Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Red Dwarf Star

Red Dwarf Star

alielaa

5.0
Komentar
Penayangan
9
Bab

Setahun setelah Salsa memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingginya di New Zeland, saat itulah kehidupannya mulai banyak berubah. Hidup jauh dari keluarga membuat Salsa bebas melakukan apapun yang ia mau. Bergaul tanpa mengenal batasan. Hingga akhirnya, tepat di bulan Ramadhan ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Kepulangannya kali ini adalah awal mula pertemuannya dengan seorang laki-laki bernama Detrian Mahendra yang mengidap komplikasi penyakit di tubuhnya. Seorang laki-laki religius dan merupakan anak santri kesayangan Abi Salsa. Salsa yang sejak dulu tidak ingin memulai hubungan dengan laki-laki mana pun itu kini seolah takluk dengan kesolehan Detrian Mahendra. Namun, apakah penyakit yang diderita Detrian akan membuat Salsa mengubur perasaannya itu? Temukan jawabannya dalam cerita red dwarf star Cover by. pexels

Bab 1 Sahur Pertama

Salsa menguap dan menutup rapat mulutnya dengan kedua tangannya saat seorang wanita paruh baya yang sering ia panggil dengan Umi membangunkannya untuk sahur bersama.

Sudah menjadi tradisi di awal ramadhan untuk melakukan sahur bersama di keluarga Salsa.

Salsa bergumam pelan saat Uminya terus menggoyang-goyang badannya agar cepat bangun. Namun, ia membalikan tubuhnya dan memeluk guling dengan erat.

"Salsa, ayo bangun! Yang lain udah pada nunggu. Nanti keburu subuh dulu loh," tegur Umi sambil terus berusaha membangunkan anak keduanya itu.

"Hmm 5 menit lagi, Mi. Ngantuk banget," gumam Salsa yang masih setia dengan posisinya.

"Makanya jangan begadang terus. Libur dulu ahh ngedrakornya!" peringat Umi kepada Salsa. Geram dengan kelakuan anaknya yang senang sekali nonton drama korea hingga larut malam.

Salsa tidak menggubris ucapan Uminya. Ia malah mendengkur dengar keras sambil menutup telinganya dengan guling.

"Umi tunggu di ruang makan, ya. Jangan sampe ngga bangun. Ini puasa pertama, Sal. Jangan males-malesan gitu ahh," tegur Umi sambil mengusap rambut Salsa pelan.

Ketika Umi sudah keluar dari kamar Salsa, barulah Salsa bangun dan duduk di tepi ranjang. Mengerjapkan matanya berkali-kali sambil mengumpulkan kesadarannya.

Ahh malas sekali harus bangun di jam sekarang, pikirnya. Biaasnya juga ia akan bangun pukul 05.30 pagi. Itu pun karena Uminya terus memaksa Salsa untuk bangun dan menunaikan solat subuh. kalau saja ia tidak punya Umi yang cerewet seperti itu, tentu saja Salsa akan terbuai dan kembali ke alam mimpi.

Salsa melangkah ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu ia bergegas menuju ruang makan dan bergabung bersama keluarganya.

"Wah anak Abi udah bangun," seru abi Salsa sambil tersenyum.

Sebenarnya terdapat nada ejekan dari ucapan Abinya tadi. Bagaimana tidak, anak perempuan itu umumnya akan sibuk membantu Uminya masak di dapur dan menyiapkan untuk sahur.

Salsa yang mendengar ucapan abinya hanya membalas senyum tanpa berkata apa-apa. Ia masih berusaha menormalkan dirinya. Rasa kantuk itu tidak juga hilang meskipun ia sudah mencuci muka.

Bang Farhan menarik hidung mancung Salsa pelan. Membuat si empunya terkejut dan berteriak.

"Ih abang, sakit tau! Bikin kaget aja," ketus Salsa yang mengusap hidungnya sendiri.

"Lagian merem terus. Masih kurang tidurnya?" ejek Farhan gemas melihat ekspresi adiknya.

"Masihlah, bang. Salsa tidur jam 2 tadi," protes Salsa sambil meletakkan kepalanya di atas meja makan.

"Ya ampun, Sal sampe segitunya kamu nonton oppa-oppa itu. Emang apa manfaatnya coba?" tanya bang Farhan.

"Ya adalah, bang. Abang gak tau aja sih ceritanya gimana. Pokoknya kereen bangeett," tutur Salsa dengan suara seraknya.

Farhan tidak melanjutkan perkataanya. Adiknya ini memang keras kepala jika sudah berhubungan dengan film kesayangannya. Sudah diperingatkan beberapa kali tapi Salsa tetap saja menontonnya bahkan sampai subuh.

"Sal, capcainya abang makan semua, ya. Kamu tidur terus sih," goda Farhan agar adiknya ini mau bangun.

Salsa memang sangat suka sekali dengan capcai. Jika sudah mendengar menu favoritnya, rasa kantuk seketika menghilang.

"Eh enak aja. Gak gak boleh!" ketus Salsa yang dengan spontan meraih piring berisi capcai.

Abi dan umi tersenyum melihat kelakuan kedua anaknya. Meskipun Farhan sudah berusia 26 tahun, tapi jika sudah menjaili Salsa, maka ia akan menjelma menjadi anak remaja kembali.

Farhan dan Salsa memiliki selisih usia 8 tahun. Farhan pikir, ia akan menjadi satu-satunya anak di keluarga pak Burhan. Tapi, ternyata Tuhan menghadiahkan satu malaikat lagi bagi keluarganya yang sangat cantik.

Farhan tidak pernah marah kepada Salsa. Apalagi saat dia tau jika Salsa memiliki penyakit magh, dia menjadi lebih over protective terhadap kesehatan dan pola makan Salsa.

Salsa yang diperlakukan seperti ini oleh abangnya kadang merasa tidak nyaman.

Salsa memiliki sifat yang kurang memperhatikan kesehatan tubuhnya. Asal senang dengan sesuatu, maka ia tidak memikirkan apapun.

Gadis berusaha 18 tahun yang kini sudah memasuki semester 3 perkuliahan itu merasa masih diperlakukan seperti anak kecil di keluarganya. Apalagi oleh abangnya.

"Ayo makan! Nanti malah subuh dulu," tegur Abi saat Salsa dan Farhan tidak kunjung menyudahi aksi rebutan capcai.

Mendengar Abinya berkata demikian, Salsa dan Farhan menghentikan kegiatannya. Jika sudah Abi yang berbicara, maka tidak ada satupun yang berani membantah. Bahkan, si keras kepala, Salsa.

Mereka makan dengan penuh haru. Sesekali diselingi dengan candaan dan nasihat dari abi. Hingga ada satu pertanyaan yang membuat batin Salsa terusik.

"Kapan Salsa akan berhijab seperti Umi?" tanya Abi dengan tatapan penuh harap.

Selama ini, mesikpun keluarga mereka terbilang islami, namun sampai sekarang Salsa belum juga menggunakan hijab. Ia masih terbawa dengan pergaulan teman-temannya yang jauh dari ajaran islam. Sejak kecil, Salsa memang sudah ikut dengan omanya di New Zeland, Salsa sudah cukup terbiasa dengan kehidupan bebasnya di sana.

Salsa tinggal bersama omanya ketika ia berusia 7 tahun. Dulu, oma memang ingin sekali mengurus Salsa. Tapi, Umi sebagai anaknya baru bisa melepaskan Salsa ketika Salsa berumur 7 tahun. Itupun dengan perasaan yang berat sekali.

Mengingat kehidupan di sana tidak terkontrol dengan nilai-nilai islam. Dulu, u

Umi yang bernama Marisa memang beragama kristen. Namun, semenjak ia bertemu dengan pak Burhan di salah satu pusat pendidikan ternama di Indonesia, um

Umi meyakinkan dirinya untuk masuk islam. Allah itu memberikan kita hidayah lewat apapun. Dan dari pertemuan itulah keyakinan umi bertambah kuat untuk meninggalkan ajaran yang telah dianut keluarganya selama ini.

Tentu saja keinginanya di tentang keras oleh keