Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Para penumpang yang terhormat, selamat datang! Sesaat lagi kita akan terbang menuju ke Jakarta Indonesia. Kami persilahkan kepada anda untuk menegakan sandaran kursi, mengencangkan sabuk pengaman, karena sebentar lagi kita akan take off. Atas nama kapten Gunadi dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat jalan, happy flying! Terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama kami dan silahkan menikmati penerbangan ini!"Suara pemberitahuan dari kapten pilot di pesawat membuyarkan lamunan perempuan itu yang sedang duduk termangu di salah satu kursi di dalam kabin pesawat.
Hari ini Tsabitha Halim akhirnya pulang juga ke tanah air, setelah cukup lama mengadu nasib di negeri orang, Perancis. Tujuh tahun sudah dia bergelut dengan waktu, mengejar semua mimpinya di kota mode dunia ternama, Paris, untuk menjadi seorang desainer yang cukup diperhitungkan di kancah mode dunia. Namun, gemerlapnya kehidupan di kota Paris dan anggunnya menara Eiffel tidak membuatnya ingin berlama-lama tinggal atau mencari cinta di sana, karena cintanya telah tertinggal di tanah kelahiran.
Tsabitha tidak mungkin bisa melupakan semua itu begitu saja, anak itu saat ini pasti sudah besar sekarang, sebentar lagi dia akan berulang tahun yang ke enam tahun. Masih terekam dengan jelas dalam ingatannya, bagaimana dulu dia berusaha mempertahankan anak itu agar tumbuh dan berkembang dengan baik dalam rahimnya. Hingga perjuangannya antara hidup dan mati, ketika ingin menghadirkan anak itu ke dunia ini. Tangisan pertamanya membuat Tsabitha merasa bersyukur atas anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuknya, tapi sayang, semua itu terenggut begitu saja dari tangannya.
***
"Bu, aku mohon dengan amat sangat jangan pisahkan kami, Bian masih kecil, Bu. Dia baru enam bulan."
"Enam bulan itu sudah cukup! Mau sampai kapan anak ini ikut sama kamu? Lagian kamu datang ke sini bukan untuk melahirkan seorang anak! Kamu lupa sama cita-cita kamu untuk apa kamu datang ke sini, hah?"
Suara Bu Shanti—ibunya—membuat perempuan itu hanya bisa tertunduk lesu. Tsabitha sadar kalau semua ini adalah salahnya, tidak seharusnya dia kembali dalam pelukkan Moreno, tapi mau gimana lagi? Pesona laki-laki itu begitu kuat dan menggodanya. Cinta pertamanya pada Moreno Darmais tidak bisa dilupakan begitu saja, meskipun saat ini dia telah menjadi milik orang lain, suami kakak kandungnya sendiri, Mabella Halim.
"Besok Ibu akan pulang ke Jakarta, Bian akan ikut sama Ibu! Sudah saatnya dia ketemu sama ayah kandungnya. Ibu rasa itu lebih baik, apalagi kakakmu Bella belum hamil juga sampai sekarang, dia pasti akan senang begitu melihat Bian!"
"Tapi Bian masih perlu ASI, Bu ...."
"Enam bulan itu sudah cukup baginya mendapat asupan ASI, Bitha! Kamu nggak usah khawatir, anakmu akan baik-baik saja, dia akan dirawat oleh orang yang tepat. Jadi lebih baik setelah ini, pikirkan karirmu, kamu bisa lebih fokus sama kuliah dan karir, anggap saja kamu itu nggak pernah melahirkan seorang anak!"
"Tapi, Bu ...."