Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
1.3K
Penayangan
13
Bab

Jenazah yang hidup lagi itu membuat begitu banyak kehebohan, sekaligus juga mengungkapkan sebuah rahasia ....

Bab 1 Bagian 1 : Bekti

Tidak ingatkah kamu bahwa kita pernah bertemu.

Oh, ya, kita pernah bertemu.

Aku melihatmu dan kamu juga melihatku, kan?

Waktu itu kamu masih kecil dan rambut panjangmu yang dikepang benar-benar membuatku mabuk kepayang, lesung pipimu membuatku ingin memilikimu.

Di balik kaca itu aku melihatmu tersenyum dan tertawa bahagia.

Saat itu aku ingin memelukmu, tetapi tentu saja belum boleh, kan, ya?

Ah, dengan berjalannya waktu akhirnya aku bisa mengenalimu dan kamu pun menyukaiku.

Aku bisa bertemu denganmu sesering yang kuinginkan, iya, kan?

Kamu tahu aku menyukaimu senyummu, kan?

Ah, tapi kamu sering tidak menganggapku ada.

Kamu selalu meremehkanku.

Tetapi semua itu tidak membuatku patah semangat dan putus asa.

Aku selalu mencintaimu.

Aku selalu menyayangiku.

Aku akan selalu merindukanmu.

Aku akan selalu mencarimu.

Walau apapun yang terjadi, aku akan terus berusaha membuatmu menjadi milikku!

****

"Dua hari lagi kita ke Karang Wuni, ya?"

Semua terdiam dan memandang Bekti tak percaya.

"Karang Wuni? Untuk apa, Mas?" tanya Rara. Semua mengangguk dan menggumamkan persetujuan dengan pertanyaan Rara.

"Kita akan meliput suatu berita yang tersiar beberapa waktu ini, tentang orang mati yang hidup lagi. Sudah pada dengar, kan, ya?" tanya Bekti kepada timnya.

Semua berpandangan dan beberapa ada yang bergidik.

"Apa tentang seorang lelaki yang dikabarkan meninggal di rumahnya, kemudian ketika hendak disalatkan dia bangun, ya, Mas?" tanya Naura.

"Nah, iya! Itu dia! Itu berita yang akan kita liput di Karang Wuni!" seru Bekti.

Mereka berpandangan lagi, nampak risau. Sepertinya berita yang akan mereka liput agak menyeramkan.

"Berapa orang, Mas, yang akan pergi ke Karang Wuni?" tanya Naura lagi.

Bekti tersenyum dan memandang ke arah Naura dan timnya.

"Kita semua akan ke sana. Karena kalau tidak salah situs-situs berita yang lain juga sudah ke sana dan meliput berita itu. Kita harus segera ke sana, kan?" Bekti tersenyum kepada tim peliput berita sebuah situs kisah mistis online yang dipimpinnya. Lima orang perempuan dan dua orang laki-laki, termasuk dirinya, dan situs kisah mistis mereka adalah situs yang eksklusif, yang benar-benar memberikan berita mistis terkini dan berita yang nyata, bukan hanya gosip atau mitos saja. Sehingga tak heran, mereka sering berkelana hingga ke pelosok-pelosok negeri demi untuk mendapatkan berita atau kisah mistis yang bisa menghibur dan juga menginspirasi pembacanya.

Palupi mendesah.

Sebulan lagi dia akan menikah, dan tugas meliput kisah ini membuatnya khawatir dia nanti akan menemukan hal aneh di jalan atau di Karang Wuni. Palupi sudah tidak menyukai tugas ini sejak awal.

Ayuni mencebik. Dia seharusnya tidak berada di sini, tetapi di tepi pantai dengan Mahendra, kekasihnya. Mungkin lebih tepatnya kekasih gelapnya, karena mereka sama-sama sudah punya pasangan. Ketika mendengar dia harus pergi ke Karang Wuni, maka tebersit keinginannya untuk segera keluar dari pekerjaannya ini, dan menjadi istri simpanan Mahendra.

Naura dan Naira berpandangan. Mereka sudah mencari tahu tentang Desa Arang Temu, tempat kejadian hidupnya kembali orang yang sudah mati itu. Desa itu jauh sekali di pelosok Karang Wuni dan mereka harus melewati hutan pinus yang terkenal angker yang bernama hutan Lor Kalong. Mereka pernah melewati jalan raya kecil dan gelap di tengah hutan itu dan mereka tidak menyukainya.

Ranti dan Cahyo mencoba mencari tahu tentang berita mistis dan horror yang akan mereka liput itu. Mereka segera menemukan berita di di mesin pencarian internet. Mereka cukup terkejut ketika mengetahui bahwa lelaki yang sudah meninggal itu adalah seorang guru yang masih muda dan baru saja diangkat menjadi pegawai pemerintah dan ditempatkan di Arang Temu. Ah, kasihan sekali!

Bekti melihat semua ekspresi teman satu timnya. Dia merasa puas, karena ekspresi itu semua sudah pas pada tempatnya masing-masing.

****

Mobil mereka memasuki kawan hutan pinus Lor Kalong. Jalan aspal itu cukup gelap karena pohon pinus di sepanjang jalan cukup lebat dan rimbun, sehingga menutupi cahaya matahari. Naura melihat ke arah luar jendela. Pohon pinus melambai-lambai tertiup angin yang cukup kencang dan Naura melihat wanita itu berdiri di antara pohon pinus. Aneh sekali. Naura hanya sekilas melihat wanita itu, tetapi Naura seakan bisa melihat ekspresi galak wanita itu dan entah kenapa Naura merasa bahwa wanita itu seakan melarangnya ke Desa Arang Temu.

Di pertengahan hutan, gerimis turun, membuat udara yang semula panas menjadi dingin dan mencekam. Palupi bergidik. Kenapa tiba-tiba suasana berubah jadi mencekam seperti ini?

Bekti tersenyum ketika melihat satu persatu butiran gerimis itu turun ke bumi. Dia memandang ke salah satu anggota timnya. Yang dipandang tersenyum dan memejamkan matanya. Sepertinya dia kelelahan. Senyum Bekti makin lebar, mereka akan semakin dekat.

****

Ranti terbangun ketika mobil mereka berhenti mendadak dengan bunyi rem mendecit yang sangat keras. Dia sangat terkejut ketika mengetahui di luar hujan sudah turun sangat deras.

"Astaghfirullah! Apa yang terjadi?" tanya Ranti.

Wajah Cahyo, yang mengemudi mobil mereka, nampak pucat, dia duduk terpaku sambil menunjuk ke depan.

"Aku menabrak seseorang! Atau sesuatu!" seru Cahyo dengan panik. Mereka semua berpandangan bingung.

"Istighfar dulu, Yo! Kita cek setelah ini," bisik Bekti. Cahyo mengangguk, dia beristighfar lirih.

Bekti dan Cahyo keluar dari mobil, sementara teman perempuan mereka semua ada di dalam mobil. Hujan yang sangat deras, membuat baju mereka basah seketika. Cahyo menyesal kenapa dia membawa payung tadi.

Mereka memeriksa bagian depan mobil. Tidak ada siapa-siapa di depan mobil itu. Mereka berpandangan.

"Kamu yakin kamu menabrak seseorang tadi?" teriak Bekti keras, mencoba mengatasi suara hujan angin di sekeliling mereka.

Cahyo mengangguk.

"Iya, Mas Bekti! Wanita tua yang memakai kebaya warna hijau tua. Dia menyeberang begitu saja. Tentu saja saya kaget dan langsung menabrak wanita itu. Bahkan sampai terlindas sepertinya!" teriak Cahyo mengatasi suara hujan yang begitu deras.

Mereka berpandangan lagi. Angin bertiup sangat kencang, dan tiba-tiba saja ada kelebat bayangan hitam yang melintas sambil mengangkat tubuh Cahyo dari belakang dan menghilang dengan cepat di tengah hujan deras.

Bekti tersenyum puas. Sekarang saatnya beraksi.

Bekti pura-pura berteriak histeris dan menggedor pintu mobil, meminta kelima rekan kerjanya untuk keluar. Dan aktingnya itu berhasil membuat mereka berlima ketakutan dan panik.

Palupi membuka kaca mobil dan seketika jilbab dan bajunya basah terkena tempias air hujan yang begitu lebat.

"Ada apa, Mas?" teriak Palupi, mencoba meningkahi suara angin yang bertiup begitu kencang.

"Cahyo hilang! Cahyo hilang!"

****

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Endah Wahyuningtyas

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku