Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Suasana rumah sederhana milik salah satu warga kampung Anyelir terlihat ramai. Kediaman bernuansa biru laut itu adalah milik kelurga Pak Baron. Sebuah acara sakral dan penting akan segera digelar di sana. Pesta pernikahan anak gadis pertama mereka.
Sebuah tenda sederhana sudah terpasang rapi di depan rumah, deretan kursi dan meja di mana penuh dengan berbagai jajanan menghiasi setiap sudutnya. Cuaca yang cerah sangat mendukung akan pelaksanaan hal yang suci ini.
Di dalam rumah, keluarga Pak Baron baru saja menyambut tamunya, yaitu mempelai laki-laki beserta keluarga. Laki-laki yang diperkirakan usianya di atas empat puluhan itu menjabat pria di hadapannya.
"Selamat datang, Nak Saka," ucap Pak Baron pada calon menantunya. Atensinya beralih pada seorang laki-laki di samping Saka yang ia ketahui adalah kakak dari Saka.
Memang, menurut pengakuan Saka, Pria itu sudah tidak memiliki orang tua lagi. Hanya ada kakak tunggalnya yang juga menjadi wali nikah. Bagi Pak Baron itu tidak apa, toh umur memang tidak ada yang tahu.
"Selamat datang Nak Aska," sapa Pak Baron pada kakak calon menantunya. Pria dengan tahi lalat di hidung itu menjabat tangan Pak Baron, membalas sapaan.
"Ayo. Kita langsung mulai saja acaranya. Lebih cepat lebih baik, bukan?" ucap perempuan yang tidak lain adalah istri dari Pak Baron—Ibu Mila.
Aska dan Saka saling berpandangan, keduanya saling mengangguk lalu duduk di tempat masing-masing. Saka yang duduk di seberang meja di mana tempat akad akan dilaksanakan, sedangkan Aska duduk di sisi meja sebagai saksi dari pihak Saka.
"Saya panggilkan Nada dulu, ya," ucap Ibu Mila. Perempuan itu berlalu ke salah satu bilik kamar dengan mengajak putri keduanya. Tidak lama, mereka keluar dengan seorang perempuan dengan pakaian kebaya putih berhiaskan bunga melati.
Sosok itu adalah seseorang yang bernama Nada—calon istri Saka. Paras ayu yang dimiliki tampak semakin bersinar dengan polesan make up sederhana sebagai penunjang riasan. Senyum manis yang terpatri membuat semua orang takjub melihatnya.
Rona merah yang menghiasi pipi membuat wajah perempuan itu tampak bersinar. Tidak ada satu pasang mata pun yang melewati pandangan dari sosok pengantin perempuan hari ini.
Bahkan seorang Aska pun juga tidak lepas menelisik wajah calon adik iparnya. Dia mengacungi jempol sang adik Saka yang selalu bisa memilih pendamping berparas cantik dan juga cerdas.
Saka? Jangan tanya. Bahkan pria itu sedari tadi tidak mengalihkan pandangan sedikit pun dari keberadaan calon istrinya. Rasa takjub dan bangga akan pilihannya membuat dia merasa menjadi pria paling cerdas dan beruntung.
"Aku memang tidak salah pilih," ucapnya lirih. Berbagai rencana telah tergambar dalam benak pria itu. Ingin segera menghalalkan sosok perempuan cantik yang dikatakan bunga desa itu.
Nada memang salah satu gadis tercantik di desa ini. Banyak laki-laki yang dengan terang-terangan memperlihatkan ketertarikannya pada perempuan dengan mata hazle itu. Kini, sosoknya sebentar lagi akan menjadi milik orang lain.
Sosok yang dikabarkan memiliki selisih umur delapan tahun dari Nada yang baru menginjak usia dua puluh. Sebenarnya banyak yang menyayangkan. Hanya saja, jodoh tidak ada yang tahu bukan?
Juga jangan tanyakan berapa hati yang sudah patah akibat perempuan itu yang memutuskan menikah.
"Nada cantik, ya," ucap salah satu tamu yang hadir.
"Iya. Orang dasarnya sudah cantik yang mau diapain aja tetep cantik." Semua orang saling berbisik mengagumi perempuan itu.
"Anak-anak Bu Mila memang cantik-cantik." Salah satu tamu lainnya berbisik pada temannya.