Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hasrat Suamiku
5.0
Komentar
1.5K
Penayangan
4
Bab

Raka dan Alya merupakan pasangan suami istri yang sangat romantis dan harmonis . Tapi sayang keharmonisan mereka tidak bertahan dengan lama karena adanya orang ketiga di dalam rumah tangga mereka. Raka sendiri merupakan direktur di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang fashion perusahaan yang dimiliki oleh keluarganya sendiri. Sedangkan Alya adalah anak dari keluarga sederhana yang memiliki usaha toko roti. Bagaimana kelanjutan kisah rumah tangga mereka. Yukk ikuti kisahnya😊😊

Bab 1 Bahagia dan Pilu

Namaku Alya Annisa, usiaku 24 tahun. Kelopak mataku terbuka saat suara alarm berbunyi, sejenak aku terdiam, menatap jam weker yang telah menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit. Rasanya kaki ini berat untuk beranjak turun dari tempat tidurku, hidung mancung, bibir tipis, dengan gaya rambut short comb-over membuatku ingin selalu berada di dekapannya yang hangat saling berhadapan memandangi wajahnya yang sangat tampan mempesona seolah membuat kutub utara meleleh.

"Kenapa, apa kamu mau lagi?" tanya pria tampan di hadapanku, tapi aku tak menghiraukannya karena pikiranku dan mataku terfokus pada wajah tampannya.

"Sayang, Mas tanya masih mau lagi kah?"

Lagi-lagi aku tak menghiraukannya.

"Sayang ...."

"Em ... i-iya mas ... Mas tadi tanya apa?"

"Mas tanya apa sayang masih kurang?" tanyanya dengan senyuman manis menggoda.

"Lanjut nanti malam ya, Sayang," bisikku, mesra di telinganya.

"Mas sangat bahagia sekali punya istri seperti dirimu, Dek. Mas janji akan setia dan buat kamu bahagia selamanya," janjinya sembari mengecup kening dan bibirku.

"Terima kasih Mas sudah menjadi suami yang baik untukku, aku janji Mas akan jadi istri yang lebih baik lagi untuk Mas," kataku, kemudian kupeluk erat suamiku, terasa ingin terus bermanja-manjaan di tempat tidur.

Andai saja hari ini Mas Raka libur kerja, pasti aku bisa berlama-lama mesra seperti ini dan melanjutkan apa yang belum tuntas.

Tapi itu hanya khayalan semataku saja, nyatanya Mas Raka harus pergi kerja demi menghidupiku dan membahagiakanku.

Detik selanjutnya, jam wekerku kembali berbunyi, waktu telah menunjukkan pukul empat lewat empat puluh lima menit seakan memaksaku untuk bangun dan melakukan aktivitas seperti biasa.

"Mas, aku rebuskan air dulu."

Seperti biasa, setiap pagi aku harus merebus air, membuat secangkir kopi untuk suami tercinta.

"Sayang, tolong ambilkan Mas handuk," teriak Mas Raka dari dalam kamar mandi.

"Iya, Mas. Bentar," jawabku sembari berjalan cepat mengambilkan handuk untuknya.

"Cepetan, Sayang," seru Mas Raka, yang tak sabaran.

"Iya, Mas. Ini handuknya." Kuulurkan handuk yang kubawa ke arahnya. Tapi ....

"Mas!" Aku memekik tertahan, terkejut ketika tiba-tiba Mas Raka menarikku ke dalam kamar mandi juga.

"Apa-apaan sih kamu Mas?" Tanyaku sambil tersipu malu dan pipi memerah.

"Sayaang, kan sudah lama kita nggak mandi bareng," Jawab Mas Raka dan memelukku dari belakang.

Setelah selesai mandi, kulihat jam dinding waktu menunjukkan jam lima lewat lima menit.

Seperti biasa, Mas Raka mengajakku sholat subuh berjamaah. Seusai sholat, aku pun segera menyiapkan sarapan untuk Mas Raka.

Sebagai seorang istri sudah menjadi tugasku di pagi hari menyiapkan sarapan bekal mencuci baju dan menyiapkan keperluan suami untuk bekerja. Suamiku bekerja sebagai direktur di perusahaan IF GROUP, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fashion.

"Mas, sarapan dulu ini sudah aku siapain,"teriakku memanggil Mas Raka.

"Iya, Sayangku," jawab.Mas Raka sembari berjalan ke arahku.

"Ini udah dibuatin kopi tapi nggak diminum kebiasaan sekali," gumam Alya yang merasa kesal.

" Sayang ku, jangan cemberut nanti manisnya hilang loh. Tau nggak kalau masakan kamu memang paling enak yang pernah aku makan sepanjang sejarah,"

Rayu Mas Raka, sedang menikmati nasi goreng yang aku buat. Aku pun kembali tersenyum lebar mendengar Mas Raka mengatakan itu padaku, Mas Raka merupakan sosok romantis dengan sejuta gombalan yang ada di pikirannya, selalu membuat aku mencair bagaikan lilin yang terbakar api dan aku terbakar api asmara setiap kali ia mengeluarkan rayuan maut.

" Mas ini bekalnya jangan lupa dimakan," Kuletakkan bekal Mas Raka ke dalam tasnya.

" Iya. Sayang Mas berangkat dulu ya,"

Ucapnya lalu dikecup kening dan pipiku. Kemeja lengan panjang bewarna biru dengan balutan dasi di leher celana hitam dan sepatu pantofel lihatlah betapa gagah dan tampan sekali suamiku itu, dengan senyum-senyum kurapikan dasi Mas Raka lalu kucium tangannya, Mengantar sampai ia masuk ke dalam mobil

Mobil silver milik Raka perlahan-laha meninggalkan pelataran rumah, membelah jalan raya menuju ke kantor.

Ku lambaikan tangan dan menutup pintu. Saat bersamaan, suara handphone berdering dengan cepat aku berlari menuju sumber suara itu.

"Hallo, Iya benar. Apaa...

Aku terkejut handphone yang berada dalam genggamanku pun terjatuh seketika butiran bening mengalir deras dari kelopak mataku ya benar aku adalah orang yang mudah meneteskan air mata, dengan gegas ku mengambil kunci mobil tanpa pedulikan lagi pakaian apa yang kupakai dan bagaimana penampilanku.

Kukemudikan mobil berwarna hitam dan kutancap gas dengan kecepatan seratus kilo meter per jam tanpa peduli lagi rambu-rambu lalu lintas. Rasa takut kehilangan yang terus menghatuiku membuat aku seperti orang yang kehilangan akal, cukup sekali aku merasakan sakitnya ditinggal pergi.

Di jam delapan lewat dua puluh sembilan menit Alya tiba di salah satu rumah sakit di kota A. Perjalanan dari rumah Alya ke rumah sakit hanya memakan waktu empat puluh sembilan menit bagi Alya yang seharusnya jarak tersebut ditempuh selama satu jam lebih sepuluh menit bagi pengendara lain. Beruntung jalan raya tidak begitu ramai jadi Alya bisa tiba dirumah sakit dengan cepat.

Setiba dirumah sakit Alya memarkirkan mobil lalu berlari menuju resepsionis.

"Permisi, mbk dimana ruangan pasien yang bernama ibu Nurhayati?" tanya Alya dengan terburu-buru.

" Di ruangan Melati, nanti mbk lurus saja lalu belok kanan sebelah kiri paling ujung."

Kata resepsionis pada Alya.

Dengan cepat Alya berlari menuju ruangan yang dimana orang terkasih tersebut berada.

"Ibuu... Kenapa bisa seperti ini...." Teriak Alya yang berlari merangkul tubuh ibunya yang terbaring.

Tak henti-henti mengalirkan butiran bening dengan tesedu-sedu. Hati Alya bagaikan tersambar petir melihat orang yang paling di sayang dan berharga tebaring lemah di atas peristirahatan itu. Lalu, Alya duduk di sampingnya sambil memegang tangan ibunya. Iya benar orang yang sedang terbaring lemah itu adalah seorang yang merawat dan membesarkan Alya.

"Alya, tadi ibu kamu terbaring di lantai saat saya ingin membeli roti di toko."

Ucap seorang ibu-ibu yang merupakan tetangga sebelah toko. Beruntung masih ada orang yang berbaik hati membawa ibu Nurhayati ke rumah sakit.

" Kamu yang sabar ya Alya, Ibu pergi dulu," Kata ibu itu mengusap bahu lalu merangkul Alya. Alya pun mengangguk dan menangis.

"Terima kaa-sih bu. Maaf merepotkan," kata Alya sembari meneteskan air mata.

Selama ini Nurhayati memiliki riwayat penyakit jantung, namun Ibu Nurhayati merahasiakannya dari Alya karena beliau tidak ingin membuat anaknya merasa khawatir padanya.

" Maafkan aku bu, aku belum bisa menjadi anak berbakti kepadamu tidak bisa menjagamu dengan baik." ucap Alya merasa bersalah pada ibunya.

Nurhayati tinggal seorang diri di rumah wanita mandiri yang tidak mau merepotkan anaknya telah membesarkan dan menghidupi Alya seorang diri dengan berwirausaha jualan roti, suaminya meninggal saat Alya masih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar.

Toko roti itu merupakan usaha yang di rintis oleh mendiang suaminya yang dulu berjualan keliling menggunakan gerobak dari kampung ke kampung hingga kini menjadi sebuah toko yang permanen.

Setelah beberapa jam kemudian, Nurhayati tersadar ia merasakan ada yang memegang tangannya dan menariknya perlahan Alya pun terbangun melihat sosok ibunya telah siuman. "dimana ini?"

Mengusap-usap matanya dan sontak terkejut "Ibu sudah bangun, bu ini di rumah sakit, ibu kenapa bisa sakit seperti ini? tanya Alya dengan lirih.

"Ibu tidak apa-apa Nak.... Hanya kecapekan saja"Ucap Nurhayati yang seolah tidak mau membuat anaknya khawatir.

"Suami kamu mana?," sambungnya.

"Nanti aku telpon Mas Raka, aku mau menemani ibu disini aku tak ingin ibu kenapa-kenapa," Alya merogoh kantong bajunya, ternyata dia lupa kalau tadi menjantuhkan handphone miliknya dilantai rumah.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku