Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Bismillahirrahmanirrahim
***
Hari ini, di bawah awan kelabu dan tetesan kecil air hujan, harapan seorang ayah pupus untuk melihat anak gadisnya memakai baju pernikahan.
Hari ini, harapan seorang ayah pupus untuk melihat anak gadisnya menikah sebelum dirinya meninggal.
Pakaian putih yang membungkus tubuh sang putri bukan gaun pengantin, melainkan kain kafan.
Rumah yang menjadi tempatnya untuk mengabdi sebagai seorang istri bukan rumah suaminya, melainkan kuburan.
Sang ayah bukan mengantar sang putri ke rumah mertuanya, melainkan ke liang lahat.
Tidak ada jadwal pulang atau berlibur, dia sudah benar-benar pergi. Tidak akan pernah kembali.
Padahal ia selalu berharap putri-putrinya yang akan mengantarnya ke peristirahatan terakhir, bukan sebaliknya.
Padahal ia selalu berharap akan melihat dua putrinya menikah sebelum ajal menjemput, memakai baju pengantin impian. Merayakan momen bahagia bersama-sama dengan penuh suka cita dan tawa air mata. Tapi sekarang salah satu dari mereka harus menghadap sang pencipta.
Sangat disayangkan, sang putri telah meninggalkannya duluan.
Mungkin ia akan ikhlas jika kematian sang putri atas kehendak Tuhan. Tapi yang terjadi malah kehendak seorang manusia. Sang putri meninggal secara tidak wajar.
Bagaimana bisa putri yang ia rawat selama bertahun-tahun harus merenggang nyawa secara tak adil akibat ulah orang lain?
Ditatapnya batu nisan bertuliskan 'Alisa' bersamaan dengan titik-titik air yang hinggap di permukaan, menemani proses pemakaman.
Ardi berharap orang yang sudah membunuh putrinya hingga tewas harus mendapatkan hukuman sesuai dengan hukum yang ada.
"Papa ...."
Putri yang kini tinggal seorang memeluk bahu sang ayah, memberikan kekuatan. "Papa ikhlas, ya."
"Alisa belum bisa tenang kalau pelakunya belum dihukum," lirih sang papa masih dengan tatapan datar. Kehilangan anak adalah mimpi buruk bagi para orang tua.
Aina tidak menjawab lagi.
"Harusnya lusa kamu menikah, Nak. Harusnya lusa bahagia kita. Tapi kita nggak mungkin gelar pernikahan di kondisi seperti sekarang. Kamu gagal pakai baju pengantin, Alisa juga nggak akan pernah pakai baju pengantin. Padahal sebentar lagi dia lulus kuliah."
Mata Aina berkaca-kaca. Ia tahu betul keinginan sang papa sejak dua putrinya masih kecil.
Melihat Aina dan Alisa pakai baju pengantin.
Keinginannya sangat sederhana, sebagai bukti bahwa ia ingin diberikan umur panjang hingga dua putrinya menikah.
***