Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Seka oh Seka
Kenapa wajahmu selalu murung begitu?
Apa yang bisa membuatmu bahagia kembali?
Seka oh Seka
Kemarilah maka kan kuberi sesuatu untukmu
Benda yang akan membuatmu tersenyum
Nyanyian itu tak asing bagi Seka. Suaranya lembut terdengar bagai seorang dewi tengah bernyanyi diatas awan. Bahkan saat ini, anak laki-laki itu tak tahu dirinya sedang berada dimana. Celingukan menengok ke kiri dan kanan. Berharap ia tahu akan sesuatu tentang tempat ini.
"Hei, tunjukkan dirimu! Jangan hanya bisa menyanyi saja. Apa kamu mau memberiku petunjuk?"
Sunyi....
Tak ada lagi nyanyian itu terdengar apalagi jawaban bagi Seka. Dia berjalan kesana kemari berharap bertemu seseorang. Hingga dia lihat seorang kakek berdiri dengan tongkatnya.
Seka berlari kecil menghampirinya. Tanpa ada rasa takut sedikitpun. Berharap sosok ini bisa berinya petunjuk tentang dimana dia sekarang.
"Oh, Seka kurasa sudah saatnya kamu mengetahui sesuatu. Ambil ini dan bawalah!"
Kakek itu melempar sebuah benda bulat mengkilat. Seka nyaris tak mampu menangkapnya karena silau oleh pantulan sinar matahari. Tapi dia rasakan tangannya menggenggam sesuatu.
"Eh, benda ini sudah ada di tanganku!"
"Iya, aku tadi yang bantu jual koranmu!"
Sontak Seka tersadar, kalau dia tadi hanyalah bermimpi. Ramen memberinya sekeping koin perak di genggaman tangannya. Rupanya tadi ada yang mau membeli koran yang dijual Seka. Tapi karena anak ini tertidur, Ramen yang bantu menjualkannya.
"Bangun dong dasar pemimpi! Masih siang bolong begini sudah tidur saja kamu ini, Seka."
"Kamu kan tahu, Ramen. Aku ini kalau malam bekerja di warung makan untuk cuci piring. Waktu tidurku jadi berkurang."
"Iya, aku tahu! Memangnya sebanyak apa piring yang kamu cuci semalam?"
Karena masih kondisi setengah sadar, Seka malah mencoba menghitungnya dengan jari. Berapa piring yang dia cuci semalam. Ramen pun menepuk dahinya dengan keras.
"Aduh, Seka aku tidak memintamu untuk menghitung sungguhan. Ayo, basuh mukamu dulu dengan air!"
Seka pun menurutinya. Dia pergi mengambil air dari keran di taman kota. Barulah kesadarannya kembali seratus persen.
"Dengar, ibumu dalam keadaan bahaya!"
"Apalagi yang dilakukan sama ibuku, Ramen? Pasti ditagih hutang lagi!"
"Bukan itu, Seka! Ini lebih bahaya dari yang kamu kira. Ibumu itu…."
"Hei hei hei! Ada anak-anak ingusan di taman ini. Ayo, kemarikan uang kalian!"
"Simpan ceritamu nanti saja Ramen. Kita kabur duluuuu!"
"Sekaaaa! Ini lebih penting dari yang kamu kira. Aduh, kok kakiku tidak bisa digerakkan?"
Ramen terlambat kabur. Dia sudah dipegang kakinya oleh anak buah preman berambut sapu lidi. Mereka hanya tertawa saja sambil membalikkan tubuh anak jalanan itu.
"Dih, lepasin dong!"
"Enak saja! Berikan uangmu pada kamu dulu baru kita lepaskan."
Tawa ledekan terdengar keras dibelakang pimpinan preman berambut sapu lidi. Bukan Ramen namanya kalau mau menyerahkan uang itu dengan sukarela. Dia bersikeras untuk bisa lepas. Para preman itu berpikir kalau anak ini tak akan mudah lepas. Tapi rupanya perhitungan mereka salah.
"Hah! Kemana anak itu?"
"Bweeeek! Ayo coba tangkap aku!"
"A-astaga! Dia jadi lembek seperti cacing eh seperti mi instan rebus."