Jena yang merupakan gadis dari keluarga sederhana, terobsesi pada dokter tampan yang mengobati ayahnya. Ia menjebak dokter bernama Sakha itu hingga melewatkan malam panas bersama, namun Jena justru berakhir menjadi istri siri sang dokter yang ternyata begitu liar. Keberadaannya dirahasiakan dari semua orang, meski begitu hubungan mereka begitu panas. Sayangnya hubungan mereka harus berakhir saat Jena dituduh menghabisi kakak iparnya dan ia harus menghabiskan malam-malam panjang di balik jeruji besi dalam keadaan hamil. Semenjak itu Jena berubah membenci Sakha. Keduanya baru kembali bertemu setelah beberapa tahun kemudian di sebuah kamar hotel VVIP. Sakha yang ikut pesta lajang salah satu temannya kembali bertemu dengan Jena yang menjadi seorang penari. Akankah keduanya kembali saling mencintai atau justru saling menghancurkan.
"Apapun akan kulakukan untuk membuatmu tetap berada di sisiku Sakha ... kau milikku ..." ucap Jena malam itu. Satu rencana sudah ia susun demi bisa menahan sahabatnya Sakha yang baru ia kenal beberapa bulan belakangan.
Kini, pria tampan berkulit putih dengan garis rahang tegas dan bibirnya yang kemerahan itu sudah berubah bak singa kelaparan. Tubuh atletisnya mulai mengukung tubuh Jena. Ia terus menciumi wajah cantik Jena, sebelum akhirnya menyatukan bibir mereka.
Namun saat adegan itu berlangsung, tiba-tiba kesadaran Jena kembali, begitu ia teringat pada ayahnya yang sedang sakit.
"Mas Sakha stopp, tunggu-tunggu jangan lakukan ini!!" pekik Jena saat tangan Sakha mulai mengoyak atasannya, namun hal itu sama sekali tak diindahkan oleh pria di atasnya.
Dan kini pria itu justru memberikan sentuhan di telinga Jena yang membuat gadis itu menggelinjang hebat. Belum lagi sentuhan tangan Sakha di dadanya.
"Enghhh .... " desah Jena saat bibir Sakha kembali menyentuh lehernya. Jiwa raganya melayang menembus awan. Rasa geli sekaligus nikmat menjalari sekujur tubuhya.
Semakin lama ia semakin pasrah, kini sudah tak ada sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya. Jena jelas tahu akan kemana arah yang mereka lalui saat ini, tapi entah kenapa ia menjadi takut, namun kini semuanya sudah terlambat.
Jena sudah kehilangan akal. Kedua tangannya menekan rambut tebal Sakha saat pria itu mengulum ujung berwarna pink di atas dadanya yang bulat sempurna.
"Ahhh Masss .... "
Jena semakin lupa diri saat tubuh bagian bawahnya dipermainkan dengan begitu gilanya oleh jemari kokoh milik sang dokter tampan. Tak sampai disitu, bibir Sakha semakin bergerak ke bawah menelusuri perut rata Jena, membuat jantung wanita 21 tahun itu berdetak kencang, dan benar dugaannya.
Bibir Sakha berhenti di titik terindah miliknya. Tempat yang selama ini selalu ia rawat dan ia jaga dan kini sudah menjadi bulan bulanan sahabatnya sendiri.
Bibir Jena sudah tak bisa terkendali, terlebih saat sesuatu yang keras menerjang bagian itu.
"Akhhhhhh ..."
Suara erangan turut keluar dari bibir Pria tampan bernama Arshaka Maheswara itu ketika kelelakiannya berhasil menerobos milik Jena.
"Maasss sakiitt!!" teriak Jena tanpa sadar kalau sejak tadi suaranya sangat keras, namun Sakha sama sekali tak peduli, ia terus mengguncang tubuhnya. Seiring berjalannya waktu tak ada lagi teriakan kesakitan di antara keduanya, yang ada tinggalah kenikmatan demi kenikmatan.
Sapuan lidah Sakha di sekujur tubuhnya membuat Jena lupa akan segalanya. Desahan lembut terus keluar dari bibirnya, dan hal itu membuat Sakha semakin menggila.
Untuk yang kedua kalinya tubuh laki laki itu menegang menuntaskan segala hasratnya di dalam rahim wanita di bawahnya.
"Aku mencintaimu mass," kalimat itulah yang pada akhirnya terucap lirih dari bibir tipis Jena setelah permainan usai dan mereka masih saling menatap satu sama lain.
Mendengar itu Sakha hanya menatap sendu. Otaknya tak bisa berpikir dengan benar, efek obat perangsang yang Jena berikan. Hasratnya pun masih menggebu, karenanya ia meraup kembali dengan kasar bibir Jena hingga membuatnya menjadi bengkak. Aksi mereka terhenti ketika mendengar teriakan seseorang dari balik pintu.
"Jena!!"
Teriak seorang laki-laki dari balik pintu kamar. Seketika Jena berjingkat kaget dan menahan kepala Sakha agar tak kembali mencumbunya.
"Kenapa?" lirih Sakha dengan suara parau.
"Itu Mas, itu ... suara ayah," jawab Jena yang kemudian membungkam mulutnya sendiri.
Tubuh bagian bawahnya masih terasa perih, namun Jena tetap beringsut perlahan setelah mendorong tubuh Sakha yang lemas karena percintaan panas yang mereka lakukan.
"Jenaa!!"
Teriakan itu kembali terdengar. Secepat kilat Jena langsung kembali mengenakan pakaiannya dan melesat ke arah pintu.
"Ayah kenapa bangun?" ujarnya sambil perlahan kembali menutup pintu.
"Ada siapa di dalam?"
Bukannya menjawab pak Rahman justru balik bertanya membuat jantung Jena berdetak kencang.
Terlebih saat sang ayah memaksa untuk masuk ke kamarnya namun ia cukup kesulitan karena tubuhnya yang berada di atas kursi roda. Penyakit stroke membuatnya lumpuh sehingga terpaksa membuat putri satu satunya yang ia miliki menjadi tulang punggung keluarga.
Jena berusaha melarang, tapi sayangnya pak Rahman terus memaksa hingga akhirnya pria paruh baya itu terjatuh dari kursi roda dan membuat pintu kamar Jena terbuka lebar lebar.
"Siapa itu!!" teriaknya kemudian begitu melihat ada pria di atas ranjang.
Akibat teriakan pak Rahman, orang yang berada di balik selimut pun terkejut, namun meski masih linglung dan lemas, Sakha tetap mencoba sekuat tenaga mengembalikan kesadarannya.
Diraihnya botol air mineral yang kebetulan tergeletak di atas meja, baru setelah itu ia semakin mendapatkan kesadarannya.
"Keluar kau dari kamar anakku!!"
Teriakan pak Rahman yang menggema semakin membuat Sakha tersadar. Matanya terbelalak seketika begitu mendapati tubuhnya yang polos hanya tertutup oleh selimut.
Pria itu masih tak beranjak, ia hanya mengedarkan pandangan mencoba mengenali tempat ia berada saat ini namun tak berhasil karena memang sebelumnya ia juga tak pernah masuk ke kamar Jena.
Sementara itu di depan pintu kamar, pak Rahman terus memaki maki putrinya dengan diiringi isak tangis hingga suara itu mengundang perhatian warga yang rumahnya memang berdempetan layaknya perumahan bersubsidi pada umumnya.
Beberapa warga berdatangan dan mengetuk ngetuk rumah pak Rahman. Hal itu membuat Jena semakin panik dan takut. Sungguh bukan hal seperti ini yang ia harapkan. Ditutupnya kembali pintu kamar dengan kencang, sementara di dalam sana Sakha masih terus berusaha mencerna apa yang baru saja ia lakukan sambil memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai dan betapa terkejutnya saat ia menyingkap selimut untuk mencari cela dalamnya, di balik selimut itu terdapat noda merah yang menandakan ia telah melakukan sesuatu terhadap seorang wanita.
Dada Sakha kini bergemuruh hebat, ia pun menajamkan pendengarannya sebelum akhirnya segera berpakaian dan keluar dari kamar.
Pandangan matanya kini tertuju lurus pada wanita yang terus menunduk saat sang ayah memaki makinya. Meski suaranya tak terlalu jelas karena penyakit yang ia derita tapi dari ekspresi wajahnya jelas menggambarkan jika lelaki yang tak lain adalah ayah Jena sekaligus pasiennya itu sedang marah.
"Jena .... " panggil Sakha yang membuat wanita itu menatap ke arahnya tanpa suara.
"Apa aku sudah melakukannya padamu?" tanyanya lagi. Hanya saja Sakha tak mampu mengeluarkan pertanyaan itu, ia hanya mampu mengatakannya dalam hati.