Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
KEHIDUPAN SETELAH MENIKAH

KEHIDUPAN SETELAH MENIKAH

Degk_Nur

5.0
Komentar
266
Penayangan
31
Bab

Kanaya terpaksa menikah dengan Bisma, sebab tak ingin membuat ke-dua orang tuanya kecewa. Sedangkan hatinya masih mencintai Hamdan. Kehidupan setelah menikah yang dia harapkan tidak seperti yang diinginkannya. Bisma ternyata memiliki pacar, Vilia. Perempuan itu tengah hamil. Kanaya pun menikahkan Vilia dengan Bisma. Perlahan, Bisma mulai mencintainya. Pun Hamdan, dia datang untuk melamar. Bagaimanakah cerita cinta Kanaya selanjutnya?

Bab 1 Gaun Pengantin

Pagi ini Kanaya bersiap-siap untuk memilih gaun pengantin yang akan dia kenakan besok pagi. Kanaya ditemani oleh sahabatnya, Ara.

"Apa mungkin, Bisma itu jodohku?" tanya Kanaya seakan-akan masih belum yakin.

"Pasti, Kanaya. Kenapa kamu masih ragu?"

"Aku belum siap, Ara."

"Siap tidak siap, kamu harus siap. Bagaimanapun, dia sudah melamar kamu dengan baik-baik."

Ara terus berusaha untuk memberikan Kanaya semangat. Ara ingin sahabatnya itu selalu berbahagia. Kanaya pun memilih gaun pengantin yang bagus. Gaun pengantin berwarna putih untuk dia kenakan saat akad nikah. Akad nikah yang akan berlangsung pukul 08.00. Kanaya tinggal di kota Malang, kota dingin dan banyak tempat pariwisata. Setelah semua kebutuhan sudah selesai. Kanaya dan Ara pulang.

"Cuma kamu pengantin yang beli gaun secara mendadak seperti ini. Padahal, akad nikah kamu akan dilaksanakan besok pagi," ujar Ara sembari menggelengkan kepala.

"Namanya juga dadakan, Ara. Semuanya serba mendadak. Aku juga sebenarnya masih dilema dan tidak percaya dengan apa yang telah aku alami," kata Kanaya menjelaskan.

"Kamu cinta sama Bisma?" tanya Ara meyakinkan.

"Aku juga tidak tahu dengan perasaanku sendiri. Secara ini adalah sebuah perjodohan. Kamu tahu sendiri 'kan, laki-laki yang aku sukai," jawab Kanaya.

"Maksud kamu, Hamdan?"

"Iya, siapa lagi. Perbedaan antara mereka berdua itu sangat jauh. Hamdan itu lebih seperti seorang ustadz. Sedangkan Bisma, dia gaul," jelas Kanaya.

"Sudahlah, Kanaya. Kamu jangan terlalu berharap banyak kepada Hamdan. Kamu sudah lama menyimpan dan berhalusinasi tentang dia. Dia hanya menganggap kamu teman ngajar, tidak lebih dari itu," ujar Ara.

Kanaya masih membela dirinya, dia yakin satu hal, kalau Hamdan sebenarnya memiliki perasaan yang sama.

"Terserah kamu," kata Ara.

Hamdan dan Kanaya satu tempat mengajar di sebuah TPQ. Mereka berdua guru ngaji. Sering Kanaya dan Hamdan jalan bersama, itupun karena ada tugas yang harus dikerjakan bersama-sama.

Kedatangan Kanaya dan Ara disambut oleh Sinta, ibu Kanaya.

"Bagaimana gaunnya? Sudah ada?" tanya Sinta.

"Sudah dong, Tante."

"Bagus, terimakasih Ara."

"Sama-sama."

Sinta mempersilahkan Ara duduk, sedangkan Sinta membuat minuman jus untuk Ara dan juga Kanaya.

"Kamu harus banyak-banyak bersyukur loh, Kanaya. Kamu bisa memiliki ibu yang baik dan pengertian. Sebentar lagi juga kamu akan menikah," ucap Ara.

"Iya, aku bersyukur kok. Tapi, apa kamu kira kehidupan setelah menikah itu enak?" tanya Kanaya.

"Pastinya enaklah. Ada yang manjain, ada yang memberikan kasih sayang. Ada yang...,"

Belum sempat Ara meneruskan pembicaraannya, Sinta datang membawa nampan yang berisi dua gelas jus dan makanan ringan.

"Lagi bahas apa sih! Kayaknya seru banget!" ledek Sinta.

"Maklumlah, Tante. Namanya juga anak muda," ujar wanita yang bernama lengkap Tamara itu.

"Iya, deh! Tante gak ikut-ikutan," kata Sinta.

Ara dan Kanaya pun melanjutkan pembicaraan mereka. Kanaya menjelaskan, kalau pernikahan itu tidak seindah di film-film. Pasti ada yang namanya asam, manis dan pahit. Ara pun mengerti dengan maksud Kanaya, Ara pun pamit pulang. Kanaya harus beristirahat siang ini, agar dirinya bisa mendapatkan tenaga yang lebih baik. Meskipun pernikahan ini bukan keinginannya, dia harus berusaha untuk menetralisir perasaannya. Kanaya sudah bertekad untuk belajar mencintai Bisma, calon suaminya.

'Aku kira kehidupan yang aku jalani akan seperti di film ftv, aku akan menikah dengan orang yang aku cintai. Ternyata aku salah kaprah, ini dunia nyata,' batin Kanaya. Tidak terasa dia terlelap dalam tidurnya. Hari-hari yang dijalani Kanaya seperti biasanya, dia memang terbiasa tidur siang sebelum dia pergi mengajar ngaji di sore hari. Pukul 17.00 dia pulang ke rumahnya. Malamnya dia isi dengan mengajarkan les kepada anak-anak tetangga. Kanaya yang merupakan lulusan SMA, dia selalu mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Kanaya sebenarnya ingin melanjutkan pendidikannya hingga sarjana. Namun, hal itu terkendala oleh biaya. Jadi, hanya itu yang dapat dia lakukan agar ilmu yang diterima ketika SMA masih terus bermanfaat dan dia ingat.

"Kanaya, kamu sebaiknya menghentikan dulu rutinitas harian mu. Kamu besok 'kan, akad," ucap Sinta.

"Nanggung, Bu. Lagian besok hanya akad yang sederhana 'kan?" tanya Kanaya.

"Iya. Tapi, tetap saja kamu harus menjaga kesehatan," jawab Sinta.

"Iya, Ibuku sayang. Kanaya akan selalu menjaga kesehatan Kanaya. Tapi, Kanaya juga tidak bisa meninggalkan kewajiban yang biasanya aku kerjakan," ujar Kanaya sembari memeluk Sinta.

"Ya sudah kalau begitu, setelah selesai kamu harus berjanji. Kamu harus tidur," ucap Sinta.

"Iya."

Murid les yang belajar kepada Kanaya lumayan banyak. Total keseluruhan ada dua puluh anak, mereka juga yang menjadi pelipur lara Kanaya saat dirinya sedang gelisah, sedih dan juga marah.

Kanaya pun beranjak untuk tidur, setelah aktifitas dia lakukan sebaik mungkin. Sulit bagi Kanaya untuk tertidur lelap malam ini. Kanaya tidak bisa membayangkan, kalau dirinya akan memiliki status menjadi seorang istri besok pagi. Kanaya gugup, keraguan juga masih terus menghantuinya. Apalagi, tadi sore Hamdan mengakui perasaannya yang sudah lama Hamdan pendam. Hamdan tidak bisa mengatakannya dari dulu, dia belum siap untuk menikahi Kanaya.

"Mungkin aku memang laki-laki pengecut. Aku berani mengatakan semuanya hari ini, setelah kamu akan menjadi istri laki-laki lain. Beruntung laki-laki yang mendapatkan kamu. Maafkan aku, karena aku baru mengatakannya. Selain karena aku belum siap menikah, aku juga takut ditolak olehmu. Aku kira, perasaan yang aku pendam akan berujung manis. Kamu tidak akan menikah sampai aku datang melamar mu. Akan tetapi, aku salah dan aku lupa. Bahwa wanita tidak bisa menunggu lama. Wanita juga butuh kepastian, dan wanita layak memilih kebahagiaannya. Aku menyesal karena sudah menyia-nyiakan banyak kesempatan. Semoga kamu selalu bahagia, walaupun bahagiamu bukan karena ku." Hamdan langsung pergi dari hadapan Kanaya setelah dia menjelaskan semuanya.

Wanita itu masih terus terbayang-bayang akan ucapan Hamdan sore itu. Mungkin memang waktunya tidak pas. Namun, wanita itu merasakan sesak dalam hatinya. Sesak karena Hamdan tidak mengetahui tentang perasaannya yang juga memiliki perasaan yang sama. Sebenarnya tidak ada kata terlambat untuk semuanya. Kanaya bisa saja meninggalkan rumah hari ini juga dan membatalkan pernikahannya. Akan tetapi, Kanaya masih menghormati ke dua orang tuanya yang sudah meluangkan waktu, tenaga dan biaya untuk menikahkan dia dengan Bisma. Setelah Kanaya lelah dengan pikiran-pikiran yang selalu menghantui dirinya, dia pun memutuskan untuk memaksakan dirinya memejamkan mata.

'Aku harus melupakan semuanya, mungkin ini adalah hal yang terbaik untuk ku. Aku yakin, ini semua jalan yang sudah diridhoi Tuhan.'

Pikirannya masih terus kalut, padahal dia sudah mencoba berbagai macam cara. Dia pun bergegas pergi ke kamar mandi dan berwudhu. Dibacanya lembaran-lembaran Al-Qur'an. Setelah itu, dia kembali merebahkan tubuhnya dan terlelap dalam mimpi-mimpi indahnya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Degk_Nur

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku