Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Arrogant vs Crazy

Arrogant vs Crazy

Yurriansan

5.0
Komentar
697
Penayangan
70
Bab

Cari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel. Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya. Dunia nyata tidak begitu. Nesta yang butuh uang buat hidup, makan, dan beli kuota untuk nonton drama, nyatanya sering ditolak jadi karyawan lantaran pendidikannya yang cuma SMA. Ditambah lagi tinggi badan cuma 155 cm--pendek-- bikin makin susah cari kerja. Satu-satunya perusahaan yang mau terima Nesta adalah PT Taruna, itu pun cuma sebagai office girl alias tukang bersih-bersih. Oke, deal. Butuh uang halal apa saja dilakoni. Eh, apesnya dapat bos sombong minta ampun, baru sehari kerja Nesta dipecat. Kira-kira, jurus apa yang Nesta pakai biar bisa tetap kerja di sana?

Bab 1 Siapa yang Mendesah di Kamar

Siang, habis salat zuhur, suasana rumah terlihat sepi, Tingak-tinguk sekitar, beneran tidak ada orang.

Heran Nesta, sering banget orang-orang rumah pergi tanpa bilang ke dia. Mentang-mentang statusnya sini sebagai anak pertama belum punya guna apa-apa, kadang-kadang suka dilupakan eksistensinya. Kalah sama makhluk astral yang kalau cuma menimbulkan suara sedikit saja langsung disadari.

Waktu memikirkan pada ke mana semua, mendadak kebelet. Ck! Belum juga diisi apa-apa sudah minta disetorkan dulu ini sih namanya defisit.

Jangan heran kalau badan Nesta kurus. Sering dikira orang kurang asupan. Lebih buruk lagi dikira cacingan padahal ini semua masalah distribusi pencernaannya yang terlalu lancar.

Tapi tidak masalah juga, sih. Toh, malah enak Minimal dia tidak perlu usaha keras untuk diet bawaan badan sudah mendukung untuk jadi model. Model bungkus nasi uduk, misalnya.

Oke, lupakan dulu urusan permodelan yang cuma halusinasi belaka. Ada masalah dia penting yaitu menuntaskan hajatnya.

Sepuluh menit berselang. kamar mandi, melewati pintu kamar seseorang. Mulanya tampak biasa saja. Sampai tiba-tiba terdengar sesuatu di balik sana. Sungguh suara yang sangat mencurigakan.

"Ssh ... ahh!"

Siapa itu, jomlo yang berani desah-desahan di dalam kamar?

"Oouh, mantap." Terdengar juga bunyi sruputan di akhir kalimat.

Tempelkan telinga ke pintu, menguping sejenak. Nesta mau pastikan lagi apa yang dia dengar. Berharapnya cuma salah dengar tapi ya semakin ke dia perhatikan lamat-lamat malah suaranya semakin jelas.

"Ssh ... ah, enak."

Astaghfirullah! Terjadi kemaksiatan di dalam rumah. Malah semakin menjadi-jadi.

"Yato, buka pintunya!" Nesta curiga itu anak macam-macam di dalam kamar waktu rumah lagi sepi. Tahu sendiri kan, anak bujang seumuran Yato bisa saja sudah terkontaminasi dengan berbagai hal negatif. Sebelum dia semakin menjadi-jadi, sebagai kakak Nesta harus nasihati dia. Dih! menjelang kiamat juga, bukannya tobat.

"Apa, sih, berisik!" malah Yato jawab seperti itu. Benar-benar kurang ajar. Tidak tahu malu. Dengan kakak sendiri tidak ada sopan-sopannya

"Yatooooooo!" Pintu ditendang-tendang sama Nesta saking kesalnya. Masih juga belum dapat jawaban dari adiknya itu.

"Apaan, sih!" Yang di dalam kamar malah marah.

"Buka pintunya atau Kakak tendang!"

"Tendang aja sana." Seenteng kapas murahan Yato bilang begitu. "Paling juga kalau pintunya rusak, Kak Nesta yang disuruh bapak gantiin."

Sungguh adik kurang ajar. Sudah tahu kakaknya lagi kere, mana ada duit buat ganti pintu. Yang ada, Nesta sendiri bakalan dijadikan pintu sama bapaknya. Badan dia yang kurus bisa jadi ganti triplek.

"Yato, buka!" Masih tidak digubris.

Baik, dengan kekuatan bulan, Nesta akan tendang pintu lalu mengungkap kelakuan tidak layak tiru adiknya.

Sudah siap tenaga, tinggal seruduk. Jangan salahkan Nesta kalau pintunya rusak.

Adik sialan malah buka pintu, sampai Nesta terjungkal.

"Idih, nekat." Yato geleng-geleng, habis itu meninggalkan kakaknya begitu saja. Bukannya ditolong.

Bangun, buru-buru Nesta mengejar Yato.

"Ngapain kamu di kamar?"

"Mau tahu aja!" Yato meleos pergi ke dapur membuang sesuatu.

Intip sama Nesta, takutnya sesuatu yang berbahaya. Kok, bungkusan hitam yang terlihat tidak asing.

"Awas ya, kamu kalau ketahuan buat kelakuan dua satu plus."

"Masih polos, gini." Dia paling jago ngeles, terus main pergi begitu saja.

Detik selanjutnya, Nesta mencium sesuatu. Baunya tidak asing, Nesta kenal.

Jangan-jangan ....

Nesta periksa apa yang tadi Yato buang.

"Ramyeon!"

Mau nangis Nesta melihat bungkusan mie instant khas korea yang dia simpan dari kemarin--yang niatnya mau dimakan sambil nonton drakor sama oppa-eoni kesayangan.

Terus, dimakan sama Yato?

Jadi, dia dari tadi enak-enakan di dalam makan ini?

"Kamu makan mie punya Kakak?"

"Minta."

Nesta emosi sampai ubun-ubun. "Minta itu kalau ada banyak, nah kamu ambil satu. Ini udah cuma satu kamu ambil, itu namanya pemalakan!"

"Pelit banget, Kak. Sekali-sekali sedekah sama adik."

"Sedekah gundulmu!"

"Yato bilang bapak, loh. Kak Nesta ngomong kasar "

"Biar!" Nesta sudah tidak tahan. "Nih, kalau kamu mau tahu Kak Nesta bukan cuma mau ngomong kasar, tapi juga mau berlaku kasar."

Yato merintih-rintih saat Nesta menjambak rambut adiknya.

"Ampun, Kak."

"Nggak akan!"

*

Gara-gara kesal, Nesta ngamuk sama adiknya. Yato malah berkilah, soalnya dia juga mau coba ramyeon itu, tapi Nesta tidak kasih.

Mau kasih apanya, duit juga pas-pasan, cuma sanggup beli satu. Itu juga harus kumpulin dulu uang dari kembalian beli bawang.

Yah, kalau ketahuan berantem ujungnya begini. Mereka dihukum berdua sama Sarwani. Hukummannya tidak berat, enak malah. Cuma, namanya lagi dikuasai emosi yang enak bisa jadi enek.

"Makan ya, Sayang ...." Sambal segepok Nesta masukin ke mulut Yato.

"Pweh!" Yato kepedesan, waktunya dia balas dendam.

Ambil nasi, masukkan cabe rawit. Suap ke kakaknya.

"Makan juga, Kakaku Sayang." Tersenyum laknat dia.

Pas kegigit cabai rawitnya, mau meledak mulut Nesta.

"Kamu, yah!" Nesta kepal-kepak nasi siap menyuapi Yato lagi.

Yato juga siap siaga mau balas.

"Inget, ya!" Sarwani menginterupsi perang nasi tersebut. "Kalau masih berantem, Bapak tambah nasi sama cabenya."

Bapaknya kejam banget. Mending ini ada tahu atau bakwan buat teman makan cabe. Mana si Yato tidak punya perasaan, bibir seksi kakaknya sampai dower kena cabai.

Eh, dilihat-lihat, Yato juga sudah jadi dobel bibirnya. Satu sama.

"Lagian, kamu juga sama adiknya pelit amat!" Ningsih memarahi Nesta. Tahu dibela, Yato menjulurkan lidah.

"Siapa yang pelit, Bu?" Bersungut-sungut Nesta menjawab. "Cuma ada satu-satunya itu."

"Yato, kamu juga iseng pakai ambil makanan kakak kamu!" Gantian Nesta yang dibela Sarwani.

"Ya, coba kalau mau kasih, enggak mungkin Yato ambil."

"Tetap saja, Bu. Kelakuan Yato enggak bener." Malah jadi Ningsih dan Sarwani yang debat.

"Makanya, Bapak itu punya duit buat jajanin Yato juga."

Nesta sama Yato, kini yang jadi penonton perdebatan orang tua mereka. Semua gara-gara ekonomi yang sulit. Apa-apa jadi sensitif.

Ningsih masih mendebat Sarwani soal ketidakmampuannya menafkahi keluarga. Sementara, Sarwani yang juga mempertahankan pendapatnya soal dia juga yang sudah bertanggung jawab.

"Pak, ini udah, 'kan?" Yato malah ganggu orang dewasa lagi bahas ekonomi. "Kalau udah Yato mau kerjain PR!" Angkat bokong kabur dia dari tempat kejadian perkara meninggalkan kakaknya.

Untung adik cuma satu, kalau ada banyak bakal Nesta sedekahin dia.

*

Hati masih sedih, gara-gara ramen dimakan adik tersompret. Saking sedihnya, drakor komedi saja sampai tidak bisa menghibur.

Si Kunyuk yang lagi dibatin malah ketuk pintu.

"Kak Nesta ...."

Bodo amat! Mau adiknya ketuk pintu sampai jarinya gepeng, tidak akan dibuka sama Nesta.

"Damai deh, damai." Yato teriak dari luar.

"Kak!" Dia ketuk lagi pintunya. "Enggak bunuh diri gara-gara mie, 'kan?"

Anak bego. Semiskin-miskinnya Nesta masa iya memilih tewas gara-gara mie?

Tag line beritanya bakal paling buruk sepanjang sejarah.

'Gadis muda cantik memilih untuk mengakhiri hidup hanya karena ramyeon dimaling adik.'

Iyuh! Nesta bergidik. Malu tujuh turunan Sarwani nanti.

"Apa!" Berhubung masih marah, pas buka pintu langsung nyolot.

"Galak amat, sih." Yato cengar-cengir.

"Nih!" Dia bawa sesuatu untuk ditunjukkan pada kakaknya.

"Apaan itu?"

Yato garuk kepala. "Maaf, ya, yang tadi."

"Hih, sulit dimaafkan!"

"Mau tanggung jawab, kok." Bungkusan yang tadi dikasih ke Nesta,

Isinya dua bungkus, Indomei.

Yato kasih penjelasan waktu Nesta bingung. "Buat ganti yang tadi."

Tidak kira-kira. Masa mie tiga puluh ribu diganti sama yang tiga ribu.

"Enggak." Nesta kembalikan.

"Lumayan, tahu. Ini aja boleh ngemis ke ibu minta dibeliin mie."

"Ogah!" Nesta kembalikan.

Yato bukannya bujuk, malah main bawa lagi itu mie instant.

"Pakai cabe rawit enak tahu. Lumayan ada telor si Maemun, makin mantap."

Jangan kaget, itu Maemun nama ayam peliharaan bapak mereka. Yato yang kasih nama, soalnya setiap hari itu ayam paling diperhatikan pakan sama kandangnya. Sudah mirip wanita simpanan.

"Eh, anaknya Maemun dimakan, kena marah bapak, loh!" Nesta mengancam. Biar kata cuma telur itu, 'kan, masih keturunan Maemun.

"Minta satu doang, besok juga dia bertelor lagi. Cowok dia, 'kan, banyak."

Ih, kupret benar si adik. Tapi, dia ada benarnya juga. Lagian ayam genit gitu, sikat saja anak-anaknya.

"Ambil dua!" Nesta memerintah. Buru-buru dia kejar Yato dan sambar bungkusan yang tadi.

"Mau?" Yato mengejek dengan sebelah alis terangkat.

Nesta sepak bokong adiknya. "Ambil sana."

"Ih, bawel!" Sempat-sempatnya ngomel sambil jalan.

"Kakak yang masak air buat mie-nya."

"Beres!"

Dan pada malam itu, Yato dan Nesta membuat Maemun kehilangan dua calon anaknya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Yurriansan

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku