Mengandung area dewasa!!! Mengisahkan seorang wanita yang terpaksa menjadi wanita malam demi menghidupi keluarganya. Mendapatkan seorang pria kaya sebagai pelanggan barunya. Seorang konglomerat dan juga pengusaha di banyak bidang. Awalnya hubungan mereka sebatas hubungan pekerjaan, tapi dalam prosesnya... si pria malah terobsesi untuk memiliki Eveline sebagai simpanannya. Lama-kelamaan, kehidupan pribadi mereka mulai terkuak dan mengalami banyak goncangan. Mereka harus mengalami banyak masalah setelah saling mengenal satu sama lain. Akankah ia mendapatkan Eveline atau malah mengalami penolakan? Mungkinkah kapal mereka mampu berlayar dalam badai yang terus menghantam? Ataukah justru karam di tengah lautan?
Bibir yang merah membara, wajah dengan riasan menawan sebagai seorang yang rupawan. Tubuh yang indah di balut dengan baju yang terlihat sedikit ketat dan sexy, menampilkan bentuk tubuh yang indah seperti huruf S dengan tinggi dan berat badan yang begitu ideal, kulitnya berwarna kuning langsat sangat cocok dengan rambut yang panjang dengan ujungnya sedikit berwarna kehijauan yang tampak sedikit bergelombang.
Ia menatap lekat wajahnya di cermin sebuah kamar mandi, memperbaiki riasan wajah yang sebenarnya telah sangat sempurna.
"Cantik," batinnya sembari kesepuluh jarinya membetulkan rambut di sisi kiri dan kanan.
"Kamu tidak boleh lelah, dan harus terlihat cantik setiap saat." Ia melanjutkan kata-katanya dalam hati.
"Yuhuuuu ... Eveline." Seorang pria bertubuh tambun yang tampak sedikit melambai datang menemuinya.
"Beb ... jangan lama-lama." Ia bicara dengan aksen manja pada seseorang gadis bernama panggung Eveline itu.
Wanita itu membalasnya dengan senyuman. "Aku tidak lama, aku hanya sedang touch-up saja."
"Aku tau tapi ... untuk kali ini jangan biarkan pelanggan spesialmu menunggu." Ia mencolek pada lengan Eve dengan begitu manja.
"Pelanggan spesial?" Ia mengerutkan dahi memandang pada pria gemulai yang bernama asli Roni tapi kerap di panggil dengan nama Siska itu.
Ia tampak berbisik. "Kita dapat pelanggan baru ... dia dari kalangan konglomerat, lebih kaya dari pelanggan-pelanggan yang biasanya."
"Wow ...." Eveline terperangah.
"Kamu tau artinya ... jika dia menyukaimu maka kita akan meraih uang yang sangat banyak, dia bahkan rela jika membayar ratusan juta demi satu kali kencan yang memuaskan."
Eveline memandang pada Siska, pria yang cukup tinggi itu.
"Bukannya banyak anak baru di sini, kenapa kamu mau aku yang melayaninya? Biasanya orang seperti itu ingin gadis perawan."
"Pelanggan kali ini unik, dia sangat pemilih. Dia ingin wanita yang sudah berpengalaman dan dengan type tubuh ideal bahkan aku sudah memberikan semua foto anak di sini tapi dia hanya memilihmu, karena dia sangat suka type tubuhmu."
"Bagaimana rupa laki-laki ini? kenapa tidak minta Stephanie saja, aku kira dia akan cemburu saat tau aku mendapatkan ikan yang lebih besar darinya."
"Eve kusayang, jangan bicara bodoh ... pelanggan kita ini sudah memilih dan dia tidak memilih Vani, dia memilihmu. Masalah Stephanie nanti aku yang akan urus. Jangan Khawatir." Ia terlihat hening sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Satu lagi, aku hampir saja lupa ... pelanggan kita kali ini berbeda. Ia tampan."
"Aku rasa Vani akan merasa down saat tau aku kembali unggul. Tapi aku tidak yakin pria itu benar-benar tampan, terakhir kali demi aku mengabulkan permohonannya Siska bahkan rela berbohong padaku, alhasil aku harus melayani seseorang pria yang wajahnya hampir di bawah standar tapi ya memang kaya raya." Ia bicara sendiri dalam hati.
Eveline menghela napas. "Baiklah ... dimana aku akan bertemu dengannya?"
"Ikuti saja aku ...." Roni alias siska berjalan memimpin di depan.
