SELAKSA KISAH ANAK MANUSIA

SELAKSA KISAH ANAK MANUSIA

Endah Wahyuningtyas

5.0
Komentar
565
Penayangan
13
Bab

Kumpulan Cerpen yang layak dibaca ketika santai.

Bab 1 Pulang

Ayunda melangkahkan kakinya dengan ceria. Akhirnya dia pulang ke rumahnya juga setelah hampir satu semester tidak pulang karena pandemi ini.Ayunda yang biasa dipanggil Ayu tak sabar ingin segera sampai ke rumahnya dan bertemu dengan bapak dan ibunya yang selama ini hanya ditemuinya lewat video. Ah, rindunya. Dan sekarang Ayunda sudah berdiri di depan rumahnya. Rumah yang terlihat masih sangat asri dan sejuk. Penuh dengan tanaman hias dan bunga-bunga yang sudah mekar warna warni."Alhamdulillah, Ya Allah! Akhirnya aku pulang juga," bisik Ayunda sambil mengusap air matanya.

Dia sangat terharu.Pintu rumahnya terbuka. Dan Ayu bisa melihat ibunya memandang keheranan ke arah Ayu."Ibu!" teriak Ayu, dia segera membuka pagar dan berlari ke arah ibunya."Ayu!" Sang Ibu juga berteriak menahan rindu. Mereka berpelukan dan bertangisan."Ya Allah, kamu sehat, Yu?" tanya wanita setengah baya itu. Ayu mengangguk."Insya Allah sehat, Bu. Bapak dan ibu sehat?" tanya Ayu. Wajah ibu agak meredup, tapi beliau mengangguk samar."Bapak sakit?" tanya Ayu waswas. Ibu hanya tersenyum."Nanti ibu cerita. Kamu masuk dulu, ya? Mandi, istirahat dan makan dulu. Nanti setelah itu kita ketemu dengan bapak," jawab ibu dengan lembut dan bijak.Ayu mengangguk gamang. Dia segera mematuhi ibunya untuk masuk ke dalam rumah dan masuk ke kamarnya. Ketika melihat kamarnya yang begitu menyenangkan, semua kegamangan Ayu menguap begitu saja. Dia langsung berubah ceria dan bahagia bisa pulang ke rumahnya kembali.****"Malam tahun baru kemarin, pamanmu Asrul, datang ke sini, Yu," kata Bu Rina --ibu Ayu-- memulai ceritanya. Ayu memandang ibunya dengan penuh perhatian.Hening.Ayu belum paham, dia sangat ingin meminta ibunya untuk segera melanjutkan ceritanya dengan cepat. Tapi Ayu hanya mengulaskan sebuah senyuman. Ah, ibunya memang sudah tua."Lalu apa yang terjadi, Bu?" tanya Ayu dengan lembut.Bu Rina tersenyum. Kenangannya kembali ke peristiwa dua pekan yang lalu, peristiwa yang mengubah seluruh hidupnya dan juga hidup suaminya. ****Bu Rina memandang ke arah Asrul --adik suaminya-- itu dengan penuh rasa marah. Asrul berkacak pinggang di depan mereka."Mana bagian warisanku, Mas?" tanya Asrul dengan nada tinggi, dia memandang Pak Beni dengan pandangan marah."Lo, bukankah waktu bapak meninggal dulu kamu pulang dan mengambil bagian warisanmu, Rul?" jawab Pak Beni dengan sabar.Asrul tertawa."Kamu jangan mengada-ada, Mas! Aku baru pulang ke Indonesia sekarang! Baru ini! Kalian memang sengaja mengarang cerita itu agar aku percaya dan tidak meminta bagian warisanku lagi, kan? Karena kalian yang sudah mengambil bagianku, kan?" tanya Asrul dengan nada tinggi dan wajah mencibir."Eh, tunggu, Pak! Kita, kan berfoto waktu itu," bisik Bu Rina. Pak Beni mengangguk mengiyakan."Oh, iya! Kan ada fotonya, Rul! Waktu kita semua berkumpul setelah bapak meninggal," kata Pak Beni. Dia segera mencari foto itu di album foto yang disimpan di lemarinya dan kemudian berseru penuh semangat ketika menemukan foto itu."Nah, ini dia!" seru Pak Beni dan memberikan album foto itu pada Asrul. Asrul memandang foto itu dengan sangsi, kemudian dia mencampakkan foto itu ke lantai. "Kalian bisa saja membuat foto rekaan seperti ini, kan! Iya, kan?" teriak Asrul marah, "kalian memang bersekongkol hendak mengambil bagian warisanku, kan?" tanya Asrul dengan wajah merah membara dan kemudian dia pergi begitu saja, meninggalkan Pak Beni dan Bu Rina dalam kebingungan.****"Lalu bapak sakit, Bu?" tanya Ayu, dia mengelus tangan bapaknya yang sudah keriput itu. Bu Rina mengangguk sambil menangis."Iya, Yu! Setelah Asrul pergi, bapakmu jadi berubah. Bapak jadi diam dan tidak berkomunikasi dan akhirnya semakin lama kondisinya semakin menurun dan, ya, jadi seperti ini, Yu," jawab bu Rina dalam isakan.Ayu memandang bapaknya dengan segenap kesedihan hati. Kepulangannya kali ini membawa selaksa duka dalam hati. Ayu tidak tega melihat bapaknya berbaring tak berdaya, pandangannya kosong menatap langit-langit kamar dan bibirnya yang begerak-gerak seakan menggumamkan sesuatu.Ayu mendekati bapaknya."Pak, ini Ayu," bisik Ayu lembut sambil mengelus tangan bapaknya. Bapaknya diam, tapi matanya mencari sumber suara yang didengarnya."Pak?" panggil Ayu lagi."A.. Ayu?" tanya bapaknya dengan suara gemetaran dan mata yang terlihat bingung. Ayu mengangguk bahagia, bapaknya akhirnya mendengarnya."Iya, Pak. Ini Ayu," bisik Ayu lagi.Pak Beni menggelengkan kepalanya dengan liar, matanya nampak ketakutan."Jangan! Jangan, Yu! Ini bulan Januari!" teriak Pak Beni. Ayu dan Bu Rina memandang Pak Beni dengan penuh ketakutan dan juga ketakjuban. "Kenapa, Pak? Kenapa?" tanya Ayu histeris. Pak Beni terus menggelengkan kepalanya."Dia akan mengambilmu bulan ini! Pergi, Yu! Pergi!" teriak Pak Beni histeris, dia berusaha mendorong tubuh Ayu, tapi dengan kondisinya sekarang, Pak Beni tidak bisa melakukannya, napasnya terengah-engah."Asrul akan mengambilmu, Yu!" teriak Pak Beni lagi. Ayu membeku, dan melihat dengan cepat perubahan ekspresi wajah bapaknya. Yang semula histeris, marah dan kemudian takut. Dan akhirnya wajah Pak Beni terlihat layu dan akhirnya meredup sepenuhnya. Pak Beni menutup mata dan napasnya seakan berhenti. Tapi kemudian terdengar dengkur teratur napas Pak Beni, yang menunjukkan Pak Beni tertidur lelap. Ayu dan Bu Rina bernapas lega. Terutama Ayu. Ayu mengira bapaknya meninggal tadi.****Ayu terbangun. Dia seperti mendengar bapaknya memanggilnya. Ayu mencoba berkonsentrasi mendengar panggilan itu lagi."Ayu!" Oh! Itu dia!"Ayu!" Suara bapaknya terdengar begitu 'urgent' dan buru-buru.Ayu segera menuju ke kamar bapaknya dan melihat bapaknya terbaring sambil tersenyum melihat Ayu."Kamu datang, Yu?" tanya Pak Beni. Ayu mengangguk."Sini, Yu!" Ayu menurut, dia segera duduk di samping tempat tidur bapaknya dan menggenggam tangan bapaknya. Aneh! Ketika Ayu menggenggam tangan bapaknya, dalam sekejap wajah bapaknya berubah menjadi wajah Asrul dan itulah hal terakhir yang dilihat Ayu, karena dengan sangat cepat Asrul melahap kepala Ayu.****Bu Rina terbangun mendengar napas terengah itu lagi. "Huh! Bapak dan anak sama saja! Berat sekali!" Terdengar gerutuan itu lagi. Dan terdengar suara orang menyeret sesuatu yang berat dan kemudian menggali di belakang rumah. Seperti sebelum Pak Beni --suaminya-- sakit dan bertingkah aneh. Bu Rina akhirnya keluar dari kamar dan mengintip. Dia melihat dengan jelas Asrul sedang menguburkan tubuh --yang kalau dilihat dari bajunya-- itu adalah Ayu."Satu lagi ...." Desah Asrul, napasnya terengah.Dari balik pintu Bu Rina gemetar. Dia ketakutan. Dia ingat dia pernah diramal, bahwa dia dan keluarganya akan meninggal pada bulan Januari .....****

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Endah Wahyuningtyas

Selebihnya

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku