Jangan ganggu, dia milikku!" teriak seorang bocah perempuan berusia sembilan tahun, kepada seorang anak perempuan yang akan memeluk wanita berhijab di depannya. "Dia milikku!" sergah seorang pria dewasa dan tampan, sambil menangkap tangan seorang pria muda yang berusaha meraih tangan wanitanya. "Jangan sentuh. Dia milikku!" jerit wanita berhijab, saat memasuki ruang kerja prianya. Malikha, Hendratama dan Karlina adalah tiga orang insan manusia, yang berusaha mempertahankan apa yang menjadi milik mereka. Bagaimanakah cara mereka mempertahankan milik mereka? Yuk ikuti ceritanya.
Seorang pria tampan, tengah menyaksikan pemandangan di depannya. Dia tidak percaya. matanya terbelalak dengan lebar, saat melihat rekaman di layar CCTV. "Berhenti disitu! Rian rekam dan ambil fotonya."
Pria yang dipanggil Rian, segera melakukan apa yang diperintahkan bosnya. Rian sendiri hampir tidak percaya, dengan apa yang dia lihat. Wanita yang berada dilayar CCTV adalah Meirien, istri dari bosnya yang bernama Hendratama.
"Lanjutkan!" perintah Hendratama kepada operator CCTV, yang berada diruang monitor.
Hari ini, pukul sembilan pagi. Seorang pria dewasa, tampan dan gagah tengah berjalan, memasuki lobi utama sebuah hotel. Dia akan mengadakan rapat kerja. Bersama dengan salah seorang relasinya.
Relasi kerjanya menginap di hotel yang dia datangi. Pria itu terlihat ditemani seorang asistennya. Pria tampan yang bernama Hendratama, memincingkan matanya.
Matanya menatap nanar, ke arah sepasang anak manusia yang berlainan jenis. Seperti pasangan yang tengah dimabuk cinta. Pasangan sejoli yang tengah berjalan ke arah lift. Sepertinya keduanya akan menuju ke lantai atas hotel.
"Mei," desis Hendratama.
Hendratama bergegas melangkah. Dia mendekati pasangan muda mudi itu. Dia merasa curiga dengan pasangan di depannya ini. Namun, dia berusaha menepisnya. Dia berdiri persis di belakang pasangan, yang berjarak sekitar tiga meter di depannya.
"Rian, jam berapa janji kita untuk bertemu klien?" tanya pria itu yang sengaja mengeraskan suaranya. Dia bertanya kepada asisten pribadinya.
"Tiga puluh menit lagi, Pak," jawab Rian.
"Pertemuannya di coffee shop, 'kan?" Kembali pria tampan itu bertanya kepada asistennya.
Coffe shop berada di lantai tiga hotel. Sehingga dia mempunyai alasan, untuk masuk ke dalam lift. Dia melihat pergerakan dari wanita, yang tengah menggandeng lengan pria di sampingnya. Matanya nanar, menatap apa yang akan dilakukan wanita itu.
Hendratama Adiputra, seorang pengusaha di bidang industri. Matanya tidak lepas, menatap wanita yang tengah berdiri di depannya. Wanita yang dalam posisi membelakanginya. Wanita itu adalah istrinya.
Si wanita perlahan melepaskan rangkulan tangannya, di lengan pria muda di sampingnya. "Ken, peragaan busana di Jakarta jadikan?"
Lama tak terdengar sahutan dari pria muda itu. Hendratama menunggu. Apa yang akan dikatakan, pria muda yang tengah bersama istrinya. Jawaban apa yang akan diberikan si pria. Atas pertanyaan dari wanita, yang saat ini masih berstatus istrinya.
"Iya, kamu bisa ikut? Peragaan ini sangat menunjang karir model kita. Banyak para pengamat mode yang akan datang. Kemungkinan kita terpilih, untuk menjadi model internasional sangat terbuka di sini," jawab si pria muda menyahuti pertanyaan wanita di sebelahnya.
"Aku akan bicara dulu dengan suamiku. Semoga dia memberi aku ijin, untuk mengikutinya," sahut wanita yang bernama Meirien.
Meirien adalah seorang model yang tengah merangkak naik. Berusia dua puluh lima tahun. Wanita yang cantik, dengan kulitnya yang putih bak pualam. Bulu mata lentik dan rambut panjangnya bergelombang. Semakin menambah kecantikannya.
Hendratama tersenyum sinis, saat mendengar jawaban dari Meirien. "Ya, sudah kamu mau pulangkan. Aku masih ada janji di coffee shop. Aku duluan, ya," pamit Meirien kemudian, sambil masuk ke dalam lift yang pintunya telah terbuka.
Pemuda yang bersama Meirien berjalan menyamping. Dia ingin menghindari berpapasan langsung, dengan orang yang ada di belakangnya. Pemuda yang bernama Kenan itu, mencurigai ada seseorang yang dikenal Meirien. Tengah berjalan di belakang mereka.
Hendratama dan asistennya yang bernama Rian, masuk ke dalam lift. "Lho, Mas!" seru Meirien.
Meirien berpura-pura terkejut, saat melihat kehadiran suaminya yang masuk ke dalam lift yang sama dengannya. Kenan yang mendengar dengan jelas ucapan Meirien. Akhirnya memahami situasinya. Dia menghela napasnya dan segera meninggalkan lobi hotel.
Meirien langsung bergelayut manja di lengan suaminya. "Mau ke mana kamu?" tanya Hendratama dengan nada suara yang datar.
"Mau ke coffee shop. Ketemu teman," sahut Meirien dengan nada suaranya yang manja.
Hendratama membiarkan istrinya bergelayut manja di lengannya, hingga pintu lift terbuka. Mata Hendratama mengisyaratkan kepada Rian, agar dia keluar lebih dahulu dari lift. Rian memahami situasi. Asisten Hendratama itu bergegas keluar dari dalam lift.
Hendratama segera menutup pintu lift kembali. Begitu pintu lift tertutup. Dia langsung meraih pinggang istrinya. Tanpa aba-aba Hendratama langsung melumat bibir ranum istrinya.
"Mas," desah Meirien, membuat hasrat Hendratama semakin berkobar.
Dia melumat bibir Meirien dengan penuh nafsu, untuk menekan rasa curiga. Atas apa yang dia lihat barusan. Sesaat Hendratama terbuai dalam hasratnya.
Setelah puas melumat bibir istrinya, dia melepaskannya. Meirien segera membuka tasnya dan mengambil tisu basah di tasnya. Dia langsung melap bibir suaminya. Baru setelah itu melap bibirnya.
Meirien tersenyum dengan genit kepada Hendratama, "Mau ngamar?"
"Enggak bisa. Saya ada janji, dengan relasi lima belas menit lagi," tolak Hendratama atas ajakan istrinya.
Wajah Meirien langsung cemberut, mendengar penolakan dari suaminya, "Mas itu sibuk terus. Kapan ada waktu untuk Mei?"
"Mas sibuk kerja, Sayang. Buat kamu, buat Likha," sanggah Hendratama atas protes yang diucapkan istrinya.
"Iya, Mei tau," sergah Meirien dengan nada suara yang sedikit kesal.
Suaminya terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ditambah sikap suaminya, yang datar dan selalu percaya kepadanya. Meirien merasa, kalau rumahtangganya sangatlah membosankan.
Hendratama kembali menekan tombol lift ke lantai tiga. Dia menuju ke coffee shop kembali, untuk menemui Rian asistennya. Meirien masih bergelayut manja di lengan suaminya. Dia terus mengikuti suaminya dan duduk, di depan meja di mana suaminya dan Rian duduk.
Dua puluh menit kemudian relasi Hedratama datang. Hendratama dan Rian serta relasinya, segera masuk keruang rapat yang ada di coffe shop. Meirien yang masih duduk di depan meja. Dia segera mengambil handphonenya dan menelpon seseorang
"Kamu di mana. Tunggu aku di sana," perintah Meirien kepada seseorang yang di telponnya.
Meirian bergegas pergi dari coffe shop. Dia kesal, karena acaranya hari ini terganggu. Dia berjalan dengan cepat menuju ke arah lift. Setelah itu, dia berjalan menuju ke arah parkiran mobil.
Meirien memasuki sebuah mobil Honda Jazz berwarna orange, "Kenapa belum pulang?"
"Kita belum selesai, Sayang," sahut Kenan dengan tatapan menggoda.
"Sudah. Cari hotel yang agak di luar kota saja," perintah Meirien kepada Kenan yang merupakan relasi kerjanya, sekaligus selingkuhannya.
Meirien dan Kenan tidak pernah bertemu, saat berada di kota tempat tinggal mereka di Surabaya. Biasanya mereka bertemu, jika ada pekerjaan di luar kota. Itulah mengapa perselingkuhannya, yang sudah berjalan satu tahun ini. Tidak tercium oleh media. Apalagi oleh suaminya.
Meirien sangat menyukai situasi ini, bermain kucing-kucingan untuk menutupi perselingkuhannya. Terasa ada tantangan tersendiri. Di tengah kehidupan rumahtangganya, yang monoton dan datar-datar saja. Hidupnya terasa lebih berwarna.
Hari ini dia merasa sangat tergoda, saat bertemu Kenan. Makanya dia mengajak Kenan untuk berkencan. Sudah satu minggu ini suaminya terlihat sibuk. Sehingga tidak punya waktu untuk menyentuhnya. Kenan segera mengarahkan mobilnya menuju ke jalan tol.
"Ayo," ajak Kenan. Setelah dia memasukkan mobilnya, ke dalam sebuah hotel.
Pintu kamar hotel terhubung langsung ke garasi. Kenan sengaja memilih hotel itu, untuk tempatnya berkencan dengan Meirien hari ini. Meirien keluar dari mobil dan langsung masuk ke kamar hotel.
Sepasang anak manusia yang berbeda jenis kelamin dan bukan pasangan sah ini. Asyik berkubang dengan dosa. Meirien tidak menyadari. Bahwa apa yang dia lakukan, akan menuai kesakitan untuk dirinya sendiri.
"Kamu cari manager hotel ini," perintah Hendratama, kepada asistennya. Begitu dia selesai dari rapatnya diruangan coffee shop.
"Baik, Pak," jawab Rian yang langsung melaksanakan perintah dari bosnya.
Sekitar dua puluh menit kemudian. Rian kembali dengan seorang pria berusia sekitar empat puluhan. "Ini Pak, manager hotelnya."
"Halo, Pak," sapa manager hotel kepada Hendratama, sambil mengulurkan tangannya. Uluiran tangannya langsung disambut Hendratama dengan ramah.
"Maaf. Boleh saya melihat CCTV di hotel ini. Sekitar tiga jam yang lalu. CCTV dari semua situasi di hotel ini," pinta Hendratama kepada manager hotel itu.
"Maaf kalau boleh tau. Untuk apa, Pak?" tanya manager hotel.
Rekaman CCTV, tidak bisa diberikan kepada sembarangan orang. Kecuali orang itu bisa menjelaskan maksud dan tujuannya. Manager itu menanyakan kepentingan Hendratama.
"Saya ingin melihat ke mana istri saya pergi. Setelah dia menemui saya di coffee shop," jelas Hendratama kepada manager hotel.
Manager hotel sangat mengenal Hendratama. Dia sudah dua tahun jadi relasi bisnis di hotel tempat dia bekerja. Tentu saja dia tidak akan keberatan. Apalagi Hendratama mengatakan, ingin melihat istrinya.
Hendratama selama pertemuan, dengan relasinya tidak bisa merasa tenang. Pikirannya selalu tertuju kepada istrinya. Rasa curiga yang dia rasakan masih terasa. Baru kali ini dia merasa curiga terhadap istrinya. Sebelumnya, tidak pernah.
"Baik, Pak. Silahkan," ajak manager hotel.
Dia mengajak Hendratama keruangan. Di mana tempat layar monitor pemantau CCTV berada. Ruangan untuk memantau, seluruh kegiatan di seluruh sudut hotel.
"Bisa dilihat kejadian kurang lebih tiga jam yang lalu," ucap Hendratama kepada operator yang bertugas diruangan itu.
"Bisa, Pak," jawab operator diruangan CCTV. Operator mulai membuka rekaman CCTV. Rekaman sejak tiga jam yang lalu dari sudut yang terekam.
"Berhenti disitu!"
Buku lain oleh MUTIA HANIFAH
Selebihnya