Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dokter Mafia Tampan
5.0
Komentar
39
Penayangan
3
Bab

Gavriello Alfarezel (28th) Emerald Quinsha Adeeva (20th) Quin menikah terpaksa dengan seorang dokter yang galak, ia menikah sebab keperawanannya telah direnggut oleh lelaki bejad tersebut. Bagaimanakah kisah kehidupan mereka? Simak aja yah...

Bab 1 Tanah kelahiran

Warning, banyak mengandung kata-kata kasar, dan adegan berbahaya lainnya. Bisa skip jika tak kuat.

***

Gavriel menginjakkan kakinya di tanah Indonesia setelah delapan tahun lebih ia belajar tentang ilmu kedokteran di London. Ia menarik kopernya, tidak banyak yang ia bawa, sebab barangnya sudah di kirim dengan paket.

Gavriel menunggu Rian sahabat juga saudaranya yang katanya ingin menjemputnya. Lama Gavriel menunggu, namun tidak kelihatan juga batang hidungnya.

Kurang lebih 17 jam ia duduk di pesawat. Membuat pantatnya terasa panas. Ia sudah merindukan mansionnya. Ia tinggal dengan Papinya, sebab Maminya telah lama meninggal sebab itu Gavriel lebih memilih belajar ke luar Negeri dari pada di tanah kelahirannya. Sesungguhnya ia juga sangat muak dengan kelakuan Papinya yang dengan mudahnya bergonta-ganti pasangan.

"Brengsek, darimana saja lo, lo mau liat gue mati berdiri!" maki Gavriel, saat Rian datang menghampirinya,

"Sorry," jawabnya, bau parfum perempuan tercium di indera penciuman Gavriel,

"Lo habis ngawinin anak orang, brengsek!" maki Gavriel, tentu paham dengan kemesuman saudaranya sejak ia masih SMA pun dirinya kalau pacaran sudah kelewat batas.

"Kebutuhan guys," jawab Rian, santai.

"Awas lo, ntar kena penyakit kelamin baru tau rasa lo," Gavriel mengingatkan.

"Lo kok malah ngedo'ain gue sih," kesal Rian.

"Kaya lo gak pernah kawin aja," sindir Rian. Gavriel langsung kicep. Sebab memang dirinya yang selama ini tak memiliki rasa ketertarikan kepada lawan jenis. "iya'kan! Lo juga sudah sering kawin?" tanya Rian,

Gavriel tak peduli, sungguh ia sangat lelah, ia ingin segera sampai mansionnya. Dan tidur di kasurnya. Ia merindukan kakeknya. Sejak Maminya meninggal, ia sangat dekat dengan kakeknya, dan Rian juga cucunya Kakek Alfa, anak dari kakak Mami Gavriel.

"Di mansion ada siapa?" tanya Gavriel, malas jika harus ketemu Papinya.

"Ada maid dan penjaga saja, mana berani Papi lo nempatinya yang sudah jelas atas nama lo, di sana juga ada Oppah, tapi sepertinya Oppah masih di rumah sakit," jawabnya. Gavriel mengulum senyum.

Almarhumah maminya tahu jika papinya tergoda sang pelakor, sebab itu mansion yang di tinggalinya langsung pindah nama Gavriel. Puncaknya maminya memergoki papinya di kamar hotel dengan pelakor, sakit dan syok tentu saja.

Seminggu setelah itu, maminya kecelakaan, korban tabrak lari, dan meninggal sehari pasca kecelakaan, saat itu Gavriel baru lulus SMA. Rian sendiri korban perceraian orang tuanya, sebab itu ia jadi badboy. "Paman sudah lama tinggal di apartemennya," lanjut Rian.

"Ya udah yuk, gue capek," ajak Gavriel.

Keduanya berjalan menuju ke parkiran, menuju mobil Rian.

Beberapa menit kemudian, mobil sudah melaju membelah keramaian pusat kota. Di tengah perjalanan hampir saja mobil Rian menabrak seorang gadis yang akan mennyebrang jalan. Rian menghentikan mobilnya, menatap gadias itu nyalang, namun saat gadis itu menoleh, Rian di buat seakan tersihir oleh kecantikkannya. Umpatan yang hampir keluar dari bibirnya yang sedikit tebal itu, seakan terhenti di tenggorokkan.

"Jalan itu liat-liat pakai mata, bodoh!" maki Gavriel, yang ternyata lebih galak.

"Maaf tuan, supir anda yang salah sebab melewati marka jalan," jawab gadis ketus.

"Banyak bacot!" makinya, Rian menongolkan kepalanya, menatap gadis itu.

"Sorry, gue gak sengaja. Jangan dengerin temen gue, bye nona cantik, semoga kedepannya kita bertemu kembali," Rian melambaikan tangan. Lalu melajukan kembali mobilnya. Rian mengulas senyum, menatap gadis cantik itu yang masih berdiri di tepi jalan.

"Jan galak-galak bro, ntar gak laku." sindir Rian. Rasa lelah itu membuat Gavriel uring-uringan. Gavriel tak peduli. Namun tiba-tiba pikiranya sepintas ingat gadis yang barusan hampir di tabrak. "Aneh, kenapa malah ingat gadis sok-sokan itu sih," batinnya, ia menghela napas.

"Laper gak?" tanya Rian.

"Iya, kangen pen makan masakan Indo, btw ke warteg yok?" ajak Gavriel. Rian melengos, tahu tuan mudanya ini memang suka sekali makanan kuno-kuno itu,

"Ogah," jawabnya. "gue pen makan pizza," lanjut Rian.

"Gue belum makan nasi, kangen." jawabnya, memelas.

"Ya udah makan di warteg," jawab Rian.

Rian segera menepikan mobilnya setelah menemukan warteg yang bangunannya sudah modern tersebut. Di sana bisa makan sepuasnya ambil sendiri makanannya.

Begitu masuk ke warteg, Gavriel mengambil piring, lalu mengisinya dengan nasi putih, tumis kangkung, orek tempe, telur balado dan tak lupa ayam goreng. Nasinya sedikit lauknya yang banyak.

"Lo berapa bulan gak makan, anjing!" umpat Rian. Gavriel tak peduli, ia sudah sangat lapar. Lalu ia pesan es jeruk sebagai minumannya. Rian sendiri ia hanya minum saja, melihat Gavriel makan sudah membuat perut Rian kenyang. Rian suka makan pizza, jadi tak begitu menyukai makanan warteg ini.

Hampir sejam ia di dalam warteg. Sebentar lagi jam makan siang.

Kini Gavriel berdiri di depan kasir, ingin membayar namun lupa, uangnya masih berupa mata uang asing, pound sterling.

"Ri, bayarin makanan gue!" serunya dari depan kasir.

"Brengsek, lo yang makan gue yang harus bayar!" umpatnya.

"Gue 'kan gak ada uang rupiah, bangsat!" Gavriel balas mengatainya. Lupa sih kalo Gavriel sudah lama di London, mana tahu ia dengan mata uang Indo, yang nilai jualnya sering merosot.

"Berapa, mbak?" tanya Rian, saat dirinya sudah di depan kasir. Mbaknya yang di tanya lagi senyum-senyum sendiri sebab melihat pelanggannya yang tampan di depannya ini. "woy mbak, berapa?" tanya Rian sekali lagi,

"Eh iya mas, tiga puluh tujuh ribu," jawabnya.

Rian tak banyak bicara, ia segera menyerahkan uang selembar seratus ribuan, Gavriel segera menarik tangan Rian setelahnya, "eh kembaliannya, mas." ucap mbaknya.

"Ambil aja buat beli tisu, buat ngelap iler lo!" jawab Gavriel, asal. Membuat pelanggan lain menoleh ke arah mbaknya yang tentu gelagapan di katain demikian.

"Maaf mbak, temen Gue kalo bicara gak difilter," seru Rian, kasihan juga dengan mbak-mbak yang gak bersalah itu dapat pelampiasan kekesalan Gavriel. Yang kalo bicara emang jelek banget itu.

Rian kembali mengendarai mobilnya, Gavriel melayangkan pandangan ke luar jendela mobil Rian, sekali-kali ia tersenyum jika mengingat manisnya sang Mami, Mami yang baik hati, lembut dan penuh perhatian.

Lalu ia akan kembang kempis hidungnya jika mengingat perlakuan Papinya. Demi membela sang pelakor, papi tega memukul maminya waktu itu.

Gavriel yang memang cerdas dari kecil ia menuruni kecerdasan sang Maminya. Maminya seorang dokter profesional, beliau juga pemilik tunggal rumah sakit terbesar di pusat kota, rumah sakitnya kini di kelola sang kakek, kakek tak bisa mempercayakan rumah sakit yang bakal jadi milik Gavriel ke orang lain.

Gavriel sudah kembali dari luar Negeri. Sebentar lagi jabatan kepemimpinan bakal pindah alih ke Gavriel.

***

Emerald Quinza Adeeva (20 tahun).

Gadis cantik yang lahir dari keluarga tuan tanah di kota Temanggung. Ayahnya memiliki perkebunan kopi di lereng gunung sumbing dan beberapa persawahan yang dijual tahunan ke para petani.

Gadis cantik itu, kabur dari rumah. Ia merupakan anak bungsu dari empat bersaudara, sebagai anak bungsu ia selalu dijadikan kambing hitam oleh kedua kakak perempuannya, kakak pertamanya laki-laki, setelah kuliah ia lalu menikah, dan memilih menjadi karyawan di perusahaan di Jakarta. Ia sejak kecil di tinggal ibu kandungnya, dan ayahnya menikah lagi.

Namun itulah ibu tiri, dia tak beruntung seperti sepupunya yang memiliki ibu tiri yang sangat baik, beda dengan ibu tiri Quin, ia sangat jahat.

Tujuan Quin adalah mencari kakaknya, yang waktu itu di usir ayahnya sebab memilih menikah dengan pilihannya, bukan pilihan ayahnya.

Sama kasusnya dengan Quin. Ia kabur juga penyebabnya akan di paksa menikah oleh ayahnya, anak dari desa tetangga yang sangat ia kenal kebejatannya. Ia pernah menghamili teman sekelasnya lalu memintanya menggugurkan kandungannya, dan bahkan Quin sendiri hampir akan di perkosa jika saja ia tak bisa kabur saat ada acara persami adik kelasnya saat SMA.

Ia tak bisa bayangkan jika harus menikah dengan si laki-laki bejat tak punya hati tersebut, sebab itu dirinya memilih kabur dari rumah. Sayangnya ia tak tahu alamat lengkap ataupun nomor telepon yang bisa di hubungi, dua tahun lalu kakaknya juga lebih memilih kabur dari rumah.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Moena Ash Shakila

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku