Hilya--gadis berusia 20 tahun, tiba-tiba dipaksa oleh keluarganya untuk menjadi pengantin pengganti, mendampingi sepupunya yang bernama Zayyan. Hal itu disebabkan karena tunangan Zayyan melarikan diri bersama mantan pacarnya beberapa hari sebelum acara pernikahan. Meskipun Zayyan adalah anak dari pamannya Hilya, tetapi mereka tidak dekat sama sekali. Zayyan selama ini selalu bersikap ketus, dan tidak bersahabat dengan Hilya, membuat Hilya sedikit membencinya. Apakah Hilya bisa menerima pernikahan terpaksanya dengan Zayyan? Lalu, bagaimana sikap Zayyan kepada Hilya setelah mereka menikah?
"Apa?! Tata kabur dari rumah?" Rafi, seorang laki-laki paruh baya terkejut mendengar kabar yang baru saja disampaikan oleh Andi--orang kepercayaannya. Ini masih pagi, dan waktunya sarapan, tapi Andi sudah melaporkan hal yang kurang menyenangkan itu.
"Benar, Tuan." Andi mengangguk, tanda apa yang ia laporkan tadi memang benar adanya.
"Kamu kalau ngasih informasi yang bener dong, Ndi. Jangan membuat kita panik seperti ini." Anita--istri Rafi pun ikut bicara.
"Benar, Nyonya. Apa yang saya sampaikan itu memang benar. Tentu saya tidak berani untuk membohongi Tuan, dan Nyonya." Sekali lagi Andi mengkonfirmasi kebenaran dari apa yang disampaikannya kepada pasangan suami istri yang menjadi bosnya itu.
Anita melihat ke arah Andi, dan mengamati gerak-geriknya. Tidak ia temukan kebohongan di sana. Anak buah suaminya itu memang sedang jujur.
Berbeda dengan sang istri, Rafi justru langsung percaya dengan apa yang disampaikan Andi tadi. Andi sudah bekerja puluhan tahun dengannya, dan sudah menjadi tangan kanannya. Tidak mungkin Andi berani memberikan informasi yang salah.
"Kamu tahu dengan siapa Tata kabur?" tanya Rafi.
"Nona Tata pergi bersama seorang laki-laki yang sepertinya seumuran. Setelah saya gali lebih lanjut, laki-laki itu ternyata kekasih nona Tata, Tuan." Andi menjelaskan kronologi dari apa yang dilihatnya tadi malam.
Tata adalah anak dari rekan bisnis Rafi yang dijodohkan dengan Zayyan, anaknya. Beberapa hari ini Rafi memang sengaja mengutus beberapa orang kepercayaannya yang diketuai oleh Andi untuk mengawasi gerak-gerik keluarga Tata.
Yang merencanakan perjodohan antara Zayyan, dan Tata memang Rafi sendiri, serta ayah Tata. Namun, akhir-akhir ini ia merasa ada yang janggal dengan Tata, sehingga ia memutuskan menyuruh anak buahnya untuk mengawasi Tata, beserta keluarganya.
Semalam, saat Andi bertugas mengintai di sekitar rumah Tata, ia melihat Tata keluar dari halaman rumahnya dengan cara mengendap-endap pada waktu tengah malam. Setelah Tata berada di luar pintu gerbang, ada sebuah mobil yang menjemput Tata, kemudian pergi begitu Tata menaikinya.
Andi kemudian menyuruh anak buahnya untuk membuntuti Tata. Pada pukul empat pagi, barulah Andi mendapat informasi, bahwa orang yang membawa Tata pergi adalah kekasih Tata. Andi juga mendapat kabar bahwa Tata beserta pacarnya akan pergi ke luar negeri pukul sembilan pagi.
"Nona Tata, dan laki-laki itu akan pergi ke luar negeri pukul sembilan nanti, Tuan. Jika Tuan menghendaki, saya bisa menggagalkan penerbangan nona Tata," lanjut Andi.
"Tidak perlu!" sahut Rafi. "Biarkan saja dulu. Kita tunggu sampai dua hari."
"Tapi, Pah, pernikahan Zayyan, dan Tata tinggal dua minggu lagi, gimana kalau Tata ternyata lama di luar negeri?" sela Anita.
"Ya batalkan saja pernikahannya. Zayyan pantas mendapatkan calon istri yang lebih baik daripada Tata," putus Rafi.
"Kok gampang banget memutuskan begitu, Pah? Papah sendiri yang merencanakan perjodohan Zayyan, dan Tata, hingga akhirnya rencana pernikahan sudah di depan mata. Tapi sekarang, tiba-tiba mau dibatalkan begitu saja," protes Anita. "Memangnya Papah nggak malu sama pak Waluyo, dan bu Susi, calon besan kita?"
"Kenapa harus malu? Seharusnya mereka yang malu karena anak mereka pergi ke luar negeri bersama pacarnya, bahkan setelah rencana pernikahan disepakati. Harusnya mereka itu mengawasi Tata dengan ketat, sehingga tidak terjadi kecolongan seperti ini," sahut Rafi. "Sekarang papah malah curiga, jangan-jangan keluarga pak Waluyo mau mempermainkan kita."
"Jangan su'udzon begitu, Pah. Mungkin saja keluarga pak Waluyo memang sedang kecolongan kali ini," tegur Anita, seraya mengelus punggung tangan sang suami.
Rafi menghela napas. Ia benar-benar kecewa kali ini, terutama pada Tata yang digadang-gadang sebagai calon menantunya, tapi justru membuatnya marah. Untung saja ada Anita, sang istri yang selalu berhasil menenangkannya.
"Andi, kamu terus awasi keluarga pak Waluyo. Laporkan segala hal, tanpa ada yang terlewat sekali pun. Dan perintahkan juga pada anak buahmu untuk membuntuti Tata ke luar negeri," titah Rafi.
"Baik, Tuan," jawab Andi. "Kalau begitu, saya mohon undur diri."
Setelah kepergian Andi, Rafi meneguk kopinya yang mulai dingin, dengan Anita yang masih setia duduk di sampingnya.
"Zayyan mungkin saja sedih kalau mendengar kabar ini, Pah," keluh Anita. Sebagai seorang ibu, ia tidak tega jika nanti melihat sang anak kesayangannya itu bersedih hati mendengar calon istrinya pergi bersama kekasihnya.
"Zayyan itu bukan laki-laki lemah, Mah." Setelah mengatakan itu, Rafi pun bangun dari duduknya. "Papah berangkat ke kantor dulu, Mah."
Anita pun mengangguk. "Hati-hati di jalan, Pah." Ia pun menjabat, dan mencium tangan sang suami.
"Jangan terlalu dipikirkan," ujar Rafi, dan Anita pun kembali mengangguk.
Anita mengantar sang suami sampai ke depan pintu, dan menunggu sampai mobil yang membawa suaminya itu keluar dari halaman rumah. Begitu berbalik badan, ia terkejut dengan kehadiran anak perempuannya.
"Tasya! Kamu ini ngagetin aja! Sejak kapan kamu ada di belakang mama?"
"Sejak Mama fokus ngeliatin papah naik mobil tadi," jawab remaja perempuan yang memakai seragam sekolah menengah atas itu.
Anita menghela napas. "Ini sudah siang, Tasya, kenapa kamu belum berangkat sekolah? Kalau kakakmu ada di rumah, pasti dia akan marahin kamu."
"Udah jam tujuh, Mah," ucap Tasya, merasa tak bersalah.
"Sudah terlambat dong kamu. Niat sekolah nggak sih? Jangan-jangan kamu tadi bangun kesiangan ya?" omel Anita.
"Iya, Mah, hehe." Tasya masih tak merasa bersalah, dan Anita pun sekali lagi menghela napas melihat kelakuan anak bungsunya itu. "Lagian aku kan lagi mens, nggak papa dong kalau bangun kesiangan? Kan lagi nggak sholat."
"Kamu ini ya." Anita menjewer telinga kanan Tasya, membuat Tasya spontan mengaduh kesakitan. "Meskipun lagi nggak sholat, tetep aja kamu harus bangun pagi. Sekarang, salah siapa coba kamu sampai telat berangkat sekolah?"
"Salah aku, Mah. Udah dong jewernya," kata Tasya, dan sang ibu pun melepaskan tangannya dari telinga Tasya.
"Sebenarnya jam enam lebih seperempat tadi aku udah siap berangkat sekolah kok, Mah. Tapi, pas mau pamitan sama Mamah, dan Papah, aku lihat kalian lagi bicara serius sama om Andi. Karena aku penasaran juga, ya udah aku sekalian aja dengerin obrolan kalian," ucap Tasya jujur.
"Jadi kamu nguping? Dan gara-gara itu kamu jadi telat berangkat sekolah?" Anita geleng-geleng kepala. "Siapa yang ngajarin kamu kayak gitu?"
"Ya nggak ada sih," jawab Tasya apa adanya. "Oh ya, Mah, aku denger tadi kalau kak Tata, calonnya kak Zayyan kabur ya, Mah? Kasian ya kak Zayyan, pernikahan tinggal menghitung hari, tapi calon istrinya malah berkhianat. Lagian papah sih, main asal ngejodohin kak Zayyan sama sembarang cewek, kayak gini kan jadinya."
"Tata itu bukan perempuan sembarangan. Dia anak rekan bisnis papah," sanggah Anita.
"Iya aku tau, Mah. Tapi, apa papah nggak pertimbangin dulu gitu? Dilihat-lihat juga kayaknya kak Tata bukan cewek bener," kata Tasya.
"Bukan cewek bener bagaimana maksud kamu, Sya? Jangan menduga-duga seperti itu ah, dosa," tegur Anita. Ia tidak suka jika anaknya berburuk sangka pada orang lain.
"Alah si Mama pake belain dia segala. Padahal kan awalnya Mama juga nggak setuju kan kalau papa jodohin kak Zayyan sama kak Tata?"
Anita tak menyangkal perkataan Tasya. Memang benar, pada awalnya ia tak setuju pada saat sang suami punya rencana menjodohkan Zayyan dengan Tata. Tata bukan gambaran calon menantu yang diidamkannya. Namun, setelah bertemu dengan Tata, dan melihat sikap Tata yang cukup baik, dan ramah, perlahan Anita mulai setuju dengan rencana perjodohan itu.
Mungkin saja Tata bukan calon menantu seperti harapannya, akan tetapi Anita yakin bahwa setelah menikah, Zayyan bisa memberi arahan pada Tata, begitu pikirnya saat itu. Tapi apa yang terjadi kali ini, sungguh membuat Anita kecewa pada Tata.
"Mamah awalnya nggak setuju kan karena belum kenal sama Tata, Sya. Setelah mamah kenal sama dia, dan ternyata dia orangnya baik, dan ramah, mamah pikir nggak ada salahnya kalau Zayyan berjodoh dengannya," ujar Anita.
"Orang baik, dan ramah kan banyak, Mah, di dunia ini nggak cuma kak Tata doang kali yang baik. Lagian aku juga paham kok, kenapa awalnya mamah nggak setuju sama kak Tata," balas Tasya.
"Kenapa coba?" tanya Anita. Seingatnya ia tidak pernah menceritakan pada siapa pun tentang alasan mengapa dirinya dulu sempat tak setuju jika Zayyan dijodohkan dengan Tata. Lalu, bagaimana anak perempuannya ini tahu?
"Karena kak Tata nggak pake jilbab. Mamah kan pengennya punya menantu yang menutup aurat. Iya kan?" tebak Tasya.
Anita diam. Dalam hati ia membenarkan perkataan Tasya. Ia memang mengidamkan calon menantu perempuan yang berhijab.
"Benar kan tebakan aku, Mah?" tanya Tasya.
Anita berdehem. "Iya, memang benar. Tapi nanti setelah menikah, Zayyan kan bisa nasehatin Tata supaya menutup aurat."
"Itu kan kalau kak Tata-nya mau, Mah, kalau nggak, gimana coba?" kata Tasya.
"Halah, sudahlah, Sya, kok jadi ke mana-mana ngobrolnya sih. Mending sekarang kamu berangkat sekolah sana," tutur Anita.
Tasya terlihat ogah-ogahan. "Udah telat, Mah. Besok aja lagi deh, sekolahnya."
Anita memutar bola matanya. "Ya sudah, tapi kamu harus janji, besok jam enam pagi harus sudah siap berangkat. Kalau telat, mamah potong uang jajan kamu."
Anak gadis Anita itu pun memonyongkan bibirnya, tapi kemudian mengangguk juga.
"Oh ya, mengenai masalah yang kamu dengar tadi, mamah minta kamu jangan cerita dulu ke kak Zayyan," ucap Anita.
"Lho, emangnya kenapa, Mah? Kak Zayyan berhak tau dong gimana kelakuan calon istrinya," protes Tasya. "Bayangin deh, Mah, kak Zayyan yang baik gitu, terus juga ganteng, ditambah dokter muda yang penuh kharisma, hingga membuatnya diidam-idamkan banyak wanita, tapi malah dikhianati sebelum pernikahannya yang tinggal menghitung hari."
"Siapa yang mengkhianati Zayyan?" tanya seorang wanita lanjut usia yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah, membuat Anita serta Tasya sontak menoleh.
Anita, dan Tasya kemudian saling berpandangan. Anita pun memberi kode lewat kedipan mata agar Tasya diam. Bisa gawat jika kabar tidak menyenangkan itu didengar oleh ibu mertuanya.
Bab 1 Part 1 kabar tidak menyenangkan
13/08/2023
Bab 2 Part 2 Keputusan
13/08/2023
Bab 3 Part 3 Sikap Zayyan
14/08/2023
Bab 4 Part 4 saham turun
14/08/2023
Bab 5 Part 5 permintaan Zayyan pada ibunya
17/08/2023
Bab 6 Part 6 permintaan Anita
17/08/2023
Bab 7 Part 7 Bujukan nenek
18/08/2023
Buku lain oleh Aufa21
Selebihnya