/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
Suara hujan mengguyur kaca jendela kantor Mahardika Corp di lantai dua puluh lima. Lampu-lampu kota Jakarta yang gemerlap hanya menjadi latar samar di balik embun dan gemuruh malam. Jam menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh ketika Nadira Almeira, mengenakan blouse putih sederhana dan rok pensil hitam, masih berada di meja kerjanya, menuntaskan laporan keuangan yang harus diserahkan esok pagi.
Ia tidak mengeluh. Bekerja lembur sudah menjadi rutinitas sejak bergabung sebagai sekretaris pribadi Elvano Mahardika, pria muda berusia tiga puluh satu tahun dengan reputasi dingin dan tak tersentuh. Wajahnya rupawan, sikapnya tak kenal kompromi. Pria itu dikenal tanpa ampun terhadap kesalahan, dan Nadira telah belajar sejak awal: jangan buat satu pun kesalahan fatal.
Namun malam itu berbeda.
Tepat pukul sembilan tiga puluh, pintu ruang kerja Elvano terbuka. Nadira mengangkat wajahnya dan menemukan atasannya berdiri tegak di ambang pintu, mengenakan kemeja abu gelap yang bagian atasnya sedikit terbuka, wajahnya tak bisa dibaca. Mata pria itu menatapnya dengan tajam, terlalu tajam. Jantung Nadira berdegup aneh, merasa ada yang salah, tapi dia tak tahu apa.
"Masuk," perintah Elvano singkat.
Dengan langkah hati-hati, Nadira bangkit dan masuk ke dalam ruangan besar bergaya modern itu. Lampu remang menyinari meja besar dari kayu hitam, kursi kulit, dan rak buku yang tersusun rapi. Aroma kopi dan parfum maskulin samar memenuhi udara.
"Ya, Pak?" tanyanya pelan, menjaga nada suaranya netral.
Elvano berjalan pelan mengelilingi meja, lalu menatapnya dalam-dalam. "Kau pikir aku bodoh, Nadira?"
Nadira mengernyit. "Maaf, saya tidak mengerti."
"Kau menjebakku. Dengan obat, dengan niat busuk. Kau tahu benar apa yang terjadi malam Jumat itu. Jangan pura-pura polos."
Mulut Nadira terbuka, nyaris membantah, tapi ia terlalu bingung. Malam Jumat? Yang dia ingat, malam itu dia hanya membantu menyusun berkas hingga larut lalu pulang. Dia tidak pernah menyentuh minuman atau makanan apapun milik atasannya.
"Apa maksud Anda, Pak? Saya tidak melakukan-"
"Diam!" hardik Elvano, nadanya tajam seperti cambuk. "Kau racuni minumanku. Kau buat aku kehilangan kendali. Dan sekarang, beredar rumor kalau aku menghabiskan malam dengan sekretarisku. Semua orang mulai bicara, dan kau tahu siapa yang jadi tertuduh? Aku."
Nadira menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan guncangan emosinya. "Saya tidak tahu apa-apa soal itu... Saya bahkan tidak ingat malam itu seperti yang Anda ceritakan."
"Kau memang aktris yang hebat," sindirnya sambil tertawa dingin. "Tapi drama ini sudah selesai."
Dengan satu gerakan cepat, Elvano membuka laci mejanya, menarik segepok uang ratusan ribu dan melemparkannya ke wajah Nadira. Uang itu berserakan di lantai, beberapa lembar menempel di rambut dan tubuhnya.
"Itu bayaran untuk jasamu. Sekarang enyah dari kantor ini. Kau dipecat."
Seketika dunia Nadira runtuh.
Air matanya langsung jatuh, tapi dia tidak menyeka. Tangannya mengepal di sisi tubuh, tubuhnya bergetar. Ia menatap Elvano, bukan dengan air mata yang memelas, tapi dengan sorot yang hancur-dan marah.
"Anda tidak tahu apa yang Anda lakukan," bisiknya lirih. "Saya tidak pernah menyentuh Anda. Saya tidak pernah menjebak siapa pun. Tapi Anda... Anda bahkan tidak memberi saya kesempatan untuk menjelaskan."
Elvano tidak berkata apa-apa. Matanya tetap dingin.
/0/24233/coverorgin.jpg?v=ff9073c1b50b906c5a511041400bc717&imageMogr2/format/webp)
/0/6747/coverorgin.jpg?v=807212977639f4c77f368e8bed964892&imageMogr2/format/webp)
/0/18161/coverorgin.jpg?v=2e199a2fe78ce3584a6270b9d8aa027d&imageMogr2/format/webp)
/0/15282/coverorgin.jpg?v=bbcb851a570e3b69dcb8e61c95dc2b60&imageMogr2/format/webp)
/0/3601/coverorgin.jpg?v=83a5f88faaca10c1cf20247d703c0875&imageMogr2/format/webp)
/0/23840/coverorgin.jpg?v=20250607090808&imageMogr2/format/webp)
/0/17461/coverorgin.jpg?v=fe90480b6093bb9bb2b784bd53f011bd&imageMogr2/format/webp)
/0/20052/coverorgin.jpg?v=3110406b87087a33ea8a95c8812417b9&imageMogr2/format/webp)
/0/27882/coverorgin.jpg?v=fb3af0b7aa134f32aba29157ac30ac5c&imageMogr2/format/webp)
/0/20178/coverorgin.jpg?v=b906cdb76c55b25fcbb130d5b6a2c989&imageMogr2/format/webp)
/0/19179/coverorgin.jpg?v=e247542b41ba980e2273d0e92daa010e&imageMogr2/format/webp)
/0/29609/coverorgin.jpg?v=c54c1933a1aece1644681f8607cc9f49&imageMogr2/format/webp)
/0/29581/coverorgin.jpg?v=cef77ef63ec72ae6bb83987cf0e7c459&imageMogr2/format/webp)
/0/24262/coverorgin.jpg?v=d429ea85c8fd7e620072a4fd1bb1787e&imageMogr2/format/webp)
/0/28727/coverorgin.jpg?v=9be90b1b4ecaf6f4ebc0c2811c170f5f&imageMogr2/format/webp)
/0/28886/coverorgin.jpg?v=990aa4b0743153405a92edba20938b8d&imageMogr2/format/webp)
/0/25081/coverorgin.jpg?v=3d5c547eb2a541aeedf7de0c0cc15e76&imageMogr2/format/webp)
/0/29180/coverorgin.jpg?v=37718d569ab1621ce3b76543300ebe2c&imageMogr2/format/webp)
/0/28969/coverorgin.jpg?v=e2667e0f3676b243d8721eb0c8a0c167&imageMogr2/format/webp)