Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Bimo hanya mampu mengulas senyuman tipis seraya menikmati ekspresi kesal pengantin perempuannya yang saat ini tengah membersihkan sisa make up di wajahnya. Bimo sengaja berdiam diri di atas ranjang sambil memainkan ponsel miliknya. Sesekali ia membenarkan posisi bantal yang saat ini menahan beban tubuhnya. Sudah setengah jam yang lalu Bimo berada di kamar pengantinnya. Tapi tak sepatah kata pun yang terlontar dari bibirnya. Memperhatikan gadis yang baru beberapa jam lalu sah menjadi istrinya jauh lebih menarik daripada melakukan hal lain.
Tanpa disadari gadis itu Bimo beberapa kali mengambil gambar dari berbagai ekspresi yang menyemai di wajah ayu itu dengan kamera ponselnya. Sungguh kegiatan yang paling menyenangkan baginya saat ini. Tak masalah jika gadis itu terus saja mendiamkan dirinya. Yang pasti mulai malam ini dirinya bisa memandang wajah gadis itu sepanjang malam sudah lebih dari cukup. Biarlah cinta datang dengan sendirinya, dirinya cukup bersabar dan berusaha memenangkan hati gadis yang telah terlanjur terluka karena cinta masa lalunya tersebut.
"Udah deh Mas Bimo nggak usah senyum-senyum terus. Puas kan sekarang ngerjain Kia!" Kesal gadis bernama lengkap Azkia Khairani Alfarizi tersebut kepada laki-laki yang beberapa jam lalu telah resmi menyandang status sebagai suaminya.
"Siapa sih yang ngerjain kamu Sayang?" Bimo balik melayangkan pertanyaan yang sukses membuat Kia menatapnya dengan tajam. Dan Bimo sangat menyukai netra berwarna madu yang berkilat emas diterpa oleh sinar lampu tersebut.
"Nggak usah panggil-panggil sayang. Kia risih dengerinnya," protes Kia yang justru semakin melebarkan senyuman di bibir Bimo.
"Ya udah, klo gitu Kia mau dipanggil apa selain sayang?" Bimo menyeringai lalu kembali berkata-kata, "Neng gelis, honey, baby, sweetie, sweetheart, atau my love?."
Kia menatap tajam ke arah Bimo dengan mendengus kesal. Kia tak pernah menyangka jika akhirnya ia bisa terjebak dalam pernikahan bersama laki-laki penebar pesona dan perayu ulung seperti Bimo, sahabat Abangnya. Kia tak bisa menolak permintaan ayahnya untuk segera menikah. Dan bodohnya Kia mengapa pasrah saja saat menerima perjodohan itu tanpa menanyakan terlebih dahulu siapa laki-laki itu. Andai ia tahu jika laki-laki itu adalah Bimo sudah pasti Kia menolaknya secara mentah-mentah. Kia tidak menyukai laki-laki penebar pesona seperti laki-laki yang saat ini menatapnya dengan seringai aneh.
"Panggil Kia aja klo gitu." Tegas Kia. "Nggak usah embel-embel yang lain!" Kia kembali memperjelas keinginannya.
"Terserah Kia aja. Asalkan Kia bahagia," jawab Bimo dengan santai.
Kia kembali melanjutkan kegiatannya, menatap pantulan dirinya di hadapan cermin. Kia mulai melepaskan sanggul di kepala lalu mengurai rambut panjang kecokelatan miliknya. Kia mulai menyisir lalu mengikatnya dengan asal. Kini Kia berdiri hendak melepaskan gaun pengantin yang melekat begitu pas di tubuhnya. Namun tak semudah bayangan Kia. Resleting panjang di bagian punggungnya ternyata sulit dijangkau oleh kedua tangannya. Seperti tadi, Bimo masih terus memperhatikan Kia, menunggu hingga gadis itu meminta bantuannya.
Helaan napas kasar lolos dari bibir Kia saat usahanya tak membuahkan hasil. Gaun indah itu tetap melekat sempurna di tubuhnya. Dengan terpaksa Kia melayangkan tatapan ke arah Bimo yang saat ini tengah menatapnya dengan seringai jahil. Logika dan hati Kia kini tengah berperang hebat, antara ke luar dari kamar dan meminta bantuan untuk melepaskan gaun pengantinnya kepada Bundanya atau pasrah dengan bantuan Bimo. Lalu Kia bangkit, memilih duduk di tepian ranjang. Dalam posisi memunggungi Bimo Kia berujar, "Mas tolong bukain!" Bimo bisa mendengar kalimat itu ke luar dari bibir Kia dengan nada frustasi.
"Tentu saja Kia sayang," jawab Bimo singkat lalu menggeser tubuhnya demi mendekati tubuh Kia. Seketika senyuman kemenangan terlukis di bibirnya.
Dengan lembut dan penuh hati-hati Bimo mulai menarik ke bawah resleting itu dengan tatapan memuja ke arah punggung mulus yang saat ini terekspos nyata di depannya. Pemandangan yang seharusnya biasa bagi laki-laki playboy seperti Bimo, mengingat dirinya yang sering bersama perempuan yang dikencaninya. Bahkan Bimo beberapa kali melihat tubuh para kekasihnya tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuh mereka. Tapi bersama Kia Bimo merasa berbeda. Ada rasa tak biasa setiap kali berdekatan dengan gadis itu. Bahkan hanya dengan memandang wajah Kia saja jantung Bimo berdetak tak karuan. Bimo hendak menyentuh punggung putih mulus itu tapi dalam waktu yang bersamaan Kia bangkit dengan memegang gaun bagian depannya. Kia menoleh menatap Bimo lalu berkata-kata, "terima kasih Mas."