Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
“Bapak Brian Millien meninggal akibat serangan jantung pada pukul 18:00 di usia 41 tahun,” ucap dokter yang menyebutkan nama dan usia ayahku.
Aku menangis sejadi-jadinya dan aku tidak terima bahwa ayah yang selama ini aku sayangi meninggal ketika aku berulang tahun.
Ibuku yang memiliki paras cantik, menjadi kaku, ia bahkan lebih menyayanginya lebih dari segalanya. Aku hanya bisa pasrah melihat wajah cantiknya.
Paman kami membantu untuk menyemayamkan jenasah ayah kami di rumah duka. Beberapa tamu hilir mudik keluar masuk dari rumah duka.
Beberapa orang yang mengenal aku dan Ibuku berusaha menguatkan kami terutama teman-teman Ibuku, salah satunya tante Alma yang sudah menjadi sahabat dekatnya dari lama.
Ibuku terkejut dengan kehadirannya, ia tahu butuh waktu lama untuk menempuh perjalanan dari York ke London, “Aku harap kau bisa sabar, Jeannet,” sahut tante Alma.
“Entahlah, Alma, aku tak tahu lagi,” isak Ibuku.
Tante Alma memeluk Ibuku, “Aku bingung setahuku Brian sehat-sehat saja lalu mengapa ia bisa meninggal mendadak?” tanyanya yang melepas pelukannya.
“Dokter mengatakan bahwa ia terkena serangan jantung, padahal semua makanan dan minuman yang ia konsumsi jelas sangat membuat tubuhnya sehat-sehat saja, bahkan tidak ada makanan yang tidak sehat. Ia pemilih,” katanya yang memberitahu kebiasaan-kebiasan yang dilakukan oleh ayahku.
“Itu yang membuatku curiga, makanya aku datang. Kau tidak mencurigai seseorang?” tanyanya.
Ibuku Jeannet Eackheart mendongak melihat sahabatnya tersebut, ia mencoba untuk mengingatnya, “Pedro!?” sahutnya takut-takut.
Tante Alma juga menganggukan kepalanya, “Tapi, aku tidak tahu, benar apa tidak. Bahkan ia juga tidak tahu dimana aku tinggal,” sahutnya yang memberi tahu.
“Kau tahu seberapa gilanya laki-laki tersebut kepadamu? Dia bahkan rela melakukan apa saja demi mendapatkanmu,” ucapnya yang ikut kesal.
Ibuku berusaha mengingatnya, benar ada kemungkinan kematian suaminya akibat Pedro namun Ibuku tidak ingin berspekulasi dengan kondisi keadaannya sekarang apalagi kami tengah berduka. Salah satu temanku menghampiri aku, “Vansha, kau kenapa?”
“Entahlah, aku merasa ada yang aneh dengan kematian ayahku ini. Terlalu tiba-tiba, Nathan,” ucapku yang memberitahukan kepadanya.
“Hmm…jadi, begitu tapi apa ada musuh atau tidak?”
Mataku mengarah ke arah Ibuku, “Aku harap tidak tapi jika benar entahlah, mungkin aku akan membunuhnya.”
Nathan merupakan pemuda yang membuatku nyaman, ia selalu membela diriku dalam segala hal bahkan ia juga membantu aku untuk mendapatkan nilai yang lebih baik lagi. Ia pintar dalam segala aspek, “Sudahlah jangan kau ambil hati,” sahut Nathan.
“Tapi, aku tidak akan terima jika memang ayahku di bunuh, Nathan.”
Nathan memutar kedua bola matanya, ia tahu bahwa aku tidak akan main-main dengan perkataanku, “Hasrat membunuhmu di tahan saja, tunggu kau cukup umur,” ledeknya.
Aku melihat ke arah Nathan dengan tatapan tajam, aku yang sedikit emosi mendengar perkataannya, “Kau meledek diriku?”
Nathan membuang wajahnya melihat ke arah lain, “Aku tidak meledekmu namun kenyataan,” kesalnya.
Aku pamit meninggalkan Nathan untuk pergi ke toilet. Selama aku di toilet aku merasakan ada yang mengikuti diriku.
Namun aku tak tahu siapa itu, aku berusaha untuk tidak melihatnya, kondisi mental juga kian lama kian memburuk aku berharap hal itu hanya sebatas halusinasiku saja.
Aku menyipitkan mataku dan terlihat seorang laki-laki bertubuh gempal melihat diriku lalu bergantian melihat ke arah Ibuku, “Siapa kau?” geramku kepadanya.
Laki-laki tersebut terkekeh, “Kau Vansha Millien? Senang bertemu denganmu, manis, aku pikir kita bisa berteman,” ucapnya kepadaku.
Aku yang mendengarnya seakan ingin muntah, aku berlari untuk menemui Ibuku yang tengah sibuk dengan para tamu, “Bu, kau kenal dengan seseorang?” tanyaku jutek.
“Vansha, kau kenapa?” tanyanya.
“Jawab saja pertanyaanku.”
Ibuku terdiam ia membawaku ke tempat yang sedikit jauh supaya tak ada yang mendengar pembicaraan kami, “Kau bertemu dengan siapa?”
Aku menepiskan tangan Ibuku, “Kau kenal dengan laki-laki bertubuh gempal tersebut?” tanyaku dengan menunjuk laki-laki itu.
Laki-laki itu tersenyum kepada kami bahkan lebih tepatnya tertawa melihat diriku dan Ibuku. Ibuku terkejut melihat kehadiran laki-laki itu.
“Setelah acara ini. Ibu, akan menceritakannya kepadamu, nak,”
“Siapa laki-laki itu?” ucapku dengan geram. Aku tak percaya bahwa melihat seseorang yang menjijikkan di hadapanku itu, “Ibu selingkuh?” tanyaku.
Ibuku hanya bisa menahan rasa sakit di dalam hatinya dugaannya tepat. Pedro mengikuti keluarga kami hingga ke pemakaman ayahku, “Kau pulanglah,” sahut Ibuku.
“Jawab aku, Ibu,”
Ibuku berusaha meredakan kemarahan yang ada di dalam hatiku, ia memintaku untuk sabar dengan situasi yang terjadi sekarang ini.
Ia bahkan tidak percaya bahwa setidaknya dugaan Alma ada benarnya dengan kematian suaminya tersebut, “Ibu akan menjawabnya tapi di rumah, sayang, kau pulanglah,” katanya dengan tersenyum kepadaku.
Aku hanya mendengarkannya bahkan tidak menjawabnya matanya terlihat tenang di saat kondisi kami tengah seperti ini, ia bahkan seakan sudah tahu namun menutupinya, “Awas jika, Ibu, tidak memberitahuku,” ancamku.
“Pasti, Ibu, akan memberitahumu,”
Matanya yang hijau benar-benar membuatku tersihir bahkan aku tenang, aku pergi mengambil tasku dan meninggalkan ruang duka tersebut. Nathan melihat kepergian diriku, ia mencegatku, “Kau mau kemana?”
“Pulang,” sahutku kesal.