Menjadikanmu milikku

Menjadikanmu milikku

Evie Edha

5.0
Komentar
18.5K
Penayangan
96
Bab

Kafka harus merelakan perempuan yang ia cintai menikah dengan kakaknya. Menyerah adalah pilihannya. Namun, ketidaksengajaan di malam pertama sang kakak dan kakak ipar yang menjadi miliknya membuat Kafka membulatkan tekat untuk mendapatkan perempuan yang ia cintai kembali. Meski harus merebut dari sang kakak. Aku yang mencintaimu lebih dulu, dengan siapa pun kamu saat ini, kamu akan tetap menjadi milikku.

Bab 1 Prolog

Prolog

🔥🔥🔥

"Saya terima nikah dan kawinnya Zavrilly Alka Louise bin Mario Louise almarhum dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Suara qobul dengan lantang baru saja didengar di seluruh penjuru gedung.

Seorang laki-laki berkopyah menatap seluruh pasang mata yang hadir sembari bertanya, "Sah?" detik selanjutnya kata sah saling bersahutan.

Sebuah balroom hotel yang sebelumnya adalah ruang kosong kini berubah seketika. Sentuhan tangan ajaib beberapa orang telah menjadikan tempat ini sebuah pesta nan megah. Karpet merah terbentang panjang dari pintu masuk, lurus ke arah di mana pusat perhatian malam ini berada.

Meja bundar dengan lapisan kain berwarna putih, berhiaskan bunga dengan benang emas berkilau. Dikelilingi kursi dengan jumlah delapan buah, melingkari sebuah tatanan alat makan yang mewah.

Sisi kanan gedung, meja panjang dengan kain putih menjuntai ke bawah, menyimpan segala macam kudapan. Dari yang ringan sampai makanan yang berat. Tak lupa juga jajaran minuman dengan berbagai macam rasa dan merek. Mau yang biasa, berperisai buah, atau yang beralkohol? Semuanya tinggal menunjuk.

Sebuah lampu kristal berukuran raksasa menggantung indah di tengah-tengah gedung, membiaskan cahaya keemasan dari lampu-lampu berukuran kecil, menambah kesan romantis di sebuah pesta.

Tirai putih yang berdampingan dengan warna emas menghiasi dinding gedung, melambai-lambai karena sapuan angin. Bergerak seiring dengan alunan musik yang diputar, seperti mengajak para tamu untuk berdansa.

Memasuki aula, memandang lurus ke depan. Di sana, sejauh mata memandang, berdiri sebuah pelaminan yang begitu cantik akan dekorasi bunga asli. Harum mawar dan melati mendominasi, memanjangkan penciuman para tamu undangan.

Sebuah pesta pernikahan baru saja digelar. Setiap pasang telinga menyaksikan dua orang yang baru saja menyatukan cinta mereka. Mengikat hati dalam janji suci, bersumpah atas nama sang pemberi kehidupan.

Dua orang menggunakan setelan jas putih dan gaun pernikahan dengan warna senada, kini berdiri bersisian menyambut setiap undangan yang datang. Mengucapkan terima kasih akan doa yang disematkan untuk keduanya.

Senyum tidak pernah luntur, tergambar jelas kebahagiaan akan apa yang baru saja mereka dapatkan. Di atas pelaminan sana, berdiri dua sosok nan tampan dan cantik, gagah dan anggun. Sang raja dan ratu semalam.

Merekalah. Xavi Rasya Yarendra dan Zavrilly Alka Louise. Rasya dan Ava. Sepasang anak Adam yang kini menjadi pusat perhatian par tamu. Dua insan yang baru saja mengucapkan janji suci, mengikrarkan cinta, menyatukan dua keluarga.

Menampakkan senyuman manis, mereka menyebarkan kebahagiaan. Membagi dengan para khalayak keluarga. Tak ingin setiap momen yang terlewatkan menjadi sia-sia.

Dua pasangan yang terlihat begitu serasi. Hilir mudik semua orang mendekati, ingin menyampaikan doa dan keinginan terbaik untuk kehidupan nanti.

Namun sayang, di tengah kebahagiaan mereka, terselip seseorang yang menahan gejolak amarah dan sakit dalam hati. Hanya mampu menatap datar ke pelaminan sana. Lebih tepatnya, pada sang mempelai wanita.

Dialah sang lelaki tampan dengan rahang kokoh, mata hitam legam dan pandangan yang tajam. Tubuh tegap memperlihatkan dada bidang yang tersembunyi di balik kemeja hitam yang dikenakan. Lengan berotot tercetak jelas dari balik kain, dan harum musk yang mampu membuat para wanita di sekitarnya terbuai.

Namun, semua yang ia punya, tidak mampu menyemai kisah cintanya. Dialah sang raja patah hati malam ini, Razali Kafka Yarendra. Adik dari Xavi Rasya Yarendra si mempelai laki-laki.

Mata elangnya masih menatap tajam wanita yang saat ini telah berstatus istri sang kakak. Seandainya bisa berbuat, mungkin mata itu akan membawa kakak iparnya menghilang dari acara ini. Membawanya entah ke mana, hanya untuk dirinya.

Tangan yang terkepal kuat ia sembunyikan di balik celana bahan. Gigi yang saling gemeretuk menandakan si pemilik daksa tengah berusaha keras dalam usahanya. "Aku yang mengenalmu lebih dulu. Aku yang mencintaimu lebih dahulu. Tapi kenapa kau memilihnya sebagai pendampingmu?" bisiknya lirih.

Satu tangan yang masih memegang gelas kaca berisikan wine, meremas gelas itu untuk menyalurkan amarah. Entah kekuatan dari mana, gelas itu pecah seketika. Tidak memedulikan tangan yang terluka, ia masih tetap setiap berdiri di sana. Beruntunglah keadaan bising dengan musik membuat hal itu menjadi tersamarkan dengan kegaduhan.

Perih. Perih dan menyakitkan peristiwa yang beberapa waktu lalu ia saksikan. Namun, apa yang bisa ia lakukan?

Sebuah tepukan pada bahu membuat dirinya menoleh, terlihat Ziqry yang saat ini menatapnya iba. Sungguh. Ia tidak menyukai tatapan itu. "Kau oke?" Suara itu penuh akan kekhawatiran.

"Jangan mengasihaniku, Ziq," desisnya lirih. Tanpa kata ia meninggalkan sahabatnya begitu saja.

"Gila. Kalo bukan teman, sudah aku bunuh kau." Tidak sama sekali dipedulikan Ziqry yang menggerutu pada dirinya, Laki-laki dengan setelan kemeja hitam itu tetap melangkah.

Kafka memandang lurus ke arah pelaminan, menguatkan hati untuk tujuannya. Memberi selamat pada sang kakak. Melangkah pasti dengan pesakitan ke arah panggung dua mempelai itu. "Selamat kakak," ucapnya seraya memeluk laki-laki berbalut jas putih.

"Terima kasih." Sang kakak menepuk punggungnya. Tatapan Kafka kini beralih pada gadis cantik di samping Rasya, cukup dalam dan syarat akan kekecewaan. Sendu itu terpancar dari bola matanya.

"Selamat kakak ipar." Kafka mengulurkan tangan kanan. Sedang tangan kirinya yang terluka akibat pecahan gelas tadi ia sembunyikan.

Akan tetapi, bukan sambutan yang ia dapat. Hanya anggukan dan ucapan terima kasih dari Ava. "Terima kasih, Kaf. "

Ava adalah sahabatnya sejak kecil. Kebiasaan bersama membuat mereka begitu dekat hingga tumbuh perasaan di hati Kafka tetapi sepertinya tidak bagi Ava. Mungkin hanya cinta monyet.

Kafka memasang senyum tipis. Sepertinya Ava tidak ingin melihatnya. Tidak ingin berlama-lama di atas pelaminan yang menyesakkan, ia pun segera berlalu dari hadapan mereka setelah meninggalkan kata-kata "Semoga bahagia." Yang jujur saja sangat tidak ingin Kafka ucapkan.

Sakit tanpa darah, perih tanpa luka. Sekuat apa pun ia mencoba menyembunyikannya tetapi segalanya tidak dapat dibohongi. Tubuh bergetar, mata berkaca, air asin yang tertimbun di pelupuk mata kini jatuh membasahi pipi.

Tangan kekar itu segera terangkat untuk membersihkannya. Menghapus jejak yang akan membuat dirinya terlihat lemah. Tidak. Ia tidak ingin seperti itu di acara ini. Biarkan dirinya yang merasakannya sendiri.

"Selamat tinggal, Ava," ucapnya lirih sembari meninggalkan ruangan pesta.

🔥🔥🔥

Ava baru saja memasuki kamar pengantin dengan bantuan Kafka. Sebelumnya mereka tengah menghabiskan waktu dengan berpesta minum-minuman keras, akibatnya perempuan yang telah menjadi ratu semalam itu kini tengah mabuk.

Rasya yang masih ingin menghabiskan waktu dengan yang lain meminta Kafka untuk mengantar Ava ke kamar. Jadilah kini ia membopong tubuh tidak berdaya milik Ava. Meski dirinya juga turut mabuk, tetapi Kafka mencoba untuk tetap sadar.

"Sayang." Ava meracau. Ia membelai rahang Kafka. "Malam ini adalah malam kita."

Kafka hanya menggeleng dengan senyuman melihat kelakuan Ava. Sahabatnya ini tidak pernah mengonsumsi minuman keras, tetapi kenapa malam ini ia nekat meminumnya?

Meletakkan pelan tubuh Ava pada ranjang, tanpa diduga perempuan itu menarik tengkunya secara kasar. Alhasil, wajah mereka kini hanya berjarak begitu dekat.

"Sayang. Ayo kita lakukan," ucap Ava dengan menyatukan bibir mereka.

Kafka menggerang. Sebagai pria tentu saja ia memiliki hasrat. Lalu ... apa yang harus ia lakukan jika perempuan ini menggodanya terlebih dahulu?

Ciuman mereka terlepas. "Kenapa kamu diam saja?" Lalu kembali terpaut.

Napas terengah kala silatan lidah itu berlangsung beberapa menit. Kafka sudah diselimuti kabut gairah. Dalam suara serak ia berucap, "Jangan menyesal jika aku harus menurutimu, Va."

Tanpa menunggu lagi dan tanpa ingin menyiksa miliknya di bawah sana lebih lama, tangan Kafka mulai bergerilya di tubuh Ava membuat wanita itu terlihat semakin bersemangat. Meremas rambut hitam yang ada di dalam genggaman.

"Rasya," Racaunya. Namun, suara Ava menghentikan aksi laki-laki itu. Membuat ia merasa kehilangan. "Ayolah Rasya."

"Tidak, Sayang. Bukan Rasya. Tapi, Kafka." Tanpa bisa menjawab ucapan itu, Ava langsung dibuat berteriak kala sesuatu menyentuh titik sensitifnya.

Dan sejak saat itu, ia memutuskan untuk memperjuangkan cintanya.

🔥🔥🔥

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Evie Edha

Selebihnya

Buku serupa

Jatuh Cinta dengan Dewi Pendendam

Jatuh Cinta dengan Dewi Pendendam

Juno Lane
5.0

Sabrina dibesarkan di sebuah desa terpencil selama dua puluh tahun. Ketika dia kembali ke orang tuanya, dia memergoki tunangannya berselingkuh dengan saudara angkatnya. Untuk membalas dendam, dia tidur dengan pamannya, Charles. Bukan rahasia lagi bahwa Charles hidup tanpa pasangan setelah tunangannya meninggal secara mendadak tiga tahun lalu. Namun pada malam yang menentukan itu, hasrat seksualnya menguasai dirinya. Dia tidak bisa menahan godaan terhadap Sabrina. Setelah malam penuh gairah itu, Charles menyatakan bahwa dia tidak ingin ada hubungan apa pun dengan Sabrina. Sabrina merasa sangat marah. Sambil memijat pinggangnya yang sakit, dia berkata, "Kamu menyebut itu seks? Aku bahkan tidak merasakannya sama sekali. Benar-benar buang-buang waktu!" Wajah Charles langsung berubah gelap. Dia menekan tubuh Sabrina ke dinding dan bertanya dengan tajam, "Bukankah kamu mendesah begitu tidak tahu malu ketika aku bersamamu?" Satu hal membawa ke hal lain dan tidak lama kemudian, Sabrina menjadi bibi dari mantan tunangannya. Di pesta pertunangan, sang pengkhianat terbakar amarah, tetapi dia tidak bisa meluapkan kemarahannya karena harus menghormati Sabrina. Para elit menganggap Sabrina sebagai wanita kasar dan tidak berpendidikan. Namun, suatu hari, dia muncul di sebuah pesta eksklusif sebagai tamu terhormat yang memiliki kekayaan miliaran dolar atas namanya. "Orang-orang menyebutku lintah darat dan pemburu harta. Tapi itu semua omong kosong belaka! Kenapa aku perlu emas orang lain jika aku punya tambang emas sendiri?" Sabrina berkata dengan kepala tegak. Pernyataan ini mengguncang seluruh kota!

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Gavin
5.0

Namaku Alina Wijaya, seorang dokter residen yang akhirnya bertemu kembali dengan keluarga kaya raya yang telah kehilangan aku sejak kecil. Aku punya orang tua yang menyayangiku dan tunangan yang tampan dan sukses. Aku aman. Aku dicintai. Semua itu adalah kebohongan yang sempurna dan rapuh. Kebohongan itu hancur berkeping-keping pada hari Selasa, saat aku menemukan tunanganku, Ivan, tidak sedang rapat dewan direksi, melainkan berada di sebuah mansion megah bersama Kiara Anindita, wanita yang katanya mengalami gangguan jiwa lima tahun lalu setelah mencoba menjebakku. Dia tidak terpuruk; dia tampak bersinar, menggendong seorang anak laki-laki, Leo, yang tertawa riang dalam pelukan Ivan. Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka: Leo adalah putra mereka, dan aku hanyalah "pengganti sementara", sebuah alat untuk mencapai tujuan sampai Ivan tidak lagi membutuhkan koneksi keluargaku. Orang tuaku, keluarga Wijaya, juga terlibat dalam sandiwara ini, mendanai kehidupan mewah Kiara dan keluarga rahasia mereka. Seluruh realitasku—orang tua yang penuh kasih, tunangan yang setia, keamanan yang kukira telah kutemukan—ternyata adalah sebuah panggung yang dibangun dengan cermat, dan aku adalah si bodoh yang memainkan peran utama. Kebohongan santai yang Ivan kirimkan lewat pesan, "Baru selesai rapat. Capek banget. Kangen kamu. Sampai ketemu di rumah," saat dia berdiri di samping keluarga aslinya, adalah pukulan terakhir. Mereka pikir aku menyedihkan. Mereka pikir aku bodoh. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku