PEMBALUT SUAMIKU
UT SUA
alannya tertatih-tatih. Namun, matanya awas
Aku tak pernah meliha
Mira d
umah. Aku teringat Mira dan Danu yang masi
mencurigakan. Aku khawatir dia
am kemudian membuang muka masam dan segera berlalu memasuki
ntu di siang bolong begini. Aku yakin nenek itu manusia.
tinggi tubuhku. Tentunya tubuh nenek tua yang sudah bungkuk itu tenggelam d
t, kenapa tidak melewati jalan yan
," teriakku sembar
u ke arah dapur, aku bernapas lega. Rupanya mereka
ka uang belanja mulai menipis, untuk menghemat. Karena tidak tiap hari aku be
nya begitu?" tanya Mir
t raut wajahku yan
pa. Kalian suda
h mandi. Ibuk gak lu
an Danu juga?"
engeluarkan pesanan mer
i kebun jagung waktu cari siput?"
at perempuan di sini waktu kita cari sip
? Di sini di mana?" tanyaku
k-duduk di situ." Mira menunjuk bangku kayu yang berada d
" tanyaku berjong
alah lihat. Danu juga lihat kan
ayak ibuk. Tapi pas kita sam
entunya Danu tidak akan tahu tentang perempuan yang Mira maksud. Akan tetapi keduan
ungkin Danu bilang perempu
ungguh pening
? Kalian main di teras
agi, Buk!"
an sudah beres. Aku menyimpannya di lemari kayu
buk, ya. Biar Ibuk buatkan kopi. Sekarang Ibuk mau ke ka
rma. Rasa curiga dan penasaran sudah tak terbendung lagi. Untuk kali ini tak
buka tasnya bahkan melarang menyentuh celananya untuk dicuci jika tidak diperintah.
kir Mas Darma masih tidak terbiasa barang-barangnya disentuh orang lain. Aku mewaja
membantah larangan suamiku k
ini demi kebaikan k
pembalut kemarin. Buru-buru kututup, aku tidak tahan baunya. Bahkan baunya samar-samar
dan celana Mas Darma. Tak ada sesuatu yang lain mencurigaka
mukan sesuatu. Sebuah kotak berukuran kecil. Kotak yang terbuat dari
n bermata biru yang kutemukan kemarin di lemari baju terpasang rapi
suatu. Secarik kertas lusuh yang mulai berwarna kekuni
di dalamnya. Seperti kolom sebuah jadwal? Entahlah. Yang jelas t
tan yang sudah mengerin
sadar. Kertas ini di
kamar yang membuat sekujur tubuh gemetar. Takut. Disusul
wa