nggak? Budhe lupa bikin kehabisan," ujar Budhe Yanti. Ia berdiri di ambang pintu.

"Oh, asam jawa. Iya aku ada stok banyak, kok. Bentar aku ambilkan. Budhe silakan duduk dulu."

Aku masuk ke dapur mengambil asam jawa yang Budhe pinta.

"Mi, itu kok ada kopi lengkap sama camilannya. Habis ada tamu siapa, Mi, pagi-pagi begini?" Budhe menunjuk meja di beranda rumah yang ada piring berisi ubi kukus serta kopi yang sudah sisa setengah di sana.

Kami sengaja menyediakan kursi lengkap dengan meja mini di beranda rumah. Sebab, jika ada tamu lelaki aku tidak boleh membawanya masuk. Jadi kujamu tamu tersebut di sini. Khawatir menimbulkan fitnah sebab aku wanita bersuami yang tinggal sendiri, sebelum Mas Darma pulang.

"Oh itu, bekas Mas Darma, Budhe," sahutku sambil tersenyum manis. Ada rasa bahagia sekaligus tak percaya akhirnya yang kami harapkan kini sudah terjadi. Mas Darma benar-benar pulang dan aku bisa membuktikan bahwa yang diberitakan orang-orang kampung tidaklah benar jika Mas Darma sudah meninggal.

Mendengar jawabanku, Budhe mengangkat alis seolah heran. "Darma? Suami kamu?" tanya Budhe ragu.

"Iya, Budhe. Alhamdulillah. Bapaknya anak-anak sudah pulang," sahutku penuh semangat.

Budhe tiba-tiba mengusap seluruh tubuhnya sembari bergidik seolah tengah merinding. Pandangannya kemudian menatap awas ke kanan kiri dan seluruh rumah.

Lantas, wanita setengah baya itu pergi begitu saja dengan melempar tatapan mengerikan padaku.

"Hii! Benar ternyata kata orang!" gumamnya seolah mencibir yang masih bisa kudengar sebelum Budhe benar-benar menjauh.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku