Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Saat senja mulai menampakkan kecantikannya, merah merona melekat di langit Jakarta, kota yang padat dengan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi sehingga bisa sangat mudah untuk bisa menikmati keindahan senja dari atas bangunan, yang memiliki banyak kaca yang lebar dan jernih.
Di sebuah bangunan tinggi seorang laki-laki yang masih sibuk dengan layar komputer serta tumpukan berkas-berkas di depannya.
Tok, tok.p
"Masuk!" teriak laki-laki itu tanpa menoleh.
Seorang wanita pun masuk ke dalam ruangannya dengan langkah gontai dia gugup dan sedang ketakutan, "Permisi Pak, saya hendak pamit pulang duluan karena orangtua saya sedang sakit," katanya pelan sembari meminta izin berharap atasannya ini mau mengizinkannya.
"Pekerjaanmu sudah selesai?" tanya laki-laki itu yang kemudian menoleh menatap Sindy sang sekretarisnya.
Sindy lantas langsung menganggukkan kepalanya, "Sudah beres semuanya Pak," jawabnya dengan kepala yang menunduk.
"Okey, kalau gitu saya mau kamu membantu saya untuk menyelesaikan tugas kantor ini." Fadhil Rahardian nama yang tertera di atas kantong bajunya, dia memberikan 5 kertas map kepada sekretarisnya itu. "Kamu hanya periksa semua data-datanya jangan sampai ada yang terlewat karena itu data penting karyawan."
Sindy merasa tidak nyaman dengan tugas yang diberikan atasannya ini, karena jika di rumah dia akan sangat sibuk mengurus orang tuanya yang sakit. "Baik Pak, akan saya periksa nanti." Namun dia tidak berani untuk menolak perintah atasannya.
"Ya sudah silahkan pulang!" Fadhil akhirnya memberikan izin Sindy dengan memberikan tugas juga kepada sekretarisnya itu.
"Baik, terima kasih Pak." Sindy kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Fadhil.
Setelah sampai di meja kerjanya, Sindy langsung menelpon seseorang. "Hallo dek."
"Iya kak, ada apa?" Terdengar suara seorang wanita yang menyahut di seberang sana.
"Kakak boleh minta tolong tidak?" Seperti biasa Sindy selalu mempercayai pekerjaannya untuk dikerjakan oleh keponakannya ini.
"Boleh dong kak, katakan saja apa yang bisa Arabella bantu?" katanya dengan semangat.
"Ini dek, kakak mau minta tolong sama kamu untuk periksa berkas kantor yang nanti kakak kirim ke tempat kerja kamu yah, soalnya Ibu sedang sakit kakak harus segera pulang untuk membawanya ke Dokter," tutur Sindy suaranya terdengar cemas dia juga tidak enak hati kepada keponakannya yang selalu dia minta tolongin.
"Oh ya sudah kalau gitu, nanti Arabella akan bantu periksa." Arabella tersenyum dia tidak pernah menolak perintah Sindy karena dia juga menyukai pekerjaannya.
Dulu Arabella mempunyai keinginan untuk menjadi sekretaris di kantor, yang dia tahu sekretaris itu kerjaannya mengecek laporan, mencatat, memeriksa berkas karyawan dan lain-lain. Baginya menjadi sekretaris di kantor itu menyenangkan dan mudah apalagi kerjanya di tempat yang ber AC.
Sayangnya Arabella kini bekerja menjadi seorang pelayan di sebuah restoran makanan yang cukup terkenal dan disukai banyak orang.
Sindy sudah mengirim berkas kantor itu kepada pos untuk dikirim ke tempat kerja Arabella, dia selalu percaya keahlian keponakannya itu dalam bekerja.
"Alhamdulillah selesai juga," ujar Fadhil sambil menyandarkan kepalanya pada kursi, rasa lelah seringkali tidak membuat dia mengeluh karena menurutnya diberi pekerjaan itu bukan untuk dikeluhkan tapi disyukuri.
Fadhil menatap jam tangannya dia harus pergi makan malam, Sindy sudah pulang duluan jadi kali ini dia akan pergi sendiri.
Sesampainya di sebuah restoran dia langsung masuk ke dalam lalu tidak tiba-tiba seorang wanita menabraknya.
"Ups sorry," kata wanita itu sambil menggigit bibir bawahnya ketakutan. "Maaf, saya benar-benar tidak sengaja saya tidak melihat jika ada Tuan." Dia terus meminta maaf sambil menundukkan kepalanya. Namun dengan cepat dia juga meraih tisu lalu membersihkan jas milik laki-laki itu.
Fadhil mengumpat dalam hati dia tidak percaya akan dipermalukan di tempat umum seperti ini, "Siapa namamu?" tanyanya dengan nada tidak bersahabat.