Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
I'm An Antagonist Girl

I'm An Antagonist Girl

Losca

5.0
Komentar
362
Penayangan
5
Bab

Dibanding mencoba untuk memperbaiki alur cerita yang bisa membuatnya selamat dengan cara baik-baik, Rani lebih suka disalah pahami dan dijauhi. Dia memilih endingnya dengan caranya sendiri. Dia membiarkan Aylin Oksana Arsad. Cewek yang tubuhnya dia masuki karena suatu hal mendapatkan image terburuk dari yang terburuk. Sikapnya yang acuh tak acuh membuatnya semakin difitnah dan dimaki-maki banyak orang. Apalagi dengan tingkahnya yang gila dan juga tidak masuk akal. Aylin adalah kriminal berbahaya. Itu adalah label yang tersemat dalam dirinya. Tetapi Rani yang sekarang adalah Aylin mau tak mau harus ikut terbawa arus dan menunjukkan dirinya yang sejati karena Arkala Narendra Dirgama mendapatkannya atas dasar taruhan dengan tunangannya sendiri yaitu Axiel Davidson Putra. ©Losca

Bab 1 Terlahir kembali

"Rani, sayang. Kamu ngga mau gitu ketemu sama temen kamu? Mereka dateng ke sini nyariin kamu, loh. Mereka mau ngajak kamu jalan-jalan."

Ranika yang bersembunyi dibalik selimut tebal berwarna putihnya mengeluarkan kepalanya saat namanya dipanggil dari luar. Sang ibu, Raya, yang melihat lingkaran hitam dibawah mata putri kesayangannya meringis pelan. "Kamu ngga tidur lagi?" tegurnya cemas. "Kamu udah dua hari loh ngga tidur, Ran. Kamu ngga papa? Kita ke dokter aja, yuk?! Kita cek keadaan kamu. Udah lama loh, kamu ngga ke dokter Erna," ajak Raya khawatir.

Ranika menggeleng. "Sebentar, mom. Aku harus melihat detik-detik ceritaku dibaca lima puluh juta pembaca!" sahutnya serius. "Mom katakan saja pada mereka untuk menunggu."

"Ranika...."

"Mom! Ini adalah momen yang menegangkan. Jadi, tolong jangan ganggu aku dulu," tukasnya memotong. "Segera, setelah aku mendapatkan angka itu aku akan berlari ke mereka lalu tidur. Aku berjanji, Mom."

Raya menatapnya dengan pandangan khawatir. Ranika sendiri kembali menutup selimutnya dan fokus memperhatikan layar laptopnya sembari terus berulang kali merefresh profil akunnya agar angka pembaca itu segera terlihat.

Raya menutup pintu kamar anaknya dengan mimik wajah sedih. "Ranika tidak bisa seperti ini terus. Dia harus keluar dan bersosialisasi dengan temannya." Raya menuruni tangga dan melihat sekitar tiga teman Ranika sedang menunggu dengan penuh harap.

"Gimana, Tan? Dia mau keluar 'kan? Kita pengen banget main sama dia?" tanya salah satu temannya dengan wajah menanti.

Raya menggeleng lemah dan membuat ketiga temannya menunduk sedih. Padahal mereka sangat ingin pergi dengan Ranika. Sudah lebih dari satu minggu gadis itu tidak keluar dari kamarnya dan hanya mengurung diri di rumah. Dia tidak sekolah dan meminta ibunya mengirimkan surat izin sakit pada sekolah hanya untuk menulis. Mereka cemas akan kesehatan Ranika. Dia sudah melakukan ini berulang kali.

"I DID IT! OMG! OMG! MOMMY! I DID IT! IT'S FU*KING CRAZY! FINALLY I DID IT!"

Mereka menoleh menatap seseorang yang berteriak di lantai atas. Oh, siapa lagi jika itu bukan oknum yang dibicarakan sejak tadi. Ranika, gadis itu sedang membawa laptop dengan posisi terbuka ditangannya. Dia pun tampak tergesa-gesa menuruni tangga.

"MOMMY! RANI DAPET MOM! SELLA! ARA! TASYA! GUE DAPET LIMA PULUH JUTA PEMBACA WOY! AKHIRNYA! GILA NGGA TUH!" teriak Ranika kegirangan. "Perjuangan gue ngga sia-sia, guys! Akhirnya gue dapet lima puluh juta!"

Raya dan ketiga temannya ikut tersenyum bangga. Perjuangan gadis itu akhirnya membuahkan hasil. Ranika semakin mempercepat larinya di anak tangga guna mendekati mereka namun nahas, kakinya terpeleset dan membuat tubuhnya terjungkal jatuh menuruni tangga dengan posisi berguling.

"RANIKA!" teriak mereka berempat bersamaan.

Ranika tergeletak setelah beberapa kali berputar dan teratuk bagian tangga yang keras. Dia meringis ketika merasakan seluruh tubuhnya merasakan sakit. Ranika mendengar teriakan panik dari orang-orang disekelilingnya. Kepalanya berdenyut sakit dan gadis itu bisa merasakan ada genangan air kental berwarna merah dan amis yang menyelimuti tubuhnya. Gadis itu meringis menahan sakit dan memejamkan matanya. Kegelapan menyelimuti seluruh dunianya.

Byurr

"Bangun lo cewek males! Heh! Bangun!" teriak seseorang sambil menendang-nendang ranjang yang ditempati gadis itu. "Aylin, bangun! Lo denger ngga sih, setan? Bangun, woy! Ini tuh udah siang, anjir!"

Ranika mengernyit ketika merasakan kepalanya berdenyut sakit dan tubuhnya menggigil kedinginan. Apa lagi-lagi pelayan membuka jendela kamar tanpa seizinnya? Gadis itu mengejapkan matanya dan meringis pelan ketika rasa dingin yang menusuk menyentuh kulit tubuhnya. "Sekarang siapa lagi yang berani buka jendela di kamar gue, pagi-pagi begini, hah?!" bentaknya kesal.

Dia mengedipkan matanya menatap seorang pemuda yang juga melihatnya.

"AKHHHHH! SIAPA LO? LO SIAPA HAH? BERANINYA MASUK KE KAMAR GUE!" Ranika memukuli pemuda itu dengan bantal dan melirik ke pakaiannya karena merasa aneh. "HEH! LO GILA YA? BERANINYA LO SIRAM GUE PAKE AIR! LO MAU MATI HAH? MATI LO! MATI!" umpatnya histeris.

"HEH! SETAN! GUE ABANG LO YA! GILA YA LO! NGAPAIN LO PUKUL GUE! AKH! PA! PAPAP! AYLIN GILA, PA! DIA MAKIN GILAAA!"

"Aylin?" Gadis itu berhenti memukul pemuda itu dan mengernyit. "Nggak usah alesan! Lo ngapain siram gue pake air, hah?" sentaknya galak. "GUE BUKAN AYLIN! AYLIN ITU SIAPA? JANGAN NGARANG LO, YA! DASAR COWOK GILA! COWOK MESUM, COWOK SINTING!" teriak Rani berulang kali memakai sambil memukuli pemuda itu lagi.

Darren terkejut. "Dek, ngga mungkin 'kan lo hilang ingatan cuma karena gue pukul pake sendok? Sumpah, ngga lucu banget!" ujarnya sambil menangkap bantal yang dipukulkan padanya. "Aylin, yang serius anjir. Gue kakak lo satu-satunya. Masa lo ngga inget sih, Lim? Gue Darren! Darren Wiseno Arsad. Cowok paling ganteng sedunia!"

Rani menatapnya aneh. Kakak? Dia hanya punya kakak perempuan dan bukannya kakak laki-laki. Lagian kenapa juga dia memanggilnya Aylin? Dia ini Ranika! RANIKA!

"Lo ngga usah ngarang. Lo ngapain di kamar gue?" tukasnya tajam.

"Ya bangunin lo sekolah, lah. Ini udah mau jam tujuh. Axiel juga udah nungguin dibawah. Lo dijemput sama tunangan lo, bego!"

Rani mengernyit bingung. "Tunangan?" beonya bingung. "Sejak kapan gue punya tunangan? Lagian, Axiel siapa? Gue ngga punya kenalan Axiel."

"Dek, sumpah, ini udah ngga lucu lagi. Jangan bercanda, deh!" ujar Darren jengkel.

"Gue juga lagi ngga bercanda. Emang Aylin siapa? Axiel siapa? Darren juga siapa? Kalian siapa?" ulang Rani serius.

Darren melihat adiknya yang tampak sangat serius. Wajahnya seketika berubah. Darren membuang bantal yang tadi dia tahan dan berlari keluar. "PA! PA! GAWAT! MASALAH BESAR! ADA MASALAH BESAR! PAPA!"

Rani menatap pemuda itu dengan aneh. Dia menoleh dan melebarkan matanya ketika melihat tampilan wajah seorang gadis asing di kaca. Rambut hitam legam dan mata berwarna cokelat madu. Dia menatap Darren yang juga mengawasinya dari pintu. "WHAT THE DUCK IS THIS?"

Rani mendorong pemuda itu keluar dari kamar dan menguncinya dari dalam. Apa-apaan ini? Matanya seketika berotasi menatap lingkungan sekelilingnya dan membekap mulutnya ketika sadar ini bukanlah kamarnya. Interiornya sangat berbeda dengan miliknya.

Jika kamarnya dulu mirip seperti rumah hantu karena ada banyaknya papan penanda dan juga gambar-gambar aneh sementara kamar ini tampak elegan dan juga anggun dengan portrait klasik yang sangat bukan gayanya.

Warna cream pastel yang dipilihnya juga meja aksesoris yang tampak penuh membuat Rani membekap mulutnya syok.

"Ini kenapa?" ujarnya bingung. Rani melangkah menuju kaca yang menampilkan seluruh tubuhnya dan mendelik. "Itu gue? Kok bisa berubah? Gue oplas sampe berapa ratus juta, anjir?!" ulangnya bingung.

Rani melangkah bolak-balik sembari mengigiti kukunya dan sesekali mengetuk-etuk keningnya. "Tunggu." Rani memiringkan kepalanya. "Dia bilang gue Aylin 'kan? Tunggu? Oh shit! Aylin? Sialan, Aylin si cewek sampah yang diciptain salah satu followers gue itu? Yang authornya gue maki karena ceritanya jelek banget?" Rani menggeleng. "Ah, ngga mungkin. Ngga mungkin dia. Lagian gimana mungkin gue bisa di sini? Ngga mungkin banget."

Rani menampar pipinya sendiri dan meringis sakit.

Nyata! Rasa sakitnya sungguh benar-benar nyata. Ya ampun, apa ini? Dia masuk dalam novel gitu? Gilaa!

Rani menampar pipinya sekali lagi dan rasa pedih dan panas yang luar biasa seketika beradu. "Sial, sakit banget. Mommy, tolong Rani!" teriaknya histeris.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku