Di balik semua kejahatan Bryan, inilah yang orang-orang tidak tahu. Bahwa Kay tak seremeh itu bagi Bryan. Kay selalu berusaha resign dari kantor milik Bryan, tetapi ia tak mengizinkan dan mengancamnya dengan ancaman tidak wajar. Ditambah doktrin ibunya kalau Kay harus ikut bersamanya untuk melayani keluarga Ferdinand. Tentu Kay tidak terima, tetapi situasinya terjepit di dalam kurungan Bryan si rubah licik. Namun, Bryan bahkan tak melepas Key meski ia sudah menikah dengan Ammy. Ditambah keinginan Bryan untuk menikahinya secara siri. Lalu, sebenarnya seberapa berharga Kay bagi Ferdinan? Atau apakah Kay tak bernilai apa-apa seperti perlakuan Bryan padanya?
Seberapa banyak Key berusaha untuk memuaskan Bryan dalam kinerjanya, ia selalu dianggap sebagai orang yang tidak bisa apa-apa, selalu dimarahi dengan berbagai alasan. Ia tau kekurangannya karenaia sering lupa akan suatu hal, tapi ia memang sudah seperti itu, daya ingatnya lemah. Bryan selalu menuntut bahwa ia harus bisa melakukan banyak hal, padahal ia punya pekerjaan sendiri di devisinya.
"Key, bikinin kopi!"
Key hanya mengangguk, lalu membungkuk sebelum pergi keluar ruangan si bos besar tukang suruh. Ia sudah seperti Office Girl sekarang.
Kuliah capek-capek sampe S1, hasilnya jadi Babu sang CEO yang suka membully orang. Dunia memang tidak adil bukan, faktanya ada orang minus moral jadi Raja di suatu instansi. Oke memang Kay terlalu naif, harusnya ia tau bahwa dunia sudah tidak adil sejak ia lahir.
Bayangkan saja, ia lahir dari pembantu dan sopir setia keluarga Ferdinan atau keluarga Bryan. Itu tidak masalah bagi Kay, tapi yang jadi masalah adalah ia terseret dan terjebak menjadi budak selamanya. Apalagi kedua orang tuanya juga memaksanya untuk menerima fakta mengerikan itu, sekarang Bryan tampak sekali sengaja membuatnya kesulitan di kantor.
Sungguh ia tak pernah mendaftar di perusahaan Ferdinan Corp ini, sebab spesifikasinya tidak mumpuni dan ia menyadari itu sejak awal. Ferdinan Corp. memiliki spesifikasi karyawan yang tinggi. Itu berkaitan dengan lulusan mana ia berasal, yakni harus lulusan dari luar negeri dan universitas ternama dunia, sehingga tak semua lulusan luar negeri lolos di sana. Ada juga yang harus lulus S2-S3 dalam jabatan tinggi, plus berpengalaman minimal 5 tahun. So, itu bagian dari pengujian loyalitas dan skill dalam bidang yang dibidik.
Tentu Key mundur sebelum sebelum sisi hatinya berminat mendaftar di perusahaan elit itu. Ia sudah ikhlas kok tidak masuk kantor itu. Namun, siapa yang menyangka kalau ia dapat surat penerimaan karyawan di kala ia tak mendaftar atau sekedar iseng mengisi formulir di akun web milik Ferdinan Corp.
Namun entah ini keberuntungan atau kesialan, Bryan mempengaruhi ibunya untuk mendaftarkan Kay di perusahaan itu dengan iming-iming gaji besar tiap bulan. Rubah licik bermata amber itu memang senang membuat orang terjebak. Apalagi ketika ia sudah tak bisa berkutik dengan surat penerimaan karyawan, Bryan baru mengaku bahwa ia sengaja melakukan itu agar bisa memanfaatkannya untuk menjadi budak di kantor.
Saat Kay sampai di dalam ruangan Bryan lagi, ia melihat Bryan sedang marah-marah kepada dua orang karyawan dari devisi keuangan. Ia terlihat sangat kesal dengan wajah memerah padam.
"Kalian kalau gak niat kerja silahkan keluar dari sini! Saya gak gaji kalian buat laporan sampah kaya gini, ngerti?!"
Hati-hati Kay meletakan gelas itu di atas sisi kosong meja Bryan, lalu mundur untuk memberi ruang. Namun, Bryan segera mengusir dua karyawan itu lalu beralih padanya.
"Kalian berdua harus selesein ini dalam waktu setengah hari, jam 9 sudah harus sampai email saya. Kalau enggak, silahkan tulis surat reisgn."
Dua karyawan devisi keuangan itu segera mengangguk dan mundur pamit, sebelum keluar mereka memungut kertas-kertas yang berserakan di lantai. Melihat itu Kay prihatin, tetapi ia tersentak ketika Bryan memanggilnya.
"Kay!"
Kay segera menoleh dan mendekat, "Iya, Pak, ada yang bisa saya bantu?"
Bryan menatapnya dengan tajam seperti Vampir haus darah, pasalnya matanya memang berwarna unik, yakni Amber. Mirip sekali dengan mata Vampir di film Twilight. Namun, Bryan tidak menggunakan lensa kontak, itu warna asli dari ibunya yang merupakan keturanan dari Amerika bagian Utara. Mungkin orang-orang akan menganggap akau itu lensa kontak, tapi Kay yang sudah melihat Bryan dari kecil, tahu betul kalau itu warna mata asli.
"Pijitin kepala saya," ujarnya lalu mengendurkan dasinya yang terasa sesak.
Kay tak berkata apa-apa lagi, ia berjalan ke belakang kursi Bryan, lalu memijit sisi kanan dan kiri kepalanya dengan sabar. Ketika di dekat Bryan, orang akan menemui bau parfum mahal yang tahan seharian bahkan ketika sudah berkeringat banyak. Namun, Bryan tipe orang yang setia dalam memakai produk apapun. Kalau ia sudah suka dengan kualitasnya, ia tak akan pernah ganti.
Seperti halnya parfum itu, dulu ketika ia masih SMA, ia menyeret Kay ke mall untuk membantunya memilih parfum. Anehnya Bryan memilih parfum menurut pilihannya, padahal yang memakai itu Bryan bukan Kay. Alasannya sederhana, biasanya parfum jika kita yang memakai tidak terlalu terlihat baunya, tapi ia ingin survey agar orang tidak terganggu dengan bau parfumnya.
Kadang memang ada beberapa bau parfum yang menyengat, sudah begitu si pemakai mengaplikasikannya dengan jumlah yang banyak.
Bau parfum yang dipakai Bryan itu tidak mencolok tapi memiliki bau yang segar, Kay nyaman ketika menghirup bau itu. Andai si pemakai bukan rubah licik macam Bryan, ia pasti sudah menikmati bau parfum itu dengan senang hati. Anehnya lagi, Bryan tidak ganti meski banyak parfum yang baunya lebih enak dari miliknya sejak SMA itu, tentu harganya lebih mahal. Sebab, parfum yang kini masih setia ia pakai hanya seharga Rp 500.000, tidak mencerminkan CEO-CEO rich yang 1 Miliar saja sangat ringan baginya.
Meski Bryan sangat jahil padanya, ia punya satu sifat yang membuat Kay kagum dengan posisinya sebagai CEO kaya di tengah zaman flexing ini. Ia tak pernah menggunakan hartanya untuk pamer dan membeli barang branded. Kalaupun harus membeli barang ahal, itu hanya sebatas formalitas bisnis, kadang barang itu hanya dipakai sewaktu-waktu, setelah bosan dibuang.
Jam tangan yang ia pakai juga pemberian ibunya tiga tahun lalu, jas-jasnya juga ibunya yang membelikan karena Bryan selalu gagal memenuhi standar berpakaian kaum ningrat. Ia pernah sekali membeli pakaiannya sendiri dengan harga standar meski kualitasnya bagus. Namun, Prisilla tidak setuju dan memarahinya, esok harinya selusin setelan jas kantor sampai di rumah dan wanita itu menghabiskan uang lebih dari 1,5 Miliar hanya untuk jas. Sepatu dan barang lain, tidak tau berapa harganya.
Setelah itu, Prisilla tak tanggung-tanggung memperlakukan Bryan seperti bocah SD yang harus dibelikan apa-apa dalam berpakaian, sebab ia tidak kompeten dalam memilih barang-barang branded yang sesuai posisinya sekarang. Bisa jadi Bryan dikritik masyarakat dengan penampilannya yang sederhana, dikatakan pelit dan lain-lain. Padahal kalau mengikuti standar orang lain, semua tak akan selesai. Bryan sendiri memiliki gaya hidup yang sederhana, kalau ada barang dengan harga lebih murah tetapi fungsinya sama, mengapa harus pakai yang mahal.
Sampai-sampai ketika ia memakai sendal jepit milik Satpam, ia langsung dimarahi oleh Prisilla, padahal Bryan merasa lebih nyaman pakai barang murah. Sebenarnya Bryan ingin melawan, tapi ia terlalu malas ribut hanya karena sendal jepit. Alhasil ia tak lagi mempermasalahkan apapun yang ibunya suruh untuk ia pakai.
"Sudah belum, Pak?" tanya Kay setelah setengah jam memijat.
Bukannya menjawab Bryan malah mendengkur, tidak keras sih tapi masih terdegar. Key menghela napas melihat itu, ia mengambil selimut di sofa ruangan itu dan menyampirkannya di bahu lebar Bryan yang tertidur pulas di kursi kebesarannya.
Saat Key keluar ruangan dengan hatichati, ia segera mengisyaratkan Fendi dan Mia--sekretaris Bryan, untuk diam karena bos mereka tengah tidur.
"Bener-bener kek pawangnya Pak CEO lo, Kak," ujar Fendi bercanda pada Key.
Key hanya memutar bola mata, "You know, gue terpaksa."
Fendi dan Mia terkekeh, mereka sudah akrab dengan Key, si babu pribadinya bos besar. Meski posisi keduanya lebih tinggi dati Key, tapi kemampuan Key menenangkan Bryan membuat keduanya secara alami juga menghormatinya, tidak seperti karyawan lain yang ikut menindasnya.
"Ya udah, gue cabut dulu. Biarin dia tidur sampe puas, kalo enggak bisa digantung kepala kalian."
Fendi dan Mia mengangguk paham, "Siap Kak, gak berani kami," ujar Mia.
Key tersenyum lesu, sebelum pergi meninggalkan kawasan ruangan CEO yang berbeda 5 lantai di atas ruang devisi humas. Ruangan utamanya yang mana ia akan kena damprat gara-gara belum menyelesaikan tugasnya, sementara ia melayani bos besar yang manja bin licik itu.
•••
Sampai di ruang devisi humas, Bu Tami sudah metenteng di depan kubikelnya dan menyambutnya dengan tatapan murka.
"Mau makan gaji buta, kamu?!"
Key menggeleng sambil menunduk, Bu Tami memang tak jauh beda dari Bryan, ia ibu dua anak tetapi staminanya dalam mengomeli orang sangat luar biasa.
"Nih, urus semua, harus selesai sebelum jam 7 pagi, ngerti?!"
Key mengangguk lagi, ia tak bisa menggunakan alasan diperintah Bryan. Sebab ia sudah pernahd an Bu Tami tak perduli, pokoknya ia slah dan tak memiliki ruang untuk membela diri. Intinya kini ia harus menyelesaikan semua tugas itu, tak perduli sampai kapan ia harus melakukan itu.