Mereka sudah kembali ke dalam klub malam tempat mereka menjajalkan dagangannya, saat berjalan masuk, tampak punggung seorang pria yang sedang duduk menghadap di depan meja, sementara mereka berjalan dari arah belakang.
"Apa itu prianya? Jika ia, dia cukup tampan juga jika di lihat dari punggungnya."
***
Siska alias Roni menunduk di depan pria itu, sementara Eveline masih berjalan jauh di belakangnya, Pria tambun itu tampak menunjuk ke arah Eveline, sontak membuat pria itu berbalik menatapnya.
"Wow ... dia benar-benar tampan," Eve terlihat tersenyum sambil bersyukur dalam hati.
Eveline sudah berada di dekat mereka, tapi anehnya pria muda itu terlihat menunduk memberikan hormat padanya.
"Kenapa pria sesopan ini ada di tempat seperti ini? Apa dia baru ingin coba-coba?" Eveline tampak penasaran dengan pria yang sedang berdiri di hadapannya itu.
"Halo nona Eveline ...." Ia mengacungkan telapak tangannya, membuat Eveline membalas jabat tangannya walau pun dengan sedikit ragu.
"Hai ...." Senyuman Eveline terlihat sangat menggoda.
"Berhubung aku sudah mengurus semua perjanjian dengan Siska, sekarang kamu bisa langsung ikut denganku," bicara pria muda itu juga terdengar lembut.
Eveline menatap pada mucikari itu. "Lihatlah, dia bahkan sudah menerimanya tanpa bertanya padaku." Ia yang bicara dalam hati lanjut dengan kepala mengangguk.
Eveline mengekor pada pria muda yang ada di depannya itu. Mereka sudah ada di basement tempat sebuah mobil mewah telah terparkir. Pria itu tampak membukakan pintu penumpang untuknya, sementara ia terlihat menyetir sendiri.
"Dia menyetir? Orang kaya yang tidak menyewa jasa supir? Tapi ... dia tidak terlihat seperti pria yang pelit." Ia duduk sambil memandang punggung pria yang sibuk mengemudi di jalanan itu.
"Apa aku boleh bertanya?" tanya Eve terdengar tiba-tiba.
"Tentu saja," jawabnya dengan begitu ramah.
"Dimana kita akan bermain?"
"Kita?" Pria itu tampak sedikit menahan tawa, dan Eve terlihat malu.
Suasana mendadak hening.
"Maksudku di hotel mana?" tanya wanita itu sekali lagi.
"Sebelum aku memberi jawaban, aku ingin meluruskan sesuatu." Pria itu terlihat ramah dengan senyuman selalu tergambar di wajahnya.
Eve membalas senyum dan ucapannya. "Boleh saja."
"Sebenarnya ... bukan aku yang ingin memakai jasamu, tapi ... bosku."
"A-aa." Ia bicara terbata dengan ganggukkan sedikit kecewa.
"Pantas saja dia sangat sopan, ternyata bukan dia. Aku curiga pria kali ini jelek atau cacat, tapi berhubung dia tidak punya kekasih jadi minta jasa seperti ini." Ia bicara dan menduga-duga dalam hati.
Mereka saat ini sudah tiba di sebuah hotel mewah berbintang 5, dan mungkin hotel yang cukup terkenal di kota Jakarta. Eveline mengekori pria ini hingga ke puncak hotel. Sebuah lantai yang di setting secara khusus seperti sebuah hunian tetap yang tampak sangat mewah.
Eveline mengekori sambil mengajak pria itu bicara. "Apa dia tinggal di sini atau menyewanya?"
"Dia pemilik seluruh saham hotel ini, nona."
"Wow ... pantas saja Siska bilang dia konglomerat." Eve masih membatin dalam hati.
"Tapi ... sebelum itu, aku harap nona bisa menjaga seluruh rahasia ini," lanjutnya tiba-tiba.
Wanita itu lalu menatapnya dengan anggukan.
Mereka terlihat masuk, pintu terlihat sudah sangat canggih menggunakan face lock dan sidik jari.
"Wow ...." Eveline kembali kagum dalam hati, karena ini pelanggan terkaya yang pernah dia temui.
Saat masuk, Ia melihat seorang wanita berpakaian santai tengah duduk di sofa.
"Perempuan?" Mata Eveline membulat.
"Aku tidak menyangka dia seorang wanita, Siska benar-benar gila." Banyak pikiran aneh yang terlintas di pikirannya.
Wanita itu lantas berdiri saat pria yang tadi membawa Eve berada di hadapannya. "Nona Eveline ... dia dokter yang akan memeriksamu sebelum kamu diputuskan bertemu dengan bosku, itu karena kamu harus benar-benar sehat sebelum bertemu dengannya.
"Ini di lakukan demi mencegah masalah yang mungkin saja hadir di kemudian hari, dan juga ... menjaga agar semua tetap berjalan seperti harapan, karena kencan kali ini Tuan tidak ingin menggunakan pengaman." Ia berbicara sembari memandangi pada Eve dan dokter sesekali.
Eveline terlihat menggaruk kening yang ada di atas telingannya. "Gila ... tapi semua ini sudah kuduga," batinnya.
"Tapi ... apa bukti surat pemeriksaanku yang terakhir kali tidak berguna?" Wanita itu terlihat penasaran memandangi wajah pria yang ada di hadapannya.
Pria itu tampak menggeleng. "Walau pun surat kesehatan anda ada, tapi kami harus tetap memeriksa anda."
Eveline tersenyum masam. "Terserahlah ...," gumamnya.
Eve masih berbaring di sebuah ranjang di ruangan khusus untuk pemeriksaan area sensitifnya.
"Aku rasa dia sudah sering jajan sembarangan, lihatlah ... dia bahkan membuat ruangan khusus untuk hal seperti ini. Tapi ... tidak heran. Orang-orang kaya terkadang memang gila, mereka kehabisan akal karena uang yang mereka punya." Matanya menelisik ke setiap sudut ruangan yang ada.
"Nona Eve, semua sudah selesai." Dokter itu telah bangkit dan berdiri di sampingnya.
Beberapa saat berlalu dan Eve masih duduk di kursi sofa menunggu hasil tesnya. Pria yang tadi mengantarnya terlihat sedang mengobrol serius dengan dokter yang masih berada di dalam ruangan pemeriksaan tadi.
"Dasar ... sudah jelas aku sudah professional di bidang ini, dan tidak sembarangan menerima client tapi mereka masih meragukan kesehatan senjataku." Ia menahan kekesalan dan ocehannya dalam hati.
Laki-laki tadi sudah berdiri di hadapannya. "Nona Eve, ayo ikut aku!" ajaknya.
Pria itu mengajaknya ke sebuah ruangan ganti, dan di sana ternyata sudah tersiap sebuah kotak hadiah yang tampak indah.
"Pakai ini di dalam jaketmu sebelum bertemu dengannya." Pria itu lantas meraih kotak dan menyerahkannya pada Eve yang hanya terus tersenyum.
"Baiklah." Eve membuka kotak itu dengan santai.
Ia menatap pada benda yang ada di dalam kotak. "Sudah kuduga, tapi seleranya sungguh biasa. Tapi setelah di pikir-pikir ini cantik juga ... dengan warna hitam."
Eve telah menggunakan lingerie itu dan menutupnya dengan luaran jaket. Dia keluar dari ruang ganti dan melihat pria itu masih menunggu di depan pintu.
"Ayo ... aku sudah siap," senyumnya sembari menatap punggung orang yang telah berdiri di depannya itu.
Pria itu menoleh lalu mengangguk. "Aku rasa sekarang sudah waktunya anda bertemu dengannya. Ikuti aku dan lakukan sesuai yang aku katakan tadi."
Eve mengingat setiap kata yang tadi pria ini ucapkan. "Pakai ini dan lepaskan jaket saat pintu sudah di tutup, berjalanlah dan peluk punggungnya! Seperti kalian sudah saling mengenal walau pun dia tidak akan menyebutkan namanya, jika dia menyukaimu dia dengan sendirinya akan menyebutkan namanya padamu."
"Kenapa aku tiba-tiba gugup?" batinnya sambil mengangguk.
Mereka sudah melangkah kan kakinya memasukki pintu, Pria itu tampak pamit dan meninggalkan Eve sendiri.
Wanita itu tampak membuka jaket coat yang sedari tadi menutupi tubuhnya. Sekarang yang tersisa hanya ada lingerie yang indah. Tergambar lekuk tubuhnya juga sangat indah dan beraroma manis bagi setiap pemujanya.
"Aku harus menahan rasa gugupku." Ia bicara dan menenangkan diri dalam hati.
Eveline terlihat memantapkan langkahnya, matanya juga menelisik mencari seseorang yang malam ini harus dia layani, tapi tak terlihat siapa pun di sana. Hanya kamar yang indah dengan tempat tidur yang berukuran king size dan didominasi warna putih bening bak diamond.
Tidak seperti biasanya, Eve terlihat begitu gugup. "Kemana pria yang tadi laki-laki itu maksud, di sini kosong!" Ia tak berani menatap kemana-mana selain berjalan ke arah jendela dan menatapnya.
"Seharusnya dia berdiri di sini, dan aku berjalan ke arahnya. Tapi semua tak sesuai yang di rencanakan." batinnya sembari melihat kota Jakarta yang terlihat ramai dan penuh kemacetan dari udara.
"Seleranya gila, dia liar. Semua kaca dan tidak tertutup sama sekali. Aku berharap ini kaca yang tebal dan tidak tembus pandang dari luar." Eve tiba-tiba merasa malu saat memikirkan harus bercinta di suasana yang terasa begitu terbuka.
Eve menghela napas panjang. "Tentu saja ... dia orang kaya. Dia mampu membangun hotel dengan tipe seperti ini, kaca kualitas terbaik sangat lah barang murah baginya. Untuk apa aku memikirkan hal yang tak berguna seperti ini." Ia meracau sendiri di dalam hati.
Eveline terlihat menutup matanya. "Ada seseorang yang datang tapi kenapa aku begitu tegang dan tidak berani berbalik," batinnya, sembari menahan kegugupan.
Suara langkah seseorang berjalan semakin mendekat dan tiba-tiba terhenti tepat di belakang tubuhnya. Eveline bahkan bisa mendengar deru napas di balik telinganya.
"Benar-benar menegangkan." Eveline bergeming.
Tiba-tiba ia merasakn ada jari jari yang menyentuh ceruk lehernya, mengelus dari atas ke bawah dan sebaliknya. Belum apa-apa Eve sudah menggigit bibir bagian bawahnya dan mulai mendesah karena sensasi geli yang di terimanya.
"Sensitive," terdengar ucapan dari balik telinganya.
"Kulitmu mulus dan terawat. Wangimu juga sangat harum, aku berharap malam ini jadi malam yang menyenangkan." Ia berbisik di balik telinga Eve dengan sangat menggoda.
Wanita itu hanya bisa bergeming dan menikmatinya. Sekarang terasa sebuah kecupan di ceruk lehernya, kecupan itu terus saja naik turun di daerah sana.
Eve hanya diam dan memejamkan mata karena menahan leguhan kenikamatan yang saat ini ia rasakan. Ia bahkan tidak tahu wajah orang yang terus saja mencim tubuhnya saat ini.
Eve masih terpejam dan menikmati semuanya, tanpa ia sadari orang itu sudah ada di depannya dan mengecup setiap sudut yang ada di wajahnya.
"Aku kira akan menyenangkan jika wanita bermain dominan, karena aku sering bosan. Tapi ... ternyata aku malah menginginkan keagresifan dalam diriku bangkit. Aku akan membuatmu tidak bisa bergerak malam ini. Nikmati saja, bahkan kamu juga boleh terus memejamkan mata."
Eve ingin membuka kedua matanya tapi tiba-tiba sebuah ciuman mendarat di kelopak matanya.
"Jangan buka matamu hingga tiba di menu utama, nikmati saja ini terlebih dulu," bisiknya.
Eve terus saja mencoba menahan gejolak yang muncul. Semakin lama semakin kuat saja.
"Sial, aku penasaran. Aku sangat ingin melihat wajah lawan mainku ini. Tapi ... aku tidak berani melanggar titahnya," ucapnya dalam hati.
Sekarang pria itu membuat Eve mengalungkan kedua tangan di lehernya, ia mengangkat kedua paha Eve sedikit tinggi menuju pinggangnya, sembari tidak melepaskan ciuman mereka.
Ada desahan yang terus saja terdengar. Tiba-tiba tubuhnya terlempar di sebuah permukaan yang begitu empuk.
"Aku sudah ada di atas kasur, apa aku boleh membuka mata? Tapi aku merasa ragu untuk bertanya." Ia masih bicara dalam hati.
Sekarang Eveline benar-benar merasa terpenjara, seseorang sudah ada di atasnya.
"Sekarang bukalah matamu," ucapnya terdengar lembut.
Eve perlahan mencoba membuka matanya tapi tiba-tiba ciuman mendarat di bibirnya, sehingga dia tanpa sadar menutup erat matanya kembali.
"Sial, aku penasaran tapi ini terlalu nikmat untuk dilewatkan." Banyak kata-kata yang tersimpan saat mereka berciuman dan wanita itu hanya bisa menahannya dalam hati.
Ciuman telah selesai dan mereka tampak begitu terngah-engah, Eve yang sangat penasan dengan terburu membuka matanya dan melihat wajah orang yang sekarang ada di hadapan muka, yang hanya menyisakan jarak beberapa senti saja.
Eve mengangkat sebelah tangannya dan mencoba menutup mulut, sangking terpukaunya ia saat melihat wajah pria yang sedang mencumbunya.
Dengan napas tersenggal-sengal ia menarik tangan Eve ke samping pinggang, mencengkram dan menahannya di sana. Eve bahkan bisa mencium bau napas pria tampan ini tanpa di sadari ia berucap. "Mint."
Dengan napas yang masih naik turun dan keringat yang mulai berjatuhan pria itu bicara di hadapan wajahnya.
"Apa kamu sekarang tengah menyesal karena telah melihat wajahku?" Senyumnya menyeringai.
Eve malah memberikan ekspresi yang salah, yang tadinya ingin menggeleng tapi ia malah mengangguk.
"Sial ...." Pria itu malah tertawa. "Kamu jadi wanita pertama yang menyesal karena melihat wajahku."
Ia kembali mengecup keningnya sekilas. "Tapi ... Kamu benar-benar menarik, karena baru kali ini ada wanita yang berkata menyesal menatap wajahku."
Bukannya bicara ia malah bergeming menatap setiap detil wajah pria yang ada di hadapannya itu.
Hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih, dan matanya hitam kecoklatan, tipe sempurna untuk pria Asia, rambutnya juga tampak hitam pekat.
Laki-laki ini mulai melapaskan cengkramannya dan beralih mengelus pipi Eve.
"Kamu sangat cantik, lebih cantik dari wanita yang tadi pagi kulihat di foto. Aku rasa aku tidak akan menyesal jika menghabiskan uang untuk wanita sepertimu.
"Tapi ... kita akan tahu setelah memulai permainan dan tercetak sebuah gol yang indah. Apakah kemampuanmu sebanding dengan keindahan wajah dan tubuhmu atau tidak sama sekali." Eve hanya bisa meneguk banyak salivanya.
Tangan pria itu sudah begitu liar kemana-mana, tidak seperti biasanya Eve yang juga sangat liar dan pandai bercinta malah diam mematung dan hanya bisa meikmati setiap sentuhannya.
"Dia benar-benar seorang dewa di ranjang," batin Eve.
Sepanjang waktu Eve hanya mendesah di bawah tubuhnya, seolah permainan pria ini terlalu agresif dan dominasinya, sangat sulit dikalahkan.
Mereka sama-sama terengah-engah karena sudah memainkan permainan yang cukup lama. Setelah beberapa saat sekarang giliran Eve yang harus bekerja lebih keras dari atas.
"Kerja sama yang luar biasa. Aku benar-benar terpukau dan aku merasa tidak sia-sia, saat menerima rekomendasi seseorang yang kemarin telah menyebutkan namamu." Ia terus saja mengajak Eve bicara, tapi wanita itu terlalu sibuk dengan gerakannya.
Mereka sudah sama-sama terkapar dan lelah bertempur semalaman.
Pria itu masih memeluk Eve dengan erat, hingga wanita itu terbangun dari tidurnya karena dekapan yang terlalu ketat.
"Aku akan mati," teriaknya tiba-tiba. Pria itu tampak tersentak karena mendengar ucapan wanita yang sedari tadi di pelukannya itu.
Suasana lalu terdengar kembali hening. Laki-laki ini lalu bangkit dan mendudukkan posisi tubuhnya.
Bab 1 Pelanggan Kaya
12/02/2025
Bab 2 Permainan Utama
12/02/2025
Bab 3 Tawaran Menggiurkan
12/02/2025
Bab 4 Sekilas Penyesalan
12/02/2025
Bab 5 Alexa Dara
12/02/2025
Bab 6 Pria Mesum
12/02/2025
Bab 7 Istri & Ibu
12/02/2025
Bab 8 Aku Tidak Bisa
12/02/2025
Bab 9 Ciuman Gelap
12/02/2025
Bab 10 Gagal Berkencan
12/02/2025
Bab 11 Datang Ke Jakarta
12/02/2025