Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
“Ibu yakin ingin menitipkan Yin sama ibu Imelda ? Ibu sendirian doong di sini, Yin gak mau Bu, Yin gak mau tinggalin Ibu.”Terryn yang baru saja lulus SMP dengan nilai yang tertinggi merajuk dalam pelukan ibunya.
“Kamu mau gapai cita-cita kamu kan Yin? Almarhum bapakmu pasti senang jika kamu bisa melanjutkan sekolahmu yang tinggi. Ibu hanya penjual kue di pasar, mau sampai mana Ibu sanggup sekolahkan kamu Yin?” ibu Asih mengelus kepala putrinya, sebenarnya dia berat melepas Terryn untuk tinggal bersama sahabatnya itu tapi demi janjinya kepada almarhum suaminya untuk bisa menyekolahkan Terry ibu Asih memilih agar Terry tinggal bersama mereka.
“Tapi Ibu janji yaa bakal telpon Terryn.”
Ibu Asih mengangguk, “Tak hanya telpon Sayang, sekali waktu Ibu akan jenguk kamu.”
Seminggu setelah kelulusan ibu Imelda datang menjemput Terryn bersama Aluna , putri sulung Ibu Imelda. Aluna sangat baik dan ramah kepada Terryn, mereka langsung akrab bahkan seperti kakak beradik. Terryn merasa nyaman di rumah barunya hingga dia bertemu dengan anak laki-laki itu lagi.
“Siapa kamu?” tanya seorang remaja laki-laki yang lebih tua sedikit dari Terryn tapi masih lebih muda dari Aluna.
“Saya Terryn Kak, saya anak ibu Asih,” jawab Terryn takut-takut.
Mata remaja pria itu menatap Terry tajam, gadis berkepang dan berkacamata itu hanya tertunduk tak berani mengangkat kepalanya.
“Ngapain kamu di rumah saya?” tanya dia lagi dengan nada dingin yang membuat Terryn merinding.
“Sa-saya …,” Terryn terbata dan ragu melanjutkan kalimatnya.
“Terryn akan tinggal di sini bersama kita, Mama akan menyekolahkannya. Terryn ini anaknya pintar lhoo di sekolah, nilainya yang tertinggi di kecamatan daerahnya,” sambung ibu Imelda tib-tiba dan merengkuh bahu Terryn hangat. Terry senang ibu Imelda memperlakukannya sama dengan Aluna.
“Oh ya Terryn, perkenalkan ini Deva, anak Ibu yang bungsu dia sekarang kelas tiga SMU jadi kalian bisa satu sekolah.”
“Apa Ma? Satu sekolah dengan anak cupu ini? Enggak! Jangan harap Deva mau temenin dia.” Deva berlalu dengan wajah yang ketus. Ibu Imelda menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Maafkan Deva yaa Terryn, anak itu memang begitu pembawaanya, duuh ngidam apa siih dulu aku sampai anak itu jutek banget sama anak cewek. Ck … ck … ck.”
Terryn hanya tersenyum canggung dan mencoba memahami sikap Deva yang seperti itu.
Di kamarnya Deva berpikir keras, sepertinya Deva pernah melihat cewek culun itu tapi lupa di mana. Dia merasa dekat tapi tidak bisa mengingatnya dengan baik.
‘Bodo amat, mau kenal atau gak aku gak peduli.’ Deva akhirnya memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Deva memang tidak bisa mengenali gadis itu dengan baik, karena kejadian terakhir bersama Terryn terjadi sangat cepat di saat Deva sudah hampir hilang kesadarannya di suatu peristiwa yang tak akan pernah bisa terlupa oleh Terryn.
Saat itu Deva masih SMP kelas tiga dan Aluna kelas satu SMU, mereka sekeluarga sedang dalam perjalanan wisata ke desa Terryn. Ibu Imelda adalah anak juragan perkebunan teh di mana banyak penduduk desa yang bekerja di kebun yang sangat luas itu, termasuk orang tua Ibu Asih dan ayah Terryn sendiri.
Saat itu cuaca memang sedang tidak bagus dan ayah Deva tetap memaksakan ingin kembali ke kota hari itu juga. Jalanan sangat licin sehingga terjadi kecelakaan dan membuat mobil mereka terperosok ke dalam jurang.
Terryn saat itu masih kelas satu SMP dan baru pulang dari rumah kakeknya. Jalanan sangat sepi di tengah hujan yang sangat deras. Terryn menyaksikan mobil yang keluarga Deva dalam keadaan rusak parah di bawah jurang. Bergegas dia mencari ayah dan ibunya serta orang-orang kampung agar menolong mobil yang kecelakaan itu.
Bersama orang tuanya dan beberapa orang kampung Terryn yang pemberani menuruni jurang untuk melihat kondisi para korban. Seorang anak laki-laki yang setengah sadar dan dalam keadaan terluka menggapai-gapai lemah ke arah Terryn. Terry melihatnya dan mencoba mengeluarkan anak laki-laki itu dari mobilnya sementara yang lain menyelamatkan ibu Imelda, suaminya dan Aluna yang juga terluka dan tak sadarkan diri.
“Tolong jangan tinggalkan aku, aku takut…,” wajah Deva pucat dengan luka di pelipisnya, Terryn membantunya untuk duduk di sebelahnya.
“Ayo Kak, duduk dulu disini, kita tunggu mereka untuk menaikkan Kakak ke atas. Aku tidak akan kemana-mana.” Sahut Terryn menenangkan Deva.
“Terima kasih sudah menolong kami,” ujar Deva lagi yang semakin melemah.