Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
"Gak semua yang kamu lihat itu benar adanya. Sebab kebenaran tak hanya sebatas diindera oleh mata."
-The Young Bloods-
Adam itu sok ganteng, sok dingin dan sok gak peduli-- itulah yang ada di pikiran Hawa. Seperti beberapa menit sebelumnya, lelaki itu melenggang pergi meninggalkannya begitu saja.
Oh iya, dan satu lagi, Adam itu juga tidak peka dan menyebalkan! Kesal Hawa dalam hati.
Saat dia mengatakan bahwa Juna ingin mengantarnya pulang, bukankah Adam harus melarangnya dan tetap mengajaknya pulang bersama seperti biasa? Tapi sekarang apa?! Hawa harus rela pulang bersama Juna-- kakak kelasnya yang sok famous seantero sekolah-- dalam keadaan mulut tertutup rapat. Yah, Hawa terpaksa menerima ajakan Juna.
Syukurlah, mobil yang dikendarai sopir Juna, sudah memasuki kawasan perumahan Indah Permai, itu artinya Hawa akan segera tiba di rumahnya.
"Rumah Hawa di blok A, ya Pak. Jadi berhenti di sini saja ga pa-pa. Udah deket soalnya." Jelas Hawa mencondongkan tubuhnya ke depan seraya menunjuk ke sisi kiri jalan.
"Kak Juna makasih, ya, udah repot-repot nganterin Hawa" Hawa menoleh ke sang supir dan mengatakan terima kasih juga, sebelum ia benar-benar masuk ke halaman rumah di hadapannya.
"Sama-sama Wa, Kakak senang bisa nganter kamu. Kakak pulang ya. Bye!" Jawab Juna dengan kedua ujung bibir tertarik saking senangnya, yang selanjutnya hanya dibalas senyum terpaksa di bibir gadis itu.
Setelah mobil berwarna silver benar-benar hilang di telan kejauhan, Hawa membalas ucapan Juna dengan suara rendah,
"Bye."
Hawa beranjak dari depan gerbang untuk memasuki rumahnya yang saat ini tertutup rapat. Kemana orang di dalamnya? Pikirnya heran.
"Kak?! Ke sini dulu aja!" Suara seorang wanita cantik yang ada di halaman rumah tetangganya, itu berhasil mengintrupsi langkah gontai Hawa. Wanita dengan pipi tirus dan gigi ginsul itu adalah Bundanya--Loly--.
"Iya Bun. Nanti Hawa ke sana. Hawa mau ganti baju dulu, ya Bun"
Sudah Hawa duga, Ayah Bunda dan si adik kecilnya itu sedang bertamu ke rumah tetangga mereka, siapa lagi kalau bukan rumah Syifa dan Ridwan.
"Eh, Kakak tadi kenapa gak barengan sama Adam, pulangnya?" Tanya bundanya penasaran.
"Males! Udah ah, Hawa masuk dulu Bun." Entah kenapa, pertanyaan Bundanya berhasil membuat Hawa kembali sebal mengingat lelaki sok dingin dan tidak peka macam Adam!
***
Hawa sebenarnya malas sekali jika harus bertemu dengan Adam. Akan tetapi, ia juga tak mau jadi anak pembangkang dengan mengabaikan permintaan Bundanya yang menyuruhnya untuk ke rumah tetangga mereka. Siapa lagi kalau bukan rumah si lelaki tidak peka, Adam.
Keluarga Adam dan Hawa memang sudah sangat dekat, bahkan Kakek-Nenek sampai kedua orang tua pun tidak hanya sekadar rekan kerja, tetapi juga sahabat.
Tak heran jika mereka bahkan tinggal di satu perumahan yang sama, bahkan rumah mereka hanya dipisahkan oleh taman.
Hampir dua belas tahun ia selalu bertatap muka dengan anak pertama Tentenya itu, dan hampir setiap hari pula ia dibuat kesal karena Adam acap kali melihatnya sedang tak mengenakan khimar. Fyi, kamar mereka sama-sama terletak di lantai atas rumah masing-masing. Bahkan balkon mereka pun berhadapan satu sama lain.
"Adam! bisa gak sih, gak usah liatin Hawa kalo Hawa lagi gak pake khimar!"
"Gak bisa. Adam punya mata buat ngeliat."
"Ish! Adam ngeselin!"
Dsrettt! Kaca yang memisahkan kamar dengan balkon Hawapun ditutupnya dengan kuat.
Tiap kali Hawa ingat kejadian itu, ia selalu kesal dengan wajah Adam saat itu. Mata lelaki itu bahkan tak berkedip sepersekian detik, membuatnya kelimpungan mencari keberadaan khimar instan yang biasa ia pakai-- yang sayang saat itu ia sedang mengeringkan rambut dan lupa kalau kaca jendelanya masih terbuka lebar-- lalu terjadilah kejadian tak mengenakkan itu.
Jujur, Hawa tidak suka dan sangat takut sesaat setelah kejadian itu. Meskipun dia belum baligh, tapi tetap saja ia merasa kesal jika ada lelaki bukan mahram yang memandang auratnya seperti itu, termasuk Adam sekalipun. Untuk itu, Hawa selalu memastikan jendela kamar serta gordennya tertutup rapat.
"Wa, kok tadi gak barengan sama Adam kenapa? Hawa lagi berantem sama Adam, iya nak?" Kekesalannya pada Adam terasa kembali menyeruak, saat wanita dengan mata bulat yang besar itu bertanya seperti Bundanya tadi.
Kenapa orang-orang sangat peka jika ada yang tidak beres dengannya dan Adam? Segitu kelihatan kah?
"Eng-Enggak kok Tan. Hehe tadi kebetulan aja, Kak Juna--kakak kelas Hawa-- nawarin buat pulang bareng. Hawa gak enak nolak terus soalnya."
"Oh seperti itu, kirain ada apa-apa gitu. Eh siapa tadi nama Kakak kelasmu?"
"Kak Juna, Tan"
"Tapi, Tadi Ayahmu tanya sama Adam, katanya kamu pulang sama Juned? Juna sama Juned itu kembar, atau gimana?" Tanya Syifa polos.