Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Leanna, terbangun ketika merasakan sakit dan perih di pusat dirinya. Matanya mengerjap menatap ke langit-langit kamar yang terasa begitu asing baginya. Ia sedang terlentang diatas tempat tidur, yang juga tak ia kenali. Leanna mencoba menggerakkan badannya untuk duduk, tapi tidak bisa. Ia meringis ketika pusat dirinya terasa semakin perih dan panas. Otaknya berputar memikirkan tentang apa yang sudah terjadi padanya semalam, ketika ia merasakan adanya pergerakan di samping kiri tempat tidurnya.
Leanna menoleh, dan matanya terbelalak kaget, “Ya Tuhan! Apa yang sudah aku lakukan?” lirih Leanna langsung menutup mulutnya seakan tak percaya.
Disampingnya, terbaring seorang pria bertubuh kekar dengan kulit sewarna madu dengan posisi telungkup. Pria itu bergerak dan sedikit bergumam ketika mendengar suara Leanna yang mengganggu tidurnya.
Cepat-cepat Leanna mengintip ke balik selimut yang menutupi tubuh mereka. Memastikan tidak ada hal terlarang yang terjadi diantara mereka seperti yang sedang Leanna pikirkan saat ini.
Dan sedetik kemudian, Leanna menutup kembali selimutnya dengan gerakan cepat. Ia menangis sambil membungkam mulutnya sendiri dengan kepalan tangan. Ketika menyadari dibawah selimut itu, tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh mereka.
Perlahan Leanna mulai ingat. Mengapa dia bisa berada diatas tempat tidur pria itu. Pria yang sialnya adalah calon adik iparnya sendiri, Dean.
Trisha, adik kandung Leanna akan menikah dua hari lagi. Dan, semalam selepas maghrib. Ibunya mencari-cari Trisha untuk menyuruhnya mengantarkan baju pengantin yang akan dipakai Dean di acara pernikahannya nanti. Baju itu baru saja dikirimkan dari butik ternama bersamaan dengan gaun pengantin milik Trisha yang berwarna seputih gading.
“Kemana anak itu? Kebiasaannya selalu saja menghilang. Dua hari lagi pernikahannya tapi masih suka berkeliaran,” omel ibu sambil mondar-mandir dengan ponsel di telinga kirinya. Leanna yang memang seorang guru sedang memeriksa tugas murid-muridnya di atas meja ruang keluarga. Sesekali matanya menoleh geli ke arah sang ibu, “Nanti juga pulang, bu. Macet mungkin.”
“Walaupun macet, kenapa dia tidak mengangkat telpon ibu? Bajunya Dean harus segera dikirim ke rumahnya. Biar dicoba, takutnya tidak muat. Tau sendiri kan Dean sibuk, hingga tak punya waktu untuk fitting baju.” Ibu menyerah. Ia meletakan ponselnya ke meja disamping laptop milik Leanna.
Sudah lebih dari setengah jam Ibu mencoba menghubungi ponsel Trisha yang memang tersambung tapi tak kunjung diangkat.
“Menurutku, bajunya pasti akan pas di tubuh Dean, bu. Meski belum dicoba, tapi kan sudah diukur dengan bajunya Dean yang lain,” ujar Leanna menenangkan ibunya.
Ibu menghela nafasnya sebelum ia berkata, “Tapi ibu telanjur buat masakan kesukaan Dean tadi siang. Semur ikan. Sayang kalau harus menunggu besok. Semurnya pasti akan beda rasanya.” Ibu yang duduk disamping Leanna menahan pipinya dengan satu tangan.
Ia menoleh pada Leanna yang sibuk berkutat dengan laptop serta berlembar-lembar kertas yang menumpuk.
"Apa ibu mau aku saja yang antarkan ke rumah Dean?” tawar Leanna yang langsung membuat mata ibunya berbinar.
“Memangnya tidak apa-apa. Kau sendiri kan sibuk harus memeriksa tugas murid-muridmu yang sudah menumpuk sebesar gunung ini. Tapi malah harus repot juga ke rumah Dean.”
“Bukan masalah, bu. Hanya sebentar saja. Lagipula rumahnya Dean tidak akan terasa jauh kalau aku pergi ke sana dengan menggunakan sepeda motor. Dean juga pasti sudah tidak sabar mencicipi semur ikan buatan ibuku yang sudah menjadi makanan favoritnya,” kata Leanna sembari memberikan tumpukan kertas dan menutup laptopnya. Ibu bergegas bangkit dari duduknya.
“Terimakasih, sayang. Tunggu sebentar, biar ibu siapkan dulu semur ikannya ke dalam kotak makan.” Leanna mengangguk ketika ibu sudah melesat menuju dapur rumah mereka yang sederhana. Setelah menunggu 10 menit, Semur ikan yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu itu sudah dibungkus rapi di kotak makan.
Leanna memakai helmnya, dan menyalakan motor vespa kesayangannya menuju rumah Dean. Tak lupa baju pengantin milik pria itu yang ia masukkan ke dalam papper bag ia kaitkan di bagian depan sepeda motornya.
Ketika sampai dirumah Dean, Leanna yang sudah memanggil pria itu berkali-kali tapi tak ada jawaban dari dalam.
Mencoba mendorong sedikit pintu rumah Dean dan ia kaget ketika tahu pintu itu tidak dikunci. Leanna menerobos masuk dan mencari keberadaan calon adik iparnya itu.
“Dean!” seru Leanna ketika mendapati Dean tengah telungkup di lantai ruang tamunya.
Dengan pecahan botol minuman yang Leanna tahu sebagai minuman yang memabukan, bertebaran di atas lantai.
“Dean! Kau kenapa?” Leanna mencoba membalikkan posisi Dean hingga ia telentang. Leanna melihat wajah Dean yang nampak sayu dengan matanya yang terpejam. Dean sesekali bergumam dengan suara yang tak jelas terdengar di telinga Leanna.
“Badanmu panas, kau demam!” Leanna panik ketika mendapati dahi dan leher Dean yang terasa begitu panas. Ia tak habis pikir, disaat sedang demam bukannya berobat. Dean malah meminum minuman memabukan itu.
Dean menggerakkan tangannya perlahan dengan mata yang masih terpejam, berusaha menggapai telapak tangan Leanna kemudian menggenggamnya.
Membuat Leanna mengernyitkan alis, “Jangan pergi!” gumam Dean setengah berbisik.
“Kau sedang demam, Dean. Dan kau mabuk,” ujar Leanna mencoba melepaskan genggaman tangan Dean. Tapi secepat mungkin, Dean meraih telapak tangan Leanna kembali. “Aku hanya minum sedikit, aku mohon jangan marah.”
“Tidak ada yang marah. Aku kesini untuk mengantarkan makanan dan baju pengantin yang harus kau coba. Tapi melihat keadaanmu seperti ini. Sebaiknya kau istirahat. Kau bisa mencobanya besok. Sekarang biar ku bantu menaikan tubuhmu ke atas sofa. Tidur di lantai hanya akan membuat demammu semakin parah.”