Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Unforgettable CEO

Unforgettable CEO

Sun_Shine

5.0
Komentar
4.6K
Penayangan
33
Bab

"Elina, berani sekali kamu kabur setelah kamu menipu aku!" Elina terpaksa menghabiskan malam panasnya dengan Kevin setelah secara tidak sengaja dia meminum obat perangsang dari gelas yang salah. Kevin yang sedang menunggu kedatangan wanita kiriman dari asisten pribadinya, segera saja membawa Elina masuk ke dalam kamarnya, setelah dia melihat Elina berdiri di depan kamar hotelnya. Namun ada susuatu yang terjadi pada Kevin saat dia bersama dengan Elina di malam itu. Takdik sepertinya masih ingin bermain dengan mereka. Elina dan Kevin dipertemukan kembali dalam situasi yang berbeda. Apa yang akan terjadi pada Kevin dan Elina selanjutnya?

Bab 1 Salah Kamar

"Aduh, kok kepalaku pusing banget ya. Aduh ... ini kenapa ya," keluh Elina ketika dia merasa kepalanya kini terasa semakin berat.

"Kamu tadi minum apaan sih, Ell?" tanya Dinda yang melihat tubuh sahabatnya sedikit berkeringat saat ini.

"Gak ada kok. Aku cuma minum yang ada di sini doang ... tapi kenapa kepalaku rasanya berat banget ya. Nggak biasanya banget kayak ini," jawab Elina sambil mulai memijat pelipisnya sendiri.

"Kok bisa gitu sih. Kayaknya ini bukan pertama kalinya deh kamu minum minuman ini kan. Dan biasanya nggak pernah sampai ngeluh tuh," ucap Dinda yang kemudian memberikan tisu pada Elina untuk sedikit menyeka keringat yang ada di keningnya.

"Ell, kayaknya kamu perlu istirahat deh. Kamu mau ke kamar duluan atau tetap mau di sini aja? Mending ke kamar deh, Ell," tanya Mega yang duduk bersama Elina dan Dinda sekaligus memberikan saran pada sahabat kekasihnya itu.

"Iya bener, Ell. Kondisi kamu kayaknya makin ga bener nih," timpal Dinda yang mendukung ucapan Mega.

"Di sini aja deh dulu bentaran. Bisa makin bete aku ntar kalau sendirian di kamar," jawab Elina yang kemudian segera menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan mencoba untuk memejamkan matanya.

Elina yang baru saja putus dari kekasihnya membutuhkan hiburan untuk melupakan rasa sedihnya karena ditinggal pergi tanpa alasan oleh kekasihnya. Elina mengajak 2 orang sahabat baiknya itu untuk menikmati malam di sebuah klub malam dan pergi menginap di hotel yang ada di atas klub tersebut.

Dentuman suara musik yang semakin kencang kian membuat darah Elina mendidih saat ini. Badannya terasa semakin panas dan kepalanya juga semakin berat.

Padahal ini bukan pertama kalinya dia minum minuman yang sama seperti yang dia tenggak malam ini, tapi entah mengapa malam ini tubuhnya memberikan reaksi yang berbeda dari yang biasanya.

"Aduh kepalaku ini kenapa sih," keluh Elina pelan sambil memegang kepalanya erat-erat.

"Ell, mendingan kamu istirahat deh. Kamu makin keliatan kayak orang teler tau ga," saran Dinda.

"Nggak mau ah. Ntar aku ke inget lagi sama si brengsek itu," tolak Elina.

"Tapi kamu kayaknya nggak sehat, Ell. Entar yang ada kamu makin sakit."

"Iya Ell, bener apa yang dibilang sama Dinda itu. Mendingan kamu naik dulu deh, besok kita ke sini lagi kalau emang kamu masih pengen kita ke sini. Tapi beneran deh ... kondisi kamu nggak baik banget hari ini. Kalo perlu kita naik aja lah barengan kalo emang kamu gak mau sendirian di kamar," sahut Mega yang mendukung saran dari Dinda.

Elina tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Dinda. Dia melihat ke arah Dinda dan Mega secara bergantian.

Sepertinya apa yang dikatakan oleh Dinda tentang kondisi tubuhnya malam ini semua benar. Kondisi tubuhnya sangat tidak bersahabat sehingga membuat dia merasa sedikit sakit, padahal baru sebentar saja dia minum.

"Kayaknya aku emang harus istirahat deh. Badanku beneran gak enak. Panas banget," ucap Elina sambil meraih tas miliknya.

"Perlu aku temenin gak?" Dinda menawarkan diri.

"Gak usah. Kamu di sini aja ama Mega. Aku mau langsung tidur."

"Beneran gak mau dianterin ke kamar?" Mega juga ingin memastikan.

"Gak usah, aku masih bisa jalan kok. Din, ntar kalo aku gak bukain pintu ... kamu tidur di kamar Mega ya?" pesan Elina sebelum dia meninggalkan teman-temannya itu.

"Beres. Kamu istirahat aja Ell. Baik-baik ya, Ell," pesan Dinda sambil membantu Elina merapikan barangnya.

"Ell, kalo butuh kita ... telepon aja ya, gak usah ragu," ucap Mega juga ikut berpesan pada sahabat baiknya itu.

Elina membalas ucapan teman-temannya itu hanya dengan senyuman. Dia ingin segera meninggalkan tempat itu karena dia merasa kepalanya serasa ingin meledak setiap dia mendengar suara musik yang sangat keras di klub malam itu.

Elina tidak ingin cuti kerja hari Senin nanti, oleh karena itu dia memilih untuk mengikuti saran dari teman-temannya. Dia segera berpamitan lalu berjalan perlahan menuju ke pintu keluar klub malam.

Dengan sedikit susah payah, Elina berjalan di antara kerumunan orang yang sedang menikmati malam sambil bergoyang mengikuti dentuman musik yang seperti membakar tubuh mereka. Elina berjalan perlahan mencoba menghindari orang-orang yang berlalu lalang di sana.

"Ah gila! Sakit banget sih kepalaku. Salah makan kali aku tadi ya," gumam Elina sendirian saat dia sudah berada di dalam lift.

"Moga besok pagi sembuh lah. Mau minum obat sakit kepala tapi kok abis minum, ntar kalo bereaksi ... bisa modar aku. Gak lah, tidur dulu aja," lanjut Elina lagi yang ingin segera sampai ke kamar hotelnya.

***

"Halo Bos, saya antar jam berapa?" tanya Bima pada atasannya.

"Bentar lagi. Aku baru aja beres meeting," jawab Kevin sambil menggerakkan lehernya yang sejak tadi terasa tegang.

"Baik, Bos. Nanti saya siapkan seperti biasanya."

"Ok! Kirimkan 10 menit lagi," perintah Kevin pada asisten pribadinya itu sebelum dia menutup sambungan telepon.

Kevin meletakkan kembali ponselnya lalu segera menutup layar laptopnya. Dia baru saja melakukan rapat penting dengan cabang perusahaan keluarganya di Amerika, yang baru saja dia tinggalkan.

Saat lelah, pria muda berusia di awal 30 tahun itu selalu menyuruh asisten pribadinya untuk menyewa wanita malam dengan kriteria yang dia inginkan. Kevin yang masih belum berniat menikah itu memang masih belum berniat mengikat dirinya dengan satu wanita saja.

Pandangan Elina kini kian kabur setelah dia sampai di koridor kamar yang dia sewa. Sambil berjalan perlahan dan berpegangan pada tembok, Elina mencoba untuk secepatnya sampai di kamarnya. Koridor Itu tampak sangat sepi, tidak ada satu orang pun yang melintas di sana.

"Aduh badanku kok makin panas banget ya. Nyebelin banget deh! Ah ... ini kamarku," gumam Elina pelan sambil berapa kali mengerjapkan matanya untuk melihat nomor kamar yang ada di pintu coklat itu.

Elina segera mengambil kunci kamar dari dalam tas agar dia bisa segera masuk. Kesadarannya yang mulai hilang membuat Elina sedikit kesulitan untuk mencari kunci kamarnya itu.

"Duh ... di mana sih kuncinya," gerutu Elina sambil terus merogoh tasnya.

"Ah ... ini dia."

"Eh ... keren banget nih kamar. Baru juga mau ditempelin kuncinya, pintunya udah ngebuka sendiri," ucap Elina pelan ketika dia melihat pintu kamar itu sedikit terbuka.

Tiba-tiba pintu itu terbuka sedikit lebih besar lalu muncul tangan yang langsung mencengkeram pergelangan tangan Elina dan menariknya dengan paksa untuk masuk ke dalam. Badan Elina yang sedikit oleng, segera terbawa masuk ke dalam kamar tanpa bisa dia cegah lagi.

"Eh apa-apaan ini!" tolak Elina ketika dia merasa ada seseorang yang membawanya masuk ke dalam kamar tersebut.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Sun_Shine

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku