Kebahagiaan yang tujuh tahun ini selalu mengitari dirinya kini telah sirna dalam sekejap mata. Sosok yang selama ini ia banggakan dan agungkan telah menancapkan duri tajam. Menusuk relung hati hatinya yang paling dalam. "Kenapa Mas tega melakukan ini padaku? Apa salahku, Mas? Apa?!" pertanyaan beruntun keluar dari perempuan beranak satu sembari terisak-isak dalam tangisnya. Jilbab navy menjulur ke dadanya kini telah basah. Ia berusaha mengusap kedua pipinya karena air mata yang terus mengalir deras tanpa henti. Kehidupannya kini terasa begitu suram. Dadanya sangat sesak, matanya sembab dengan lutut yang sudah bergetar hebat hingga tak mampu lagi untuk menopang badannya. Apa perempuan itu masih bisa mengulas senyuman di bibirnya setelah sang suami merenggut segala kemanisan yang selama ini telah mereka bina?
Setelah menunaikan ibadah solat isya, Siska mengadahkan kedua tangannya, memohon kepada Allah SWT. Agar selalu menjaga suami tercintanya saat berada dimana saja.
Suaminya adalah seroang lelaki berambut hitam lekat dengan perawakannya yang tinggi. Wajah berseri, mata kecoklatan dengan hindung mancung, serta ditambah dengan rahang yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus yang nyaris menyamai pangeran dari negeri Arab.
Ia adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab dan penyayang dalam keluarga, serta taat beribadah.
Sekalipun ia tak pernah alpa untuk membahagiakan Siska, lahir, dan batin. Bagaimana Siska tak semakin cinta pada suaminya jika semua sikap manis dan perhatiannya membuat hati Siska seakan di tumbuhi bunga-bunga yang disirami air surga?
Setiap pagi suaminya itu selalu memberikan senyum manis dan pelukan hangat untuk Siska.
Namun, sudah empat hari ini suaminya belum pulang ke rumah karena pergi keluar kota, ada beberapa urusan kantor yang harus suaminya kerjakan dan terpaksa meninggalkan istri dan putri kecilnya yang baru berusia tiga tahun di rumah.
Siska meremas mukenahnya sembari menahan buliran air yang ingin keluar dari kedua kelopak matanya. Tak dapat dipungkiri, ia sangat merindukan sosok suaminya itu.
Ia duduk diatas kasur seraya memandang wajah lugu dan manis putri kesayangannya yang bernama Aqila, lalu mengecup perlahan pipi chubby Aqila dan tersenyum.
Putri kecilnya itu memang memiliki wajah yang sangat mirip dengan ayahnya, hingga tiap kali Siska merindukan suaminya ia akan memandang dan mengecup pipi putrinya itu.
"Mas, kamu kapan pulang?" gumam Siska lirih, lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja dekat lampu duduk.
Ia hanya memastikan ada pesan atau tidak dari suaminya itu, karena tidak ada ia pun memutuskan untuk pergi ke dapur, membuka lemari pendingin dan menuangkan air dingin ke dalam gelas kaca dengan gagang kecil di bawahnya.
Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan.
'Ceklek.'
Terdengar suara pintu terbuka, Siska melihat suaminya membawa koper dan masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum," ucap Ilham, suami Siska yang baru saja kembali dari luar kota.
Seketika senyum Siska merekah lebar, ia sangat bahagia. Akhirnya suaminya sudah kembali, ia pun segera mengampiri suaminya itu. Mengecup punggung tangan Ilham dan menghamburkan tubuhnya ke pelukan Ilham.
"Mas, lama banget si," ucap Siska dengan suara manja.
Ilham tertawa ringan sembari membelai kepala istrinya.
"Iya sayang, maaf. Kan Mas kerja begini juga demi kamu sama Qila," balas Ilham, lalu tersenyum memandang wajah manis istrinya.
"Bagaimana kabar, Mas? Apa urusannya lancar?"
"Alhamdulillah lancar," balas Ilham dan diiringi dengan senyuman.
"Mas kelihatan sangat tampan sekali, abis cukur ya, Mas?" tanya Siska sembari menatap wajah suaminya dan masi diiringi dengan senyum.
"Uhm, i-iya," jawab Ilham, namun dengan nada sedikit bergetar.
Ilham melepaskan pelukannya dan kini tatapannya berubah sedikit canggung, lalu ia pun menundukkan kepalanya.
Jelas saja Siska merasa heran dengan sikap suaminya yang tiba-tiba berubah.
"Mas!" panggil Siska dengan suara lembutnya, tetapi tidak ada jawaban dari Ilham. Sehingga membuat Siska sedikit merasa khawatir dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan suaminya itu.
"Mas! Ada apa?" tanya Siska seraya menguncang lirih pundak Ilham.
Kini barulah Ilham kembali mengangkat kepalanya dan memandang Siska dengan tatapan bersalah. Membuat Siska sedikit mengernyitkan dahinya dan menatap Ilham dengan terheran-heran.
"Mas, ngomong dong! Jangan bikin orang bingung!"
Ilham mencoba menenangkan hatinya sejenak, mengirup napas dalam-dalam sembari memejamkan kedua matanya lalu menghembuskannya dengan perlahan.
Kedua tangan Ilham kini telah memegang kedua tangan Siska dengan lembut, lalu mengecupnya perlahan.
"Sebelumnya Mas mau minta maaf ya sama kamu," ucap Ilham dengan nada yang sangat lirih.
Siska merasa tenggorokannya seperti ada yang mencekik dengan sangat kuat, hingga ia kesulitan untuk menelan tali safinya. Ia tau pasti ada hal buruk yang kini telah terjadi, tiba-tiba air matanya menetes tanpa ia tahu apa penyebabnya.
"Sebenarnya ada apa, Mas? Tolong katakan!"
"Ehm, anu Sayang, aku ingin bicara," kata Ilham sambil menuntun tangan Siska menuju kursi ruang tamu. Siska yang dituntun seperti itu mengikuti namun dalam hatinya mulai berdesir tak nyaman.
"Mas mau bicara sama Siska, tapi Mas mohon agar Siska tidak terburu-buru marah dan emosi dulu ya!"
"Apa sih, Mas? Bilang aja! Jangan bikin mati penasaran deh, mau bicara kabar baik atau kabar buruk sih?"
"A-anu." Ilham tampak sangat ragu-ragu.
"Mas..." Siska menunggu kalimat Ilham yang terjeda tadi.
"Kamu percaya sama Mas engga, kalau semua yang Mas lakuin itu demi kebaikan keluarga kita? Mas yakin kamu istri terbaik yang Allah kasih dan Mas akan selalu mencintaimu, Sayang."
"Apa sih, jangan bertele-tele!" ucap Siska dengan perasaan yang tidak karuan, tanpa bisa ia bendung lagi air matanya kembali mengalir membasahi pipi.
Terdengar suara langkah kaki yang sedang mengenakan high heels.
"Siapa itu, Mas?"
Orang yang ditanya Siska hanya menunduk dalam. Ia menguncang-guncang lengan Ilham agar segera menjawab pertanyaannya. Ia paham sesuatu tidak baik telah terjadi, sebuah bencana atau entahlah. Siska terus bertanya-tanya dan air matanya kian menderas hingga bayangan wanita itu hadir sempurna di depan pintu utama.
Mengenakan gamis berwarna armi dengan jilbab menjulur ke depan. Wanita itu menunduk tak sedikit pun menatap ke arah Siska.
"Kamu siapa?" tanya Siska dengan suara yang hampir tercekat.
Wanita itu tidak menjawab dan tetap menunduk sambil meremas gamisnya.
"Dia siapa, Mas?" Intonasi Siska seketika meninggi.
"Nabila, istriku."
Seketika pendengaran di telinga Siska menghilang, semunya bening. Ia bak tersambar pentir di siang bolong, semuanya hening, hanya hembusan angin yang dapat Siska tangkap sejenak. Ia menatap wajah wanita cantik itu, ya, Siska memastikan dirinya tidak bermimpi.
Kini dadanya terasa sangat sesak hingga membuatnya kesulitan untuk bernapas. Ia memadang wajah suaminya yang kini sedang menatap dirinya dengan mata nanar.
"Mas, yang benar saja? Ini hanya mimpi, kan?" tanya Siska lirih, energinya terkuras habis hingga membuatnya sangat lemas dan tersungkur ke lantai.
"Ini kenyataan Siska, bukan mimpi," ujar Ilham dengan tegas.
Membuat hati Siska seperti tercabik-cabik dan ia menjadi sangat lemah, lalu terisak dalam tangisnya yang sudah tak sanggup untuk ia tahan.
"Sebenernya aku sudah sampai ke rumah sehari yang lalu, tapi di jalan ada suatu musibah. Aku tak sengaja menabrak seorang kyai di pondok besar yang sedang berdiri di pinggir jalan di dekat dengan pondoknya," ucap Ilham terhenti sejenak lalu menarik napasnya, ia mencoba untuk merilekskan pikirannya dulu sebelum menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya kemarin pagi.
"Lalu Kyai itu tidak terima dan memintamu untuk menikahi wanita itu? Wanita itu anak seorang Kyai?" tanya Siska dengan nada tinggi sembari masih terisak-isak.
"Kyai itu adalah guru besar di pondok yang telah lama ia besarkan, ia hanya ingin melihat putrinya segera menikah sebelum Allah mengambil nyawanya. Keadaanya kemarin sangat kritis, aku merasa sangat bersalah, karena aku lah yang menyebabkannya menjadi seperti itu, Siska" jelas Ilham dan menatap Siska dengan penuh rasa bersalah.
Bab 1 Tertampar Kenyataan
11/11/2023
Bab 2 Tidak Ihklas
11/11/2023
Bab 3 Kepiluan
11/11/2023
Bab 4 Putus Asa
11/11/2023
Bab 5 Minta Cerai
11/11/2023
Bab 6 Berbadan Dua
11/11/2023
Bab 7 Perdebatan Hebat
11/11/2023
Bab 8 Ingin Pergi Ke Rumah Bapak
11/11/2023
Bab 9 Mencari Ketenangan
11/11/2023
Bab 10 Keluar Dari Rumah
16/11/2023
Bab 11 Kehilangan Kandungan
02/12/2023
Bab 12 Kecemasan Dan Was-was
02/12/2023
Bab 13 Menjelaskan Pada Ibu Dan Bapak
02/12/2023
Bab 14 Kecewa
02/12/2023
Bab 15 Lebih Sakit Luka Yang Kau Beri
02/12/2023
Bab 16 Jangan Merayu!
02/12/2023
Bab 17 Masuk Rumah Sakit
02/12/2023
Bab 18 Siska Atau Nabila
02/12/2023
Bab 19 Aqila Malang
02/12/2023
Bab 20 Kesayangan Bunda
02/12/2023
Bab 21 Datang Bersama Madu
09/12/2023
Bab 22 Meluapkan Emosi
11/12/2023
Bab 23 Pendarahan
18/12/2023
Bab 24 Butuh Dua Kantung Darah
19/12/2023
Bab 25 Nabila Membuat Ilham Marah Besar
20/12/2023
Bab 26 Mendapatkan Donor Darah
21/12/2023
Bab 27 Suara Hati Nabila
22/12/2023
Bab 28 Berhasil Melewati Masa Kritis
23/12/2023
Bab 29 Kebimbangan Ilham
24/12/2023
Bab 30 Nabila Keterlaluan
25/12/2023
Bab 31 Akhirnya Sikapnya Terlihat
26/12/2023
Bab 32 Selamat Tinggal Sayang
27/12/2023
Bab 33 Kunci Ketenangan Hati
28/12/2023
Bab 34 Mengambil Keputusan
29/12/2023
Bab 35 Nasib Baik Yang Tidak Berpihak
30/12/2023
Bab 36 Usaha Membujuk Siska
31/12/2023
Bab 37 Membesuk Bapak
01/01/2024
Bab 38 Terlalu Percaya Diri Itu Tidak Bagus
02/12/2024
Bab 39 Kebijaksanaan
03/01/2024
Bab 40 Mengingat Kejadian Lalu
04/01/2024