Nur adalah seorang menantu yang berasal dari keluarga kurang berada, Sedangkan Andi-Suaminya adalah lelaki yang berasal dari keluarga Mampu. Nur sering di hina karena dia miskin, sakit hati membuat Nur bertekad membuka usaha, semakin lama usahanya maju pesat hingga Nur kaya raya. Saat materi sudah di milikinya, Nur malah di khianati.
Part 1
"Nur, Andi. Tanggal 23 ini di rumah kakak ada hajatan ngunduh Mantu si Jeki, jangan lupa kalian datang lebih cepat, kalau bisa nginap sekalian dirumah kakak, apalagi kamu, Nur. Kamu itu harus bantu bantu dirumah Kakak, jangan datang cuma makan aja, awas kamu! " Celetuk Iparku dengan muka judesnya, dalam hati sangat dongkol dan geram tapi ku tahan agar tidak bertengkar di depan Mas Andi, Suamiku.
"Iya, Kak. Kami akan datang lebih cepat kok, ya kan, Mas? "
"Iya, Kak. Kakak gak usah khawatir. Bila perlu Anda akan libur kerja biar bisa bantu acara kakak"
Mas Andi begitu patuh dan nurut sama kakaknya, apapun yang kakaknya katakan pasti di patuhi, beda cerita jika Aku yang minta, banyak sekali alasan.
"Ya sudah kalau gitu, kakak pulang, ingat ya. Jangan telat datang kalian"
"Iya, Mbak. " Sahut kami kompak.
***
Hari ini, dirumah Kakak Iparku akan di adakan pesta ngunduh mantu anaknya, jauh jauh hari kakak Ipar sudah mewanti wanti agar aku dan Mas Andi untuk bantu bantu dirumah kakak Ipar.
Suamiku, anak paling bungsu dari lima saudara. Kakak ipar yang punya hajat adalah anak pertama namanya Mba Ati, mereka lima bersaudara dua perempuan tiga laki laki.
Aku adalah ipar paling bungsu dikeluarga suami. Setelah menikah, kami memutuskan mengontrak rumah, karena belum punya uang untuk membangun rumah sendiri, ditambah penghasilan suamiku yang tak seberapa dari hasil ojek.
Sementara, kakak dan Abang iparku semua sudah memiliki rumah sendiri dari usaha masing masing, bisa dibilang kami lah yang paling miskin diantara keluarga suamiku.
Semenjak menikah, suami menyuruhku agar dirumah saja, menjadi ibu rumah tangga. Kuturuti saja kemauan suamiku karena Aku ingin menjadi istri yang baik dan berbakti pada suami.
________
Sehari sebelum acara pesta, aku dan Mas Andi sudah menginap dirumah kakak ipar pertama, mbak Ati. Dan itu atas permintaan kakak ipar ku.
Aku dan suami mengerjakan apa saja yang bisa kami bantu, memasak, mencuci piring, membersihkan ikan, membersihkan rumah, dan sebagainya.
Sementara kulihat ipar-ipar lain mereka hanya datang terlambat dan hanya makan makan saja. Tak sepertiku yang sedari kemarin sudah pontang panting didapur. Mungkin mereka terlalu sibuk mengurus usaha suaminya jadi tak sempat bantu masak apalagi mencuci wajan yang luar biasa kotor.
Pesta pun usai, malam pun tiba. Semua tamu undangan pulang kerumahnya masing masing, tinggallah keluarga inti dirumah mbak Ati, Kakak iparku.
Yang membuatku sedih dan miris adalah, ipar lain yang datang terlambat, datang hanya untuk makan makan saja, tapi justru mereka dikasih rantang satu persatu lengkap dengan isinya. aku melihat dengan mata kepala ku sendiri. sedih sekali hatiku, mereka tak menghargai lelahku dari kemarin.
Sedangkan aku yang dari kemarin pontang panting mengerjakan semua pekerjaan , sampai suamiku libur kerja demi bantu acara kakak nya.
Tak ada satu rantang pun yang aku terima. Aku bukan mengharap balas jasa, tapi ini tidak adil bagiku dan mas Andi.
Kami yang capek dari kemarin sampai menginap dirumah mbak Ati demi bisa membantu acara hajatannya. justru tak ada barang secuil makanan yang disisakan untuk kami.
Sedih sekali rasanya, mengapa kakak ipar melilih kasih. Mengapa aku tak diberikan hal yang sama seperti adik iparnya yang lain.
Apa karena ipar lain kaya, sedangkan aku miskin?
Kulirik dapur kakak ipar, hanya nasi putih dan sambal goreng kering yang tersisa.
Suamiku menyuruhku untuk membawa pulang lauk untuk makan dirumah karena seharian suami tidak bekerja. Sehari saja suamiku tak mengojek maka tak ada pemasukan bagi kami, otomatis dapur kami tidak bisa memasak apa apa.
Apa yang bisa kubawa pulang?
Hanya secuil sambal goreng kering dan nasi putih yang Teronggok dalam termos.
Sedih sekali rasanya, pengorbanan dan perjuanganku dan suami tak dihargai.
Sia sia saja aku membantunya dari kemarin, aku ingin marah tapi ku urungkan amarahku, mengingat aku menantu baru dikeluarga ini.
Bab 1 Hajatan di rumah Ipar
07/03/2024
Bab 2 Pilih kasih
07/03/2024
Bab 3 Pandemi melanda
07/03/2024
Bab 4 Adu mulut
07/03/2024
Bab 5 Sewa toko
07/03/2024
Bab 6 Ipar julid
07/03/2024
Bab 7 Syukuran
07/03/2024
Bab 8 Pindah ke Ruko
07/03/2024
Bab 9 Minta kerja
07/03/2024
Bab 10 Ingkar janji
07/03/2024
Bab 11 Adu mulut
08/03/2024
Bab 12 Minta duit
08/03/2024
Bab 13 Hamil pertama
08/03/2024
Bab 14 Keguguran
08/03/2024
Bab 15 Masuk rumah sakit
09/03/2024
Bab 16 Menyakitkan
09/03/2024
Bab 17 Terlalu ikut campur
09/03/2024
Bab 18 Tak tahan lagi
09/03/2024
Bab 19 Pulang ke rumah Ibu
09/03/2024
Bab 20 Mata mata
09/03/2024
Bab 21 Keputusan
09/03/2024
Bab 22 Tak setia
09/03/2024
Bab 23 Cerai
09/03/2024
Bab 24 Datang ke rumah Ibu
09/03/2024
Bab 25 Sidang
09/03/2024
Bab 26 Playing victim
09/03/2024
Bab 27 Minta rujuk
09/03/2024
Bab 28 Ketuk palu
09/03/2024
Bab 29 Teman lama
09/03/2024
Bab 30 Tawaran kerja
09/03/2024
Bab 31 Jemput
09/03/2024
Bab 32 Bertemu mantan mertua
09/03/2024
Bab 33 Ibu
09/03/2024
Bab 34 Mantan Mertua meninggal
09/03/2024
Bab 35 Melayat
09/03/2024
Bab 36 Mengantarkan ke tempat terakhir
09/03/2024
Buku lain oleh Amy Sity
Selebihnya