Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
"Bu Sinta, hasil tes menunjukkan bahwa dinding rahimmu sangat tipis sehingga posisi janin cukup riskan. Kamu harus lebih berhati-hati dalam mengatur pola makan dan beraktivitas fisik," jelas sang dokter sambil menyerahkan selembar resep pada Sinta Klaudius dan lanjut berkata, "Ini resepnya, silakan tebus obatnya."
"Oke, terima kasih, Dokter," jawab Sinta sambil menerima resep dari dokter dan bangkit berdiri dengan hati-hati.
Dokter menambahkan, "Pastikan untuk merawat diri dengan baik. Jangan menganggapnya sepele, ini cukup serius." Dinding rahim yang tipis rentan terhadap keguguran dan banyak wanita yang tidak bisa hamil lagi setelah mengalami keguguran.
"Terima kasih, Dokter. Aku akan merawat diri dengan baik," ucap Sinta dengan nada meyakinkan dan menunjukkan senyum tipis di bibirnya. Setelah menikah selama tiga tahun, dia sangat menantikan bayi ini dan bertekad untuk melindunginya dengan sekuat tenaga.
Setelah menebus obat, Sinta keluar dari gedung rumah sakit dan kembali ke mobil.
Sopir menyalakan mesin mobil dan melirik Sinta melalui kaca spion saat berkata, "Nyonya, penerbangan Pak Trisna dijadwalkan mendarat pukul tiga sore. Masih ada waktu dua puluh menit lagi. Apa sebaiknya kita langsung menuju bandara?"
"Oke," jawab Sinta.
Membayangkan bisa bertemu lagi dengan suaminya beberapa menit lagi, Sinta merasakan kehangatan memenuhi hatinya sehingga dia tersenyum. Dia sangat merindukan suaminya, Trisna Bianto, yang sudah pergi selama hampir sebulan untuk urusan bisnis.
Selama perjalanan, Sinta mendapati dirinya berulang kali meninjau hasil tes kehamilan dengan tangan yang bertumpu lembut di atas perutnya. Delapan bulan lagi, dia dan Trisna akan menyambut kedatangan buah hati mereka yang berharga ke dunia. Dia sudah tidak sabar ingin membagikan kabar baik ini pada Trisna.
Sesampainya di bandara, sopir memarkir mobilnya di lokasi yang strategis dan bertanya, "Apa Anda ingin menelepon Pak Trisna sekarang?"
Memeriksa arlojinya, Sinta mencoba menelepon Trisna, tetapi panggilan telepon itu tidak dijawab.
"Mungkin penerbangannya tertunda. Mari kita tunggu sebentar lagi," saran Sinta.
Setelah menunggu sekian lama, tidak ada tanda-tanda Trisna keluar. Sinta menelepon lagi, tetapi lagi-lagi panggilan telepon itu tidak terjawab.
"Mungkin sebentar lagi dia keluar."
Keterlambatan penerbangan adalah hal yang biasa, bahkan terkadang sampai beberapa jam.
Dua jam kemudian, Sinta menelepon Trisna lagi dan kali ini panggilan teleponnya diangkat sehingga dia langsung bertanya, "Trisna, apa kamu sudah mendarat?"
Setelah hening cukup lama, tiba-tiba terdengar suara wanita asing dari ujung telepon yang berkata, "Maaf, Trisna sedang berada di kamar kecil. Dia akan meneleponmu kembali nanti."
Sebelum Sinta sempat menjawab, tiba-tiba panggilan telepon itu terputus. Dia menatap ke layar ponselnya dan tertegun sejenak. Sepengetahuannya, Trisna tidak mengajak sekretaris wanita dalam perjalanan bisnis ini.