Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gadis Nakal Itu Milikku

Gadis Nakal Itu Milikku

Ana Sue

5.0
Komentar
10.3K
Penayangan
57
Bab

Content Warning 21++ Kedua lutut Grace terasa lemas, dia pun jatuh berlutut. Tak pernah disangka, dia akan dipermalukan seperti saat ini, tak ada lagi kata-kata konyol, makian, atau ketololan yang biasa Grace lakukan terhadap Edward. Edward berlutut di belakang Grace, kedua tangannya memegang bahu Grace, "Berbaliklah, lihat aku," ujar Edward, nada suaranya melemah. Grace berbalik, kedua matanya benar-benar sudah merah. Entah mengapa kondisi saat itu berbeda dengan pertama kali dia bertemu Edward, tak ada perasaan malu atau terhina seperti yang dirasakannya sekarang. "Kau sudah puas?" Edward tak banyak bicara, menarik tubuh Grace ke dalam dekapannya, "Maafkan aku, maaf ... kumohon." "Kenapa?" "Sssht ... diamlah, biarkan aku memelukmu, bukan seperti ini yang kuinginkan, kenapa kau selalu membuatku kesal dengan semua tingkah lakumu?!" "Kau tak menginginkannya, Ed?" "Apa maksudmu?" Edward memejamkan kedua matanya, menarik kepala dan mencium kening Grace. "Tidak, bukan ini yang aku mau, aku terbawa emosi. Grace, entah kenapa setiap aku melihat Kevin menyentuhmu, dadaku terasa sesak, dan kau membuatnya semakin parah. Aku tak mengerti perasaan apa ini."

Bab 1 Grace

Avery Street, Detroit, 21st January 2019

Grace masih belum mendapatkan bus yang akan membawanya ke tempat kerja, tangannya dimasukkan ke dalam saku mantel tebal, bibirnya membentuk bulatan, kepulan asap mengepul dari bibir. Musim dingin masih belum berakhir, dan dia sadar, keuangannya mulai menipis, bahan makanan pun berkurang, sedangkan kedua orang tua Grace tidak memiliki pekerjaan tetap.

"Grace!"

Mendengar namanya dipanggil, Grace menoleh.

Seorang gadis berlari-lari kecil menghampirinya, dia itu Natalie, sahabat dari kecil Grace. Sama-sama orang susah yang tinggal di tempat kumuh, tak jauh dari sebuah klub malam di mana para pelacur-pelacur mengais rejeki tiap malamnya

"Aha, kukira kau sudah berangkat lebih dulu." Grace menyambut tepukan tangan Natalie. Toss.

"Sepertinya ... aku akan berhenti bekerja di toko kue, aku ingin melamar bekerja di sebuah coffee shop, mereka bilang gajinya lebih besar dari toko kue itu. Bagaimana menurutmu, G?"

'G' itu adalah panggilan kesayangan Natalie pada Grace.

Sebetulnya Natalie sedang berbohong, dia bukannya ingin melamar kerja di sebuah coffee shop, melainkan ada seorang lelaki tua yang ingin menjadikannya seorang simpanan dengan syarat Natalie harus mampu melayani syahwatnya.

Laki-laki tua itu bersedia membelikannya sebuah apartemen dan mobil mewah, karena menurut lelaki itu, istrinya sudah tak sanggup melayaninya lagi, sudah renta, sakit-sakitan, bahkan tak mampu lagi melakukan gaya 'seminary.'

Kalian bisa membayangkan pasangan kakek dan nenek yang sudah uzur melakukan gaya seperti itu, bahkan sutradara film dewasa pun tak sudi melirik, ah ... memang laki-laki, mau sudah tua pun kadang tak tahu diri. Itulah laki-laki, sekali lagi dikatakan, itulah laki-laki!

Grace lalu melirik curiga ke arah Natalie, "Betul? Aku merasa, kau sedang berbohong padaku?" ujar Grace.

"Wah, buat apa aku berbohong," jawab Natalie sembari meninju kecil lengan Grace. Padahal dia memang berbohong.

"Sudahlah, itu bis kita, ayo," ajak Grace lalu menarik tangan Natalie.

Sedangkan di tempat lain, di malam yang sama, sekelompok pemuda dari kalangan elite di Detroit, seperti tak memiliki tujuan. Mereka merasa kehidupan mereka selama ini sangat monoton.

Sebuah mobil Rolls Royce berwarna hitam berhenti tepat di depan klub malam, menjadi tontonan kekaguman beberapa orang yang berada di luar klub.

Tak perlu pusing mencari tempat hiburan malam, dengan wanita-wanita yang senang bersedekah melalui pakaian mereka yang apa adanya tanpa diberi bahan tambahan. Ditambah lagi, Detroit bukanlah sebuah kota yang susah untuk mendapatkan hiburan-hiburan seperti itu. Tempat prostitusi, perjudian, dan hiburan haram lainnya tersedia dengan baik di sana.

Semua mata tertuju pada seorang pemuda tampan yang bergerak keluar, dengan sigap membuka pintu di sebelah kanan, memersilakan Edward untuk turun. "Silakan turun, Tuan Muda," ujar pemuda bernama Vanes bergaya ala-ala supir, meski sama sekali tak cocok menjadi supir dengan rambut panjang berwarna coklat tembaga sebahu, tubuh tinggi, kulit putih, dan bibirnya merupakan bagian paling seksi, membuatnya lebih cocok menjadi gundik simpanan tante-tante, ya, dia tampan, seisi mobil itu semuanya tampan.

Edward, Vanes, Mark, dan Kevin. Siapa yang tak mengenal keempat pemuda tampan dan rupawan itu?

Ketampanan mereka bahkan bisa membuat otakmu berfantasi liar semaunya dengan melihat sosok, dan wajah mereka.

Sumpah, keempat pemuda itu benar-benar bisa membuatmu memelas untuk ditiduri tanpa bayaran sekalipun. Mereka seksi, sangat seksi. Apalagi Edward.

Edward, pemuda berusia 28 tahun itu, merupakan anak dari salah satu pemilik perusahaan software terbesar di dunia. Memiliki 50 hotel mewah berbintang lima yang tersebar di 20 negara, lalu 25 restoran besar dan terkenal, memilki 10 mall besar yang selalu ramai pengunjung, dan masih banyak kekayaan yang tak mungkin dijabarkan satu per satu. Tak ada yang tak kenal dengan keluarga Madison.

Dengan malas, Edward pun turun. "Ya, Terima kasih, tapi jangan berharap aku akan menggajimu hanya karena telah membukakan pintu untukku," ujarnya.

Setelah Edward turun, di belakangnya dua orang lagi menyusul; Mark dan Kevin.

Saat keempat pemuda itu berjalan beriringan, wanita-wanita muda bahkan nenek-nenek yang melintas di jalan sampai menelan ludah. Bagaimana tidak? Empat mahakarya yang nyaris sempurna, tubuh mereka yang tinggi, tegap, berdada bidang, dibalut kemeja dan jas hitam rancangan desainer terkenal-Armani-membuat mereka tampak seperti pangeran tanpa kuda yang tersasar di tengah kota.

Mark sendiri tak kalah kayanya, dia adalah anak seorang pemilik universitas ternama di Detroit, dan pemilik sebuah brand terkenal yang memproduksi berlian-berlian berkualitas yang di ekspor ke luar negeri.

"Aku ingin membeli kue di sana," ujar Edward seraya menunjuk ke seberang jalan.

"Hah, kau mau membeli kue? Untuk siapa?" tanya Mark. Mark, seorang playboy kelas kakap, dengan tatapannya dia bisa memikat perempuan manapun untuk dibawanya berleha-leha di atas ranjang, tanpa terkecuali.

Edward melirik Mark dan menaikkan satu alisnya, wajahnya terlihat datar. "Buat siapa? Aku yang membeli berarti buat kumakan. Kau pikir, aku membeli kue untuk gadis-gadis malam yang selalu menggelayut manja di tubuhmu?" sindir Edward.

Sayangnya, kuping Mark sudah tebal dengan kalimat-kalimat sarkasme dari Edward, sahabat masa kecilnya itu. Dia tahu betul watak Edward, lelaki tampan, yang selalu dingin pada siapa pun. Sekalipun ada perempuan telanjang di hadapannya, Mark sangat yakin, Edward tak akan menyentuh sedikit pun. Keperawanan pun dijamin aman, tetap tersegel.

Mark bersiul kepada seorang gadis berambut merah yang melintas di sampingnya, "You're so sexy, Babe," godanya dan tanpa sungkan meremas gemas bokong tipis milik gadis itu. Anehnya, gadis itu hanya tersenyum, sedikit pun tak marah, malah melemparkan ciuman di udara. Sinting!

"Kurasa sebentar lagi kau akan terkena penyakit kelamin, dengan kelakuanmu yang seperti itu," ujar Edward. "Gadis tadi sama sekali tak ada menarik-nariknya, bokong tipis, dada mungkin hanya seukuran 34A, wajah standar, apa yang membuatmu melihatnya sebagai seorang yang seksi?"

"Kau memang aneh, gadis tadi cantik, kau tahu Naomi Lewis?"

"Siapa dia, apakah dia salah satu pelacur yang kau temui di jalan, kemudian berpura-pura sakit lalu ikut denganmu ke rumah dan-"

"Sshtt ... kau benar-benar norak," balas Mark.

"Lalu?"

"Ehem." Kevin berdehem, semua mata tertuju padanya, "Naomi Lewis, artis situs porno."

Edward melihat Kevin dengan pandangan jijik. Sejak kapan sahabatnya yang terkenal pendiam, yang hanya sibuk menekan-nekan tuts piano, tiba-tiba bisa menyebut salah satu artis porno dengan lancar.

"Kau berlangganan di sana?" tanya Edward datar.

"Tidak, apakah ada yang salah? Dadanya bagus, itu saja, aku tidak-"

"Hey, hey, diam-diam kau nakal juga, Kev." Mark menyolek pinggang Kevin, dan menjawil hidung mancung Kevin.

Keempatnya tiba di depan toko kue. Mereka berempat masuk ke dalam, di sana ada Grace dan Natalie yang sedang sibuk membersihkan rak-rak display.

Lagi-lagi mata nakal Mark memang tak bisa melihat barang bagus, dia sibuk memerhatikan Grace dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kaos polo putih ketat yang melekat di tubuh Grace menunjukkan dengan sangat jelas lekuk tubuh bagian atasnya, padat, berisi.

"Hai, selamat datang, ada yang bisa kubantu?" tanya Grace seraya mendekati keempatnya.

Tatapan Mark masih tertuju pada bagian dada Grace, dan Grace menyadarinya. Seorang pemuda tampan berpenampilan necis, memperhatikan dengan seksama bagian dada tanpa berkedip, pasti pemuda ini nakal.

"Hey. Apa yang kau lihat?" tanya Grace lagi.

"Eh, apa kau punya kue susu?" jawab Mark, ya kue 'susu' sambil melirik jenaka ke arah dada.

Edward maju ke arah Grace, kemudian menarik tangan Grace mengajaknya menjauhi Mark.

"Aku ingin membeli kue tiramisu yang ada di showcase, tolong bungkuskan empat buah," ujar Edward, masih tak menyadari jika tangannya masih menggenggam tangan Grace.

"Hm, bisa lepaskan tanganku lebih dulu?" tunjuk Grace ke arah tangannya yang masih dengan erat dalam genggaman Edward.

Ups, wajah Edward seketika memerah menahan malu, Grace tertawa terbahak-bahak lalu berlalu dari hadapan Edward, dan menyiapkan pesanan miliknya.

**

Sepulang kerja Grace melewati lokasi di mana sebuah klub malam yang cukup besar berdiri tak jauh dari tempat tinggalnya. Setiap dia melewati lokasi itu, seketika dia akan menghentikan langkahnya sejenak. Dia terpesona dengan kecantikan para perempuan-perempuan penghibur yang bekerja di sana. Perempuan-perempuan itu terlihat cantik di mata Grace. Mereka terkadang melintas di depan Grace, dan wangi parfum mahal selalu mengusik penciumannya.

Entah uang darimana, pikir Grace saat itu. Sepertinya pekerjaan yang mereka lakukan bisa menghasilkan uang banyak, membeli barang-barang mewah dan selalu berganti-ganti mobil tiap malamnya.

"Apakah mereka masih membutuhkan pekerja di sana, aku ingin sekali bekerja di klub itu."

========================================================

Untuk para pembaca setia, kalian bisa membuka bab berbayar jauh lebih murah dari sebelumnya, karena sudah ada pembaruan jumlah koin untuk membuka kunci. Semoga bisa menikmati novel ini sampai akhir :)

Jangan lupa untuk terus mengikuti novel ini sampai akhir karena pada akhir Februari akan ada giveaway bagi satu pembaca yang beruntung yang mengirimi gems terbanyak. Pemenang akan diumumkan di fb penulis. Silakan mengadd dengan nama pena yang sama :)

Avery Street, Detroit, 21st January 2019

Grace masih belum mendapatkan bus yang akan membawanya ke tempat kerja, tangannya dimasukkan ke dalam saku mantel tebal, bibirnya membentuk bulatan, kepulan asap mengepul dari bibir. Musim dingin masih belum berakhir, dan dia sadar, keuangannya mulai menipis, bahan makanan pun berkurang, sedangkan kedua orang tua Grace tidak memiliki pekerjaan tetap.

"Grace!"

Mendengar namanya dipanggil, Grace menoleh.

Seorang gadis berlari-lari kecil menghampirinya, dia itu Natalie, sahabat dari kecil Grace. Sama-sama orang susah yang tinggal di tempat kumuh, tak jauh dari sebuah klub malam di mana para pelacur-pelacur mengais rejeki tiap malamnya

"Aha, kukira kau sudah berangkat lebih dulu." Grace menyambut tepukan tangan Natalie. Toss.

"Sepertinya ... aku akan berhenti bekerja di toko kue, aku ingin melamar bekerja di sebuah coffee shop, mereka bilang gajinya lebih besar dari toko kue itu. Bagaimana menurutmu, G?"

'G' itu adalah panggilan kesayangan Natalie pada Grace.

Sebetulnya Natalie sedang berbohong, dia bukannya ingin melamar kerja di sebuah coffee shop, melainkan ada seorang lelaki tua yang ingin menjadikannya seorang simpanan dengan syarat Natalie harus mampu melayani syahwatnya.

Laki-laki tua itu bersedia membelikannya sebuah apartemen dan mobil mewah, karena menurut lelaki itu, istrinya sudah tak sanggup melayaninya lagi, sudah renta, sakit-sakitan, bahkan tak mampu lagi melakukan gaya 'seminary.'

Kalian bisa membayangkan pasangan kakek dan nenek yang sudah uzur melakukan gaya seperti itu, bahkan sutradara film dewasa pun tak sudi melirik, ah ... memang laki-laki, mau sudah tua pun kadang tak tahu diri. Itulah laki-laki, sekali lagi dikatakan, itulah laki-laki!

Grace lalu melirik curiga ke arah Natalie, "Betul? Aku merasa, kau sedang berbohong padaku?" ujar Grace.

"Wah, buat apa aku berbohong," jawab Natalie sembari meninju kecil lengan Grace. Padahal dia memang berbohong.

"Sudahlah, itu bis kita, ayo," ajak Grace lalu menarik tangan Natalie.

Sedangkan di tempat lain, di malam yang sama, sekelompok pemuda dari kalangan elite di Detroit, seperti tak memiliki tujuan. Mereka merasa kehidupan mereka selama ini sangat monoton.

Sebuah mobil Rolls Royce berwarna hitam berhenti tepat di depan klub malam, menjadi tontonan kekaguman beberapa orang yang berada di luar klub.

Tak perlu pusing mencari tempat hiburan malam, dengan wanita-wanita yang senang bersedekah melalui pakaian mereka yang apa adanya tanpa diberi bahan tambahan. Ditambah lagi, Detroit bukanlah sebuah kota yang susah untuk mendapatkan hiburan-hiburan seperti itu. Tempat prostitusi, perjudian, dan hiburan haram lainnya tersedia dengan baik di sana.

Semua mata tertuju pada seorang pemuda tampan yang bergerak keluar, dengan sigap membuka pintu di sebelah kanan, memersilakan Edward untuk turun. "Silakan turun, Tuan Muda," ujar pemuda bernama Vanes bergaya ala-ala supir, meski sama sekali tak cocok menjadi supir dengan rambut panjang berwarna coklat tembaga sebahu, tubuh tinggi, kulit putih, dan bibirnya merupakan bagian paling seksi, membuatnya lebih cocok menjadi gundik simpanan tante-tante, ya, dia tampan, seisi mobil itu semuanya tampan.

Edward, Vanes, Mark, dan Kevin. Siapa yang tak mengenal keempat pemuda tampan dan rupawan itu?

Ketampanan mereka bahkan bisa membuat otakmu berfantasi liar semaunya dengan melihat sosok, dan wajah mereka.

Sumpah, keempat pemuda itu benar-benar bisa membuatmu memelas untuk ditiduri tanpa bayaran sekalipun. Mereka seksi, sangat seksi. Apalagi Edward.

Edward, pemuda berusia 28 tahun itu, merupakan anak dari salah satu pemilik perusahaan software terbesar di dunia. Memiliki 50 hotel mewah berbintang lima yang tersebar di 20 negara, lalu 25 restoran besar dan terkenal, memilki 10 mall besar yang selalu ramai pengunjung, dan masih banyak kekayaan yang tak mungkin dijabarkan satu per satu. Tak ada yang tak kenal dengan keluarga Madison.

Dengan malas, Edward pun turun. "Ya, Terima kasih, tapi jangan berharap aku akan menggajimu hanya karena telah membukakan pintu untukku," ujarnya.

Setelah Edward turun, di belakangnya dua orang lagi menyusul; Mark dan Kevin.

Saat keempat pemuda itu berjalan beriringan, wanita-wanita muda bahkan nenek-nenek yang melintas di jalan sampai menelan ludah. Bagaimana tidak? Empat mahakarya yang nyaris sempurna, tubuh mereka yang tinggi, tegap, berdada bidang, dibalut kemeja dan jas hitam rancangan desainer terkenal-Armani-membuat mereka tampak seperti pangeran tanpa kuda yang tersasar di tengah kota.

Mark sendiri tak kalah kayanya, dia adalah anak seorang pemilik universitas ternama di Detroit, dan pemilik sebuah brand terkenal yang memproduksi berlian-berlian berkualitas yang di ekspor ke luar negeri.

"Aku ingin membeli kue di sana," ujar Edward seraya menunjuk ke seberang jalan.

"Hah, kau mau membeli kue? Untuk siapa?" tanya Mark. Mark, seorang playboy kelas kakap, dengan tatapannya dia bisa memikat perempuan manapun untuk dibawanya berleha-leha di atas ranjang, tanpa terkecuali.

Edward melirik Mark dan menaikkan satu alisnya, wajahnya terlihat datar. "Buat siapa? Aku yang membeli berarti buat kumakan. Kau pikir, aku membeli kue untuk gadis-gadis malam yang selalu menggelayut manja di tubuhmu?" sindir Edward.

Sayangnya, kuping Mark sudah tebal dengan kalimat-kalimat sarkasme dari Edward, sahabat masa kecilnya itu. Dia tahu betul watak Edward, lelaki tampan, yang selalu dingin pada siapa pun. Sekalipun ada perempuan telanjang di hadapannya, Mark sangat yakin, Edward tak akan menyentuh sedikit pun. Keperawanan pun dijamin aman, tetap tersegel.

Mark bersiul kepada seorang gadis berambut merah yang melintas di sampingnya, "You're so sexy, Babe," godanya dan tanpa sungkan meremas gemas bokong tipis milik gadis itu. Anehnya, gadis itu hanya tersenyum, sedikit pun tak marah, malah melemparkan ciuman di udara. Sinting!

"Kurasa sebentar lagi kau akan terkena penyakit kelamin, dengan kelakuanmu yang seperti itu," ujar Edward. "Gadis tadi sama sekali tak ada menarik-nariknya, bokong tipis, dada mungkin hanya seukuran 34A, wajah standar, apa yang membuatmu melihatnya sebagai seorang yang seksi?"

"Kau memang aneh, gadis tadi cantik, kau tahu Naomi Lewis?"

"Siapa dia, apakah dia salah satu pelacur yang kau temui di jalan, kemudian berpura-pura sakit lalu ikut denganmu ke rumah dan-"

"Sshtt ... kau benar-benar norak," balas Mark.

"Lalu?"

"Ehem." Kevin berdehem, semua mata tertuju padanya, "Naomi Lewis, artis situs porno."

Edward melihat Kevin dengan pandangan jijik. Sejak kapan sahabatnya yang terkenal pendiam, yang hanya sibuk menekan-nekan tuts piano, tiba-tiba bisa menyebut salah satu artis porno dengan lancar.

"Kau berlangganan di sana?" tanya Edward datar.

"Tidak, apakah ada yang salah? Dadanya bagus, itu saja, aku tidak-"

"Hey, hey, diam-diam kau nakal juga, Kev." Mark menyolek pinggang Kevin, dan menjawil hidung mancung Kevin.

Keempatnya tiba di depan toko kue. Mereka berempat masuk ke dalam, di sana ada Grace dan Natalie yang sedang sibuk membersihkan rak-rak display.

Lagi-lagi mata nakal Mark memang tak bisa melihat barang bagus, dia sibuk memerhatikan Grace dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kaos polo putih ketat yang melekat di tubuh Grace menunjukkan dengan sangat jelas lekuk tubuh bagian atasnya, padat, berisi.

"Hai, selamat datang, ada yang bisa kubantu?" tanya Grace seraya mendekati keempatnya.

Tatapan Mark masih tertuju pada bagian dada Grace, dan Grace menyadarinya. Seorang pemuda tampan berpenampilan necis, memperhatikan dengan seksama bagian dada tanpa berkedip, pasti pemuda ini nakal.

"Hey. Apa yang kau lihat?" tanya Grace lagi.

"Eh, apa kau punya kue susu?" jawab Mark, ya kue 'susu' sambil melirik jenaka ke arah dada.

Edward maju ke arah Grace, kemudian menarik tangan Grace mengajaknya menjauhi Mark.

"Aku ingin membeli kue tiramisu yang ada di showcase, tolong bungkuskan empat buah," ujar Edward, masih tak menyadari jika tangannya masih menggenggam tangan Grace.

"Hm, bisa lepaskan tanganku lebih dulu?" tunjuk Grace ke arah tangannya yang masih dengan erat dalam genggaman Edward.

Ups, wajah Edward seketika memerah menahan malu, Grace tertawa terbahak-bahak lalu berlalu dari hadapan Edward, dan menyiapkan pesanan miliknya.

**

Sepulang kerja Grace melewati lokasi di mana sebuah klub malam yang cukup besar berdiri tak jauh dari tempat tinggalnya. Setiap dia melewati lokasi itu, seketika dia akan menghentikan langkahnya sejenak. Dia terpesona dengan kecantikan para perempuan-perempuan penghibur yang bekerja di sana. Perempuan-perempuan itu terlihat cantik di mata Grace. Mereka terkadang melintas di depan Grace, dan wangi parfum mahal selalu mengusik penciumannya.

Entah uang darimana, pikir Grace saat itu. Sepertinya pekerjaan yang mereka lakukan bisa menghasilkan uang banyak, membeli barang-barang mewah dan selalu berganti-ganti mobil tiap malamnya.

"Apakah mereka masih membutuhkan pekerja di sana, aku ingin sekali bekerja di klub itu."

========================================================

Untuk para pembaca setia, kalian bisa membuka bab berbayar jauh lebih murah dari sebelumnya, karena sudah ada pembaruan jumlah koin untuk membuka kunci. Semoga bisa menikmati novel ini sampai akhir :)

Jangan lupa untuk terus mengikuti novel ini sampai akhir karena pada akhir Februari akan ada giveaway bagi satu pembaca yang beruntung yang mengirimi gems terbanyak. Pemenang akan diumumkan di fb penulis. Silakan mengadd dengan nama pena yang sama :)

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ana Sue

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Gadis Nakal Itu Milikku
1

Bab 1 Grace

31/03/2023

2

Bab 2 Aku Masih Normal!

31/03/2023

3

Bab 3 Gara-Gara Hutang

31/03/2023

4

Bab 4 Jangan Pancing Emosiku

31/03/2023

5

Bab 5 Edward Cemburu

31/03/2023

6

Bab 6 Kevin Tak Tahu Diri

31/03/2023

7

Bab 7 Desah Rindu Valerie

31/03/2023

8

Bab 8 Make Over

31/03/2023

9

Bab 9 Gadis Itu, Dia

31/03/2023

10

Bab 10 Jangan Pergi Dariku!

31/03/2023

11

Bab 11 Grace Pergi

27/03/2024

12

Bab 12 Aku Tidak Waras

27/03/2024

13

Bab 13 Ethan Kembali

27/03/2024

14

Bab 14 Kerinduan Edward

27/03/2024

15

Bab 15 Ethan Bertemu Grace

27/03/2024

16

Bab 16 Pertemuan Pertama

27/03/2024

17

Bab 17 Pesona Ethan

28/03/2024

18

Bab 18 Pergi Bersama Ethan

28/03/2024

19

Bab 19 Gadis Lain Di Hati Kevin

28/03/2024

20

Bab 20 Jangan Kalian Sentuh Gadisku!

28/03/2024

21

Bab 21 Lagi-Lagi Cemburu!

28/03/2024

22

Bab 22 Daya Tarik Ethan

09/04/2024

23

Bab 23 Kebaikan Ethan

09/04/2024

24

Bab 24 Ciuman Rindu Dari Edward

09/04/2024

25

Bab 25 Skak Mat!

10/04/2024

26

Bab 26 Edward VS Ethan

13/04/2024

27

Bab 27 Mengungkit Masa Lalu

13/04/2024

28

Bab 28 Edward Pecundang

13/04/2024

29

Bab 29 Melupakan Janji Dengan Edward

13/04/2024

30

Bab 30 Rasa Sakit Di Bawah Hujan

13/04/2024

31

Bab 31 Kenapa Kau Menyakitiku

19/04/2024

32

Bab 32 Kuberi Kau Waktu

19/04/2024

33

Bab 33 Aku Akan Membawa Grace

19/04/2024

34

Bab 34 Jangan Sentuh Grace!

19/04/2024

35

Bab 35 Buka Matamu, Ethan!

19/04/2024

36

Bab 36 Pergilah Bersamaku

19/04/2024

37

Bab 37 Katakan Perasaanmu, Ed!

24/04/2024

38

Bab 38 Tampar Aku!

24/04/2024

39

Bab 39 Dilema

24/04/2024

40

Bab 40 Terus Saja Membuatku Cemburu

24/04/2024