Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Yakutsk, Rusia adalah kota tempat tinggal sepasang suami istri yang melahirkan dua anak hebat yang menyelamatkan dunia. Hari ke dua belas musim salju di Bulan Desember menjadi hari penting bagi Tuan Roger dan Nyonya Vivit. Ini adalah awal cerita dari rangkaian perjalanan penyelamatan Bumi nantinya. Mereka berdua sedang menunggu kelahiran anak pertama mereka setelah usia pernikahan mereka menginjak sepuluh tahun. Penantian panjang mereka untuk memiliki anak akhirnya tercapai juga.
Di musim dingin itu, dengan ditemani sebatang lilin di atas meja, sudah cukup memberikan penerangan di rumah mereka yang kecil dan sepertinya akan runtuh. Rumah itu sudah tak layak lagi menahan dinginnya cuaca yang sangat ekstrem seperti malam ini.
Nyonya Vivit sedang berbaring di ranjangnya dengan perut besarnya yang dielus-elusnya. Tangan kanannya memegang perutnya yang sakit karena sebentar lagi anaknya akan lahir. Mereka sedang menunggu bidan untuk datang membantu persalinan nya. Tapi, entah kenapa ada perasaan yang mengganjal di hati suaminya.
Tuan Roger berusaha tenang. Ia berkali-kali menepuk lembut tangan kiri istrinya sambil menarik napas dalam-dalam. Di kepalanya ia sedang memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi jika bidan tidak datang. Ia tidak ingin berimajinasi, anaknya akan mati pada malam itu. Ia tahu di luar rumah, salju yang datang belum berhenti. Tumpukan es di depan rumahnya saja sudah sampai ke lutut kakinya. Ia tidak bisa membayangkan setinggi apa salju yang bertumpuk dalam perjalanan bidan menuju rumah mereka.
Istrinya sudah merasa kesakitan. Ia akhirnya panik. Ia berkali-kali berdoa dan memohon keselamatan istrinya yang sudah mulai menjerit. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Nyonya Vivit merenggangkan kakinya dan mulai mengejan, padahal bidan belum datang juga.
Tuan Roger kebingungan. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia menggenggam tangan istrinya berharap bisa membagi perasaan sakitnya. Nyonya Vivit merasa sangat kesakitan. Ia mengambil tangan Tuan Roger lalu menggigitnya. Suara Tuan Roger terdengar berteriak kesakitan tapi ia tidak menarik tangannya. Ia hanya berteriak keras dan menarik napas untuk menahan rasa sakit. Suara teriakan Tuan Roger menutupi suara tangis bayi yang keluar dari perut istrinya.
Nyonya Vivit tidak lagi mengejan. Ia hanya menghembuskan napas panjang seolah-olah semua sudah selesai. Ia merasa sudah lebih baik karena bayinya sudah lahir. Tetapi, Tuan Roger tidak merasa lebih baik. Ia malah semakin kesakitan akibat gigitan dari istrinya. Tangannya seperti sudah lumpuh tak bisa digerakkan lagi. Tapi, ketika melihat bayinya sudah lahir, semua rasa sakit itu hilang. Ia melihat bayi yang terbungkus setengah plasenta menangis di kasur. Ia bingung harus bagaimana memperlakukan bayi yang baru lahir. Ia ingin menyentuhnya tapi ragu-ragu.
Untunglah, bidan yang seharusnya membantu persalinan langsung datang. Ia melihat apa yang terjadi dan langsung membersihkan bayi tersebut dari darah di sekitar tubuhnya dan memotong tali pusarnya. Tak berapa lama, Nyonya Vivit merasa mulas lagi. Ia seperti akan melahirkan lagi. Ia mulai berteriak. Bidan langsung sigap. Ia dengan cepat membungkus si anak dan membantu Nyonya Vivit untuk melahirkan kedua kalinya. Ia melahirkan dua anak laki-laki kembar yang sangat tampan. Suara tangisan di ruangan itu jadi terdengar double. Tuan Roger memeluk istrinya sambil berlinang air mata. Ia mendekat ke arah bayi yang sedang dibersihkan itu dengan senyuman kebahagiaan. Bayi tersebut sangat kecil. Kulitnya yang kemerahan dan tampak lembut. Tuan Roger tak sabar untuk menggendong kedua bayi itu.
Bidan itu merasa rumah mereka sangat dingin. Ia membalut bayi-bayi itu dengan selimut yang sangat tebal dan juga dilapisi hingga dua lapis selimut.
Bidan membersihkan sisa persalinan dari Nyonya Vivit. Ia memberinya obat untuk dimakan dan memperlihatkan bayinya yang mungil kepadanya. Bidan tersebut berkata bahwa rumah mereka tidak lagi layak huni. Sudah seharusnya mereka pindah dari rumah itu karena musim salju masih panjang. Mereka harus pindah karena bayi mereka tidak bisa bertahan jika cuaca dingin melanda. Rumah mereka juga sudah hampir roboh. Itu bukan hanya berbahaya bagi bayinya, tetapi juga bagi mereka sendiri.
Nyonya Vivit memberi nama anak pertamanya adalah Lukas. Sedangkan anak kedua mereka dinamai
Setelah Nyonya Vivit merasa lebih baik. Ia kini sudah bisa berjalan dan melakukan aktivitas ringan, suaminya membicarakan tentang tempat tinggal mereka selanjutnya. Ia tidak ingin anaknya dibesarkan di rumah yang tidak layak itu. Mereka memutuskan untuk pindah dari kota tersebut ke rumah tempat orang tua Roger berada. Kedua orang tuanya sudah meninggal. Jadi mereka bisa tinggal disana di desa kecil yang nyaman tempat Roger dibesarkan. Nyonya Vivit setuju dengan usul suaminya. Mereka menjual rumah mereka yang sudah reog tersebut, tuan Roger juga mengundurkan diri dari kerjanya di kota sebagai kuli beras, dan bersiap untuk tinggal di desa.
Mereka pergi dari kota Yakutsk ke desa yang cukup tentram dan hangat. Mereka berpindah ke Creighton, Kanada yang adalah rumah dari orang tua Roger. Dengan tekad yang kuat, mereka pergi berpindah negara demi anak-anak mereka. Seluruh uang yang mereka kumpulkan habis untuk perjalanan itu. Mereka harus segera mencari pekerjaan ketika sampai disana.
Setelah sehari perjalanan menggunakan pesawat mereka akhirnya sampai dirumah tua yang masih layak ditempati. Mereka berdiri di jalan 1ST-E ujung sambil mengamati rumah tua yang sudah lama tak berpenghuni itu. Jarak bandara ke rumah mereka cukup jauh. Mereka harus menyewa mobil untuk bisa sampai di desa tersebut.
Dengan teras yang dibentuk seperti payung kecil dengan pagar kecil sebelum pintu. Rumah itu tampak tua, karena catnya yang sudah buram. Tapi, kalau dilihat dari bangunannya masih cukup kuat. Tak banyak barang yang mereka bawa. Hanya satu koper baju anak mereka dan satu koper untuk baju Roger dan Vivit. Roger bilang bahwa di rumah lama mereka pasti masih ada baju bekas orang tua mereka. Sebelum mereka bisa membeli baju, mereka bisa pakai baju bekas orang tua mereka.
Pohon jambu merah berada di depan rumah itu sehingga menghalangi sinar matahari. Nyonya Vivit tak ingin anaknya terkena silaunya matahari. Ia menuju teras rumah dan duduk di kursi yang berdebu. Ia melihat pintu rumah tersebut tidak dapat dibuka. Ia sedikit komplain karena melihat mereka tidak memiliki kunci untuk masuk. Tuan Roger tahu cara masuk ke dalam rumah itu. Ia yang menggendong Lukas, memberikan anaknya itu ke pangkuan istrinya. Lalu, ia pergi ke bagian samping rumah untuk mencari sebuah pot bunga lama miliknya saat masih remaja. Ia memindahkan pot bunga yang sudah mati itu untuk melihat bagian bawahnya. Di bawah pot itu terdapat kunci rumah mereka. Kunci itu adalah duplikat yang diletakkannya sebelum ia lari dari rumah orangtuanya. Tak ada yang tahu bahwa ia menyimpan kunci cadangan disana. Dengan hati gembira mereka masuk ke dalam rumah.
***
Nyonya Vivit tidak masuk ke dalam rumah. Ia masih duduk di teras dan memastikan kedua anaknya tidak terkena debu. Ia menyuruh Tuan Roger untuk membersihkan rumah tersebut sehingga anak-anak mereka bisa dibawa masuk. Tuan Roger membersihkannya dan debu-debu mulai berterbangan. Nyonya Vivit harus pindah dari sana agar anak-anaknya tidak terkena debu dari sapuan Tuan Roger. Ia berdiri dari sana dan berteduh di bawah pohon jambu merah. Ia memastikan juga agar semut tidak jatuh ke wajah kedua anaknya. Ia terlihat kelelahan menggendong dua anak itu di kanan dan kirinya. Seorang wanita paruh baya memanggil Nyonya Vivit dari balik pagar tanamannya. Ia memanggil dengan tangannya dan menyuruhnya mendekat.
“Hai! Masuklah ke rumah kami, sambil menunggu suamimu membersihkan rumah kalian!” Ucapnya keras agar Nyonya Vivit bisa mendengar
Nyonya Vivit mendekat dan tidak ingin menolaknya. Ia juga sudah kelelahan karena menggendong kedua bayinya. Ia memperkenalkan dirinya kepada wanita tersebut. Ia memakai topi pantai dengan gembor di tangannya. Sambil memegang gembor tersebut ia menunjuk jalan masuk ke rumahnya melewati pagar tanaman yang dibuatnya. Ia mendekati Nyonya Vivit dan meletakkan gembornya di tanah. Ia memohon pada Nyonya Vivit untuk menggendong salah satu anaknya. Ia tahu bahwa Nyonya Vivit kelelahan.