Adelia Jalwa Bagaskara harus merasa kepahitan dengan menjadi istri yang terabaikan oleh Bagas Radithya Wijaya. Bertahan dalam ketidakadilan dan rasa sakit selama lima tahun lamanya karena bujukan saudara tirinya Rosella Agustina Maheswari. Ketika Adelia tahu, semua sudah terlambat. Keluarga Bagaskara telah hancur sepenuhnya tanpa ada yang tersisa. Rosella membuatnya harus merenggang nyawa dalam kepedihan yang teramat sangat. Dalam kebencian Adelia terlahir kembali ke enam tahun sebelum ia mati, guna membalas dendam pada kedua wanita yang membuatnya menderita. Mampukah Adelia membalas perbuatan Rosella di kehidupan yang baru?
"Kembalikan! Tolong kembalikan kalung itu!" seru seorang wanita dengan hidung pesek pada seorang perempuan lain yang mengenakan seragam pelayan.
"Ini punya saya! Bagaimana bisa Nona Adelia mengaku kalung ini milik Anda," ujarnya menepis tangan perempuan tersebut.
"Kalung itu punyaku, Sarah. Satu-satunya harta yang kumiliki, kumohon jangan ambil!" Adelia berlutut dan memegang lutut di depan pelayan yang mengenakan seragam hitam putih.
Perempuan dua puluh tiga tahun itu tidak perduli meski harus berlutut dan mengemis di hadapan pelayan tersebut. Dirinya hanya menginginkan kalung yang dibawa oleh Sarah, ART di rumah sang suami.
Adelia tidak perduli kalau Sarah mengambil perhiasan miliknya yang lain. Akan tetapi, kalung tersebut satu-satunya benda yang tidak akan dia serahkan begitu saja.
Sarah, perempuan keturunan Sunda dengan hidung mancung itu menepis tangan Adelia kemudian berjongkok. Dia mencengkram wajah kusam sang majikan, mengabaikan jika perempuan itu meringis kesakitan.
"Anda lupa peraturannya, Nyonya Adelia?" tanya Sarah penuh penekanan. "Apa yang sudah di tangan saya, menjadi milik saya." Sarah melepaskan cengkeramannya dengan kasar dan kembali berdiri.
"Ambil yg lain! Tetapi jangan yang satu kalung itu, kumohon," iba Adelia sembari memegang ujung baju Sarah.
"Lepas! Jauhkan tangan kotor Anda dari tubuh saya!" teriak Sarah sembari menendang Adelia.
Brak!
"Ada apa ini?! Kenapa kalian membuat keributan!" Terdengar sebuah suara, memberikan secercah harapan untuk Adelia. "Kamu lupa apa yang kukatakan padamu, Sar! Di depan lagi ada acara, pastikan jalang ini untuk diam!" seru seorang pria yang masuk dengan wajah kesal.
Sarah menunduk. "Ma-maafkan saya, Tuan. Nyo-nyonya Adelia berusaha meminta kalung saya," gagap Sarah membuat wajah Adelia pucat seketika.
Adelia menggeleng, memandang sosok yang berdiri di samping Sarah ketakutan. "Bo-bohong, Mas. Sarah mengambil kalungku, hartaku satu-satunya," cicit Adelia beringsut mundur.
"Lihat kan, Tuan. Nyonya mengakui kalung saya sebagai miliknya." Sarah memandang sinis Adelia.
"Kalung itu memang milikku! Pemberian dari Kak..."
Plak!
Wajah Adelia berpaling akibat tamparan dari pria di depannya, bibir perempuan itu bahkan terluka. Pria tersebut berjongkok dan mencengkram wajah Adelia, memaksa wanita itu untuk menatapnya.
"Diam! Kamu bisa membuatku malu karena teriakanmu!" desis pria tersebut. "Kamu mau semua orang tahu kalau aku mengucilkan istriku di sini, hah!"
Napas Adelia tercekat, perih pada bibir dan panas pada pipinya tidak seberapa dibandingkan dengan hatinya. Bahkan setelah bertahun-tahun menikah, Bagas Radithya Wijaya masih sama kasarnya ketika ia baru tiba di rumah ini sebagai istrinya.
Air mata Adelia mengalir kencang, meringis ketika sang suami mengeratkan cengkraman nya. Sama seperti sebelumnya, ia semakin di dorong ke dalam jurang keputusasaan oleh keluarganya sendiri.
Bagas melepaskan cengkeramannya dengan kasar kemudian menarik rambut Adelia. Membuat wanita itu mendongak dan mengerang kesakitan.
Adelia dapat melihat Sarah menyeringai dan memandangnya dengan tatapan mengejek. Dirinya tidak lebih dari tawanan yang tinggal menunggu hukuman mati.
"Sa-sakit, Mas...am-ampunn!!" rintih Adelia, membuat Bagas semakin mengeratkan jambakannya.
"Berhenti mengeluarkan suara, mengerti!" peringat Bagas sembari memandang Adelia dengan tatapan tajamnya. "Mengerti, Lia!" Bagas menarik kuat rambut Adelia ketika tidak ada kata yang terucap dari bibir perempuan itu.
"Astaga! Berhenti menyakiti saudaraku, Bagas!" seru sebuah suara membuat Bagas melepaskan tangannya dari rambut Adelia.
Bagas mengibas-ngibaskan tangannya dengan ekspresi jijik ketika beberapa helai rambut Adelia menempel di tangannya. Pria bermata besar itu berbalik dan tersenyum, menghampiri wanita yang baru saja masuk.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Rose? Pestanya kan di rumah utama." Bagas mengecup pipi perempuan cantik dengan rambut bergelombang.
Perempuan yang dipanggil Rose tersenyum memandang Adelia cukup lama. Melewati Bagas begitu saja dan berjongkok kemudian mengamati wajah perempuan dengan tubuh kurus tersebut.
Adelia memandang Rose dengan wajah yang bersimbah air mata, berjengit ketika perempuan di depannya menyentuh lebam di pipinya. Tanpa kata, Rose membantu Adelia berdiri kemudian menatap Bagas dengan tatapan tajam.
"Kenapa kamu memukulnya, Bagas. Bukankah sudah kukatakan jangan pernah memukulnya!" seru Rose, membuat Bagas mendesah. "Kamu tahu dengan pasti apa yang membuatku mau menjadi madu dari saudaraku sendiri!"
"Ro-rose..."
"Jangan bela suami kita lagi, Lia. Lihatlah apa yang dilakukannya padamu," ujar Rose sendu, membawa Adelia ke ranjang dan mendudukkannya.
"Ayolah, Rosella sayang. Dia membuat keributan, aku hanya memberinya sedikit pelajaran," sahut Bagas malas. "Tidak perlu mengurus perempuan kumal itu. Ayo kita kembali ke pesta." Bagas menadahkan tangannya ke arah Rosa.
Rose hanya memandang tangan Bagas dengan wajah datar kemudian mengalihkan tatapannya pada Adelia. Perempuan yang dinikahi sang suami setahun lebih dulu, tetapi hanya menjadikannya istri simpanan.
"Keluar, Mas. Aku ingin berbicara dengan adikku," pinta Rose tanpa menoleh.
"Tetapi..."
"Keluar! Atau tidak ada jatah buat nanti malam!" potong Rose, membuat hati Adelia tersayat.
"Ap...Oh, tidak adil!" sentak Bagas, tetapi ia tetap mengikuti ucapan sang istri dan keluar dari kamar Adelia.
"Kamu juga, Sar," pinta Rose, menoleh ke arah Sarah.
Sarah mengangguk dan mengikuti Tuannya keluar dari kamar Adelia. Melihat Sarah yang akan keluar masih membawa kalung miliknya, membuat Adelia beranjak dari duduknya, berniat untuk menghalangi Sarah.
Akan tetapi, Rose menarik tangannya, memaksa Adelia untuk duduk di bibir ranjang dan memeluknya erat. Perempuan dengan mata besar itu tertegun kemudian terisak dan memeluk Rose.
"Jangan membuat keributan, Lia. Kamu tahu kan kalau suami kita temperamen," nasihat Rose sembari mengelus punggung Adelia. "Kamu nggak mau kan dia memukulmu lagi?"
"Kalungku. Kalung dari Lio di ambil Sarah, Ros," lirih Adelia, membuat Rose mengurai pelukannya. "Kumohon, cuma kalung itu satu-satunya hartaku, Ros. Tolong ambilkan." Adelia memandang Rose, kakak tiri sekaligus madunya.
Rose memandang Adelia sejenak kemudian mengangguk. "Aku akan berbicara dengan Sarah, tetapi tidak bisa menjanjikan apa-apa," ujar Rose.
"Tidak bisakah kamu memerintahkan nya untuk mengembalikan kalungku?" tanya Adelia penuh harap.
Rose menggeleng. "Aku hanya bisa membujuknya, Lia. Maaf. Kamu tahu bukan, Sarah orang itu orang kepercayaan suami kita," sahut Rose.
Adelia menunduk dan mengangguk, perempuan itu tahu kalau Bagas suami mereka sangat mempercayai Sarah. Statusnya bahkan lebih tinggi di bandingkan pelayan-pelayan lain yang bekerja di rumah megah Wijaya.
Otoritas Sarah berada satu tingkat di bawah kepala pelayan di rumah ini. Bahkan Rose yg merupakan istri kesayangan Bagas, tidak dapat menyentuh perempuan berusia dua puluh empat tahun tersebut.
"Selama aku pergi, jangan membuat keributan, oke," pinta Rose, beranjak dari duduknya kemudian berjalan keluar dari kamar kecil Adelia.
"Rosella," panggil Adelia, menghentikan langkah Rose.
Perempuan berambut bergelombang tersebut menoleh dan memandang adik tirinya tersebut. "Ya, Lia?"
"Terima kasih karena tetap berpihak kepadaku," ucap Adelia tulus.
Rose mengangguk, berbalik dan keluar dari kamar, meninggalkan Adelia dalam kegelapan. Perempuan itu berdiri dan berjalan menuju jendela yang berdebu dan memegangnya.
Hatinya berdenyut tatkala melihat Bagas dan Rose berjalan menuju rumah utama sembari bergandengan tangan. Sesuatu yang tidak pernah Bagas, suaminya berikan pada Adelia.
Selama lima tahun pernikahan, kamar ini lah yang menjadi saksi dari penderitaan Adelia. Selama itu juga dirinya menjadi istri yang tidak di anggap dan hanya menjadi pelampiasan nafsu di saat-saat tertentu.
"Ini, maafkan aku yang tidak bisa mempertahankan pemberianmu," lirih Adelia, memandang kelap-kelip lampu di rumah utama dengan mata nanar. "Semoga Rose berhasil membujuk Sarah." Adelia menyandarkan kepalanya pada jendela kamar.
Adelia tersentak dan mengernyit menahan sakit akibat rambut yang tertarik, dengan suara yang teredam karena bekapan pada mulutnya. Seseorang menariknya menjauh dari jendela, menyeret kemudian melempar tubuh Adelia ke atas ranjang.
Mata Adelia membola sempurna, tatkala melihat Srah berdiri di depannya dengan menyeringai. Perempuan dua puluh tiga tahun tersebut menggeleng sembari beringsut mundur menjauh dari jangkauan Sarah.
"Sekarang, waktunya hukuman karena sudah membuat keributan," lirih Sarah, menarik kaki Adelia.
"Ti-tidak jangan lagi..." cicit Adelia menggeleng dengan dada berdegup kencang.
Sarah naik ke atas tubuh Adelia, mendudukinya kemudian mengikat tangan perempuan malang tersebut di kepala ranjang. Ia menyumpal mulut Adelia menggunakan kain lap agar tidak berteriak kemudian menyeringai.
Adelia menggeleng, berusaha berteriak dan memberontak. Tetapi sekuat apapun ia berusaha, semua percuma. Ikatan Sarah terlalu kencang, hingga membuatnya tidak dapat bergerak.
"Aku heran, apa sih yang dilihat oleh Tuan Bagas hingga mau menikah dengan upik abu sepertimu!" desis Sarah penuh kebencian sembari mencengkram pipi Adelia.
Perempuan bertubuh tinggi kurus tersebut turun dari ranjang dan memandang Adelia mengejek kemudian keluar kamar. Ia kembali beberapa saat kemudian dengan membawa baskom yang membuat Adelia bergidik ngeri.
Sarah meletakkan baskom di nakas, memakai sarung tangan dan masker kemudian melihat isi baskom dengan wajah jijik. Ia meraup isi baskom, mengabaikan teriakan tertahan Adelia dan meletakkan kumpulan cacing berwarna coklat di atas tubuh perempuan yang terikat tersebut.
"Mampus! Siapa suruh kamu mengadu pada Nona Rosella!" serunya sembari terkekeh.
Adelia menggeleng kencang, menggeliat berusaha mengeyahkah puluhan cacing yang berada di atas tubuhnya. Namun kembali di rundung nestapa karena hewan melata itu masih bertahan di atas badannya.
Sementara Sarah, duduk di pinggir ranjang tersebut mengejek melihat penderitaan yang dialami oleh Adelia. Pelayan itu bahkan menumpahkan seluruh isi baskom di atas tubuh Adelia kemudian tertawa ketika melihat cacing mulai melata ke wajah perempuan yang terikat tersebut.
"Ah...apa Anda tahu, Nyonya Lia. Sudah sejak lama aku menginginkan kalung ini," ujar Sarah, mengeluarkan liontin dari dalam sakunya. "Benda mahal ini tidak pas di sandingkan dengan kulit kusam Anda." Sarah mengenakan kalung, berdiri dan menatap pantulannya dari cermin kemudian tersenyum.
"Dia lebih pantas bersanding dengan kulitku yang terawat, benar kan?" Lanjut Sarah kembali, melirik Adelia di balik cermin.
Adelia memandang Sarah dengan napas tersengal, memejamkan mata ketika merasakan napasnya mulai terasa berat. Hal yang terus berulang ketika Sarah melakukan hal yang sama.
Sarah tidak pernah memukul Adelia, pelayan tersebut bermain cantik agar majikannya tidak curiga.
Ia tidak ingin pria tampan tersebut mengetahui kalau dirinya menggunakan cacing, hewan yang paling ditakuti oleh Adelia untuk menyiksa nya.
Dia tidak perlu repot-repot bersikap kasar untuk menaklukkan seorang Adelia. Terbukti, perempuan yang terikat tersebut tidak berani melawannya sampai malam ini.
Sarah mendekat, menempelkan telinga ke bibir Adelia yang tertutup lap kotor. "Saya lupa mulut Anda tidak tersumpal. Maafkan saya," ujar Sarah melepas lap kotor dari mulut Adelia. "Apa yang Anda ingin katakan?"
"Likan...kembalikan kalung milikku, kumohon," lirih Adelia dengan suara bergetar, berusaha mempertahankan kesadarannya.
Adelia menyesal melepas kalung pemberian Lio sang kakak ketika pergi mandi. Kalau saja ia tidak melepasnya, maka Sarah tidak akan bisa merebut benda paling berharga dalam hidupnya.
Dalam ketakutan akan hewan melata di atas tubuhnya, Adelia harus memohon agar kalung yang berada di leher Sarah di kembalikan. Akan tetapi, Sarah hanya tersenyum sinis, merasa senang melihat istri pertama sang majikan itu menderita.
"Orang seperti Anda tidak pantas memiliki barang mewah seperti ini, Nyonya."
"Benda itu...pemberian terakhir dari kakakku. Kumohon," lirih Adelia kembali memohon.
"Siapa cepat dia dapat. Kalung ini sudah menjadi milik saya," sahut Sarah sembari meraba liontin di lehernya. "Bagaimana? Cantik kan?"
"Kembalikan, Sarah. Kemba..."
Belum selesai Adelia berbicara, ia sudah tidak sadarkan diri karena tubuh dan psikisnya yang melemah. Sarah memandang Adelia dengan tatapan datar kemudian keluar dari kamar perempuan itu tanpa membersihkan kekacauan yang dibuatnya.
Ia berhenti di depan pintu kembali memandang kembali ke arah Adelia yang pingsan kemudian menutup pintu kamar. "Lemah," desisnya sebelum meninggalkan kamar Adelia.
Penderitaan Adelia tidak sampai di situ saja, satu jam kemudian ketika ia tersadar hewan-hewan melata tersebut telah merayap hingga ke wajahnya. Tubuh Adelia gemetar dengan keringat dingin membasahi dahinya.
Jika biasanya Sarah akan membereskan kekacauan yang di buatnya ketika Adelia pingsan, kali ini tidak. Pelayan tersebut memilih pergi dan membiarkan hewan melata itu merayap dan masuk ke dalam daster lusuh yang dikenakan Adelia.
"Ti-tidak...tolong..." cicit Adelia ketika cacing-cacing tersebut mulai melata di kulitnya yang kusam.
Sensasi geli bercampur ngeri menguasai diri Adelia, ia bahkan terus bergerak berusaha menjauhkan tubuhnya dari hewan melata tersebut. Namun, semua usaha yang dilakukannya sia-sia, kumpulan cacing tersebut terus menggeliat di dalam daster Adelia.
Napas Adelia kembali tersengal, waktu terasa lambat baginya yang terikat tanpa bisa melakukan apa pun. Ia mengerjap mengingat wajah sang kakak yang tidak ada kabar setelah menimba ilmu di luar negeri.
Isak tangis mulai terdengar dari bibir tipis Adelia, merutuki nasibnya yang berubah 360° sejak menikah dengan sang suami. Kini yang dirasakannya hanya penderitaan yang seakan tidak pernah berakhir.
Brak!
Suara pintu terbuka membuat Adelia tersentak, terlihat tiga orang pelayan masuk dengan wajah datar. Mereka mengenakan sarung tangan dan membersihkan semua cacing yang berada di atas tubuh Adelia.
Sementara pelayan lain membuka tali yang mengikat tangan Adelia, membuat perempuan itu menarik napas lega. Tiga pelayan tersebut keluar dengan membawa baskom dan seprei yang penuh dengan lumpur.
"Sakit!" erang Adelia ketika Sarah yang baru saja datang menariknya ke kamar mandi.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sarah menarik daster yang dipakai Adelia hingga koyak kemudian menyiram tubuh perempuan itu dengan air dingin. Sarah mengabaikan pekikan kesakitan Adelia ketika ia menggosok tubuh perempuan itu menggunakan sabun dan kembali menyiram nya.
"Mandi sebanyak apa pun tetap saja tidak bisa menghilangkan dekil di tubuhmu," hina Sarah kembali menyeret Adelia keluar kamar mandi dan melempar tubuh telanjangnya ke atas ranjang. "Pakai ini!" Sarah melempar lingerie berwarna merah pada Adelia.
Adelia termangu memandang baju transparan tersebut kemudian meneguk ludah kasar. Sementara Sarah kembali tersenyum ketika melihat wajah Adelia yang pucat.
"Selamat menikmati malam bersama Tuan Bagas," desisnya tanpa ampun.
"Tenang saja, saya tidak akan membiarkan Nyonya cepat mati." Sarah berbisik di kuping Adelia kemudian pergi meninggalkan perempuan itu sendiri.
Bab 1 Kembalikan Kalungku
21/10/2024
Bab 2 Memohonlah
21/10/2024
Bab 3 Kematian yang Menyakitkan
21/10/2024
Bab 4 Menjalankan Rencana
21/10/2024
Bab 5 Mendapatkan Pestamu Sendiri
21/10/2024
Bab 6 Tidak Mau Naik Sepeda
21/10/2024
Bab 7 Sistem Yang Sudah Busuk Dari Dalam
21/10/2024
Bab 8 Bukan Levelnya
21/10/2024
Bab 9 Demi Kebaikan Lia
21/10/2024
Bab 10 Selamat Datang di Neraka, Bro!
21/10/2024
Bab 11 Anggap Tidak Mengenalku
22/10/2024
Bab 12 Kartu Milikmu
23/10/2024
Bab 13 Membutuhkan Bantuan Rasya
23/10/2024
Bab 14 Rekaman Video
24/10/2024
Bab 15 Memberi Pelajaran
25/10/2024
Bab 16 Tidak Ingin Menerima Pegawai Panjang Tangan
26/10/2024
Bab 17 Rencana Rosella
30/10/2024
Bab 18 Bertemu di Kafe
01/11/2024
Bab 19 Bujuk Rayu Rosella
02/11/2024
Bab 20 Ingatan yang Menyakitkan
03/11/2024
Bab 21 Playing Victim
04/11/2024
Bab 22 Panggil Aku Lio
Hari ini08:01
Buku lain oleh Mamud81
Selebihnya