Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pelakor Bukan Pelakor

Pelakor Bukan Pelakor

Rizky20

5.0
Komentar
239
Penayangan
5
Bab

Karena ulah ibu tirinya yang gila akan harta, Risma yang masih muda belia dan sekolah. Harus memupuskan impiannya. Dirinya dipaksa menikah dengan pria kaya yang sudah memiliki istri. Namun, kehidupan pria itu pun tidak semulus dan sesempurna yang mereka lihat. Arya adalah pria kaya yang akan menikah dengan Risma, hanya demi memenuhi keinginan ibunya untuk memiliki seorang cucu.

Bab 1 1

Suara adzan subuh berkumandang. Aku bangun dan bergegas masuk ke kamar mandi dan mandi. Selesai mandi tidak lupa mengambil wudhu.

Aku melangkah keluar, dan segera masuk ke kamar. Selesai berpakaian, aku melaksanakan sholat subuh seorang diri di ruang tengah. Aku yang sudah selesai memaksakan sholat subuh, saat aku sedang berdoa, aku mendengar suara derap langkah. Ternyata itu adalah Bapak ku yang baru bangun, detik kemudian ibu tiriku menyusul di belakangnya.

Aku merapikan alat sholat dan menaruhnya di lemari. Aku pun mulai berkutat dengan kegiatan pagi ki sebelum berangkat ke sekolah.

Aku mulai membuka warung, setelah beres membuka warung, aku menyapu halaman, kemudian mencuci pakaian lalu menjamurnya. Tak lupa juga, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.

Setelah berkutat dengan semua pekerjaan di rumah, aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Sebenarnya, aku sudah terlalu lelah untuk pergi ke sekolah, tapi, jika aku tidak pergi ke sekolah itu sama saja aku akan mengecewakan Bapak ku yang bersusah payah menyekolahkanku.

Pukul 06.30 wib. Aku dan adikku bergegas pergi ke sekolah. Jarak rumah ke sekolahku tidak terlalu jauh. Setiap hari aku berjalan kaki ke sekolah bersama adik laki-laki ku.

Rasanya lega sekali, aku bisa keluar dari rumah itu. Setidaknya, aku bisa menghindar sementara waktu dari ibu tiriku yang menyebalkan dan sok lugu di depan bapakku, tapi di belakang bapak kelihatan udah kaya setan.

Di perjalanan tidak ada percakapan sama sekali, mungkin adik laki-laki ku tahu kalau aku sedang tidak bisa diajak bicara, karena suasana hatiku yang sedang tidak karuan.

Tidak terasa, aku dan adikku sampai di sekolahan. Baru saja aku memasuki gerbang sekolah, aku sudah disapa oleh temanku, Ryan.

"Hai Risma!" Sapa Ryan dengan sopan.

Risma Rianti, itulah namaku. Teman-temanku sering memanggil ku Risma atau Isma. Aku dan Ryan berada di kelas yang sama yaitu di kelas XII Penjualan.

"Capek banget kelihatannya," tanyanya.

Adikku Epul langsung masuk. Dia masih kelas VII Mts.

"Hah. Kaya nggak tahu aja kamu, yan. Gimana sibuknya aku sebelum aku berangkat ke sekolah? Kalau aku nggak melakukan itu semuanya, kamu tahu sendiri dia akan ngadu yang nggak-nggak sama bapak," ucapnya berkeluh kesah.

"Yang sabar ya, Ris," jawab Ryan dengan lembut.

Mereka berdua pun masuk ke kelas. Sesampainya di kelas, Risma dan Ryan duduk. Kelas masih tampak sepi, hanya ada beberapa murid yang sudah datang saat itu.

"Yan, nggak terasa ya sebentar lagi kelulusan. Udah nggak sabar aku pengen keluar dari rumah itu," ucapnya dengan kesal.

"Iya ya, nggak terasa udah mau kelulusan aja. Padahal sih, aku maunya kita nggak lulus, biar aku sama-sama terus sama kamu," ucapnya gombal.

"Ish. Kamu aja yang nggak lulus, aku sih mau." Sahutnya jutek.

"Berarti kita nggak akan ketemu lagi dong, aku kan jadinya sedih." Wajah Ryan pura-pura sedih.

"Jelek kamu, wajah melas kaya gitu," seketika Risma terkikik.

Ryan mendongak melihat Risma yang tertawa, Ryan merasa sangat senang jika sahabatnya itu tersenyum.

"Nah, gitu dong. Jangan cemberut terus, kalau ketawa kan kamu kelihatan cantik." Ucapnya jujur.

"Pagi-pagi udah ngegombal, bikin aku gerah aja," Risma menghela nafas jengah.

*******

Para murid sudah masuk semuanya, hari ini adalah hari rabu, pelajaran di jam pertama adalah pelajaran Olahraga. Risma yang sudah memakai baju olahraga dari rumah, tidak repot-repot untuk berganti pakaian.

Saat masuk ke lapangan, terdengar sorak sorai dari luar lapangan. Ternyata itu adalah Maya and the geng. Mereka adalah fans nya Ryan dan teman-temannya. Memang tidak dapat dipungkiri, Ryan dan tiga temannya itu mempunyai tampang badboy.

"Ryan, fans kamu tuh?" Kata Risma sambil sedikit menyikut lengan Ryan yang berdiri di sampingnya.

"Kenapa? Cemburu ya?" Goda Ryan.

"Ish. Nggak ada ya, dalam kamus hidup aku cemburu," jawabnya.

"Kalau aku yang cemburu gimana?" Kata Ryan.

"Itu sih hak kamu, mau cemburu apa nggak. Lagian nggak ada yang larang kok," balasnya lugas.

Ryan tersenyum penuh arti saat Risma mengatakan seperti itu. Ryan memang sudah lama menyukai Risma.

Pelajaran olahraga telah selesai, sebelum masuk ke kelas, mereka ganti baju terlebih dahulu dengan seragam di kamar mandi. Mereka pun melanjutkan pelajaran kedua yaitu tentang pemasaran yang diajarkan oleh Bu Fransisca/ eka.

Para murid mendengarkan dengan antusias, penjelasan tentang pemasaran. Tak terasa bel istirahat berbunyi.

Seperti biasa,Risma hanya istirahat di kelasnya. Dia membawa bekal makan siangnya dan makan sendirian.

Entah Apa yang terjadi, tiba-tiba Ryan datang ke meja Risma yang sedang menyantap bekal makan siangnya.

"Ris, ke kantin yuk?" Melihat Ryan datang, Risma segera menutup tempat makannya.

"Ah. Nggak ah yan. Aku mau di kelas aja," tolaknya halus.

"Kamu bawa bekal? Aku minta dong?" Tiba-tiba Ryan langsung merebut kotak makan siang Risma.

Saat di buka, Ryan merasa sangat miris dengan kehidupan temannya ini. Hanya berbekal nasi putih dan telur dadar saja. Detik Kemudian, Risma merebut kotak makannya kembali, tapi dengan cepat Ryan menyembunyikannya di belakang bajunya.

"Ryan, kasih ke aku nggak. Aku lapar tahu," Risma berusaha merebut kotak makan siangnya.

"Nggak. Ini kan sudah ada di tangan aku, berarti ini milik aku lah," Ryan terus menghindar dari Risma agar kotak makan risma tidak diambilnya kembali.

"Ish. Nyebelin banget sih kamu. Biasanya Juga kamu ke kantin, udah kaya orang kere aja, minta-minta makanan orang," Risma terduduk dengan raut wajah kesal.

Ryan ikut duduk di sebelah Risma. Lalu, dia membuka kotak makan siang Risma dan memakannya.

"Eemmm. Ini enak banget. Ini kamu yang masak, Ris?" Tanya Ryan masih melahap makanan Risma.

"Hm!"

Risma yang dari tadi membuang muka, berbalik melihat Ryan. Matanya terbelalak lebar melihat Ryan memakan bekal makan siang Risma dengan lahapnya. Bahkan Ryan menghabiskan makanan itu tanpa sisa.

"Ryan? Itu kan makanan aku. Kenapa kamu habisin," lirihnya.

"Habis masakan kamu enak. Aku baru ngerasain kaya gini," ucapnya jujur.

Ryan, yang hidupnya terbilang mewah. Tidak pernah merasakan makanan sederhana seperti yang Risma makan. Padahal itu hanya telur dadar dan nasi putih saja, tapi bagi Ryan itu adalah makanan ternikmat yang baru dia rasain.

"Udahlah. Nggak mungkin juga aku suruh kamu muntahin makan itu lagi," ucapnya kesal.

Risma tidak berani meminta ganti, meskipun mereka dekat, tapi ada batasan yang harus dijaga.

Ryan yang sudah selesai makan, beranjak dari duduknya dan mengajak Risma ikut dengannya.

"Ikut yuk?" Ajaknya.

"Kemana?" Jawabnya kesal.

"Udah ikut aja," Ryan menggenggam tangan Risma dan mengajaknya keluar.

Tanpa mereka sadari, Ryan yang menggenggam tangan Risma menjadi pusat perhatian bagi siswa lain. Apalagi saat itu Maya and the genk sedang duduk di taman sekolah, tidak sengaja melihat Ryan bergandengan tangan dengan Risma membuatnya geram.

"Ryan sama Risma itu, kayaknya lebih dari hubungan teman deh," ucap salah satu siswa.

"Semoga aja mereka nggak ada hubungan apa-apa. Bisa potek nih hati aku," sahut siswa yang lainnya.

"Ngapain sih kalian ngurusin urusan mereka, mereka mau jadian apa nggak nya itu kan urusan mereka," sahutnya kembali.

Maya yang mendengar tiga siswa perempuan yang sedang ngomongin Ryan dan Risma, geram. Tatapannya nyalang melihat ke arah Ryan dan Risma yang sedang berjalan ke arah kantin.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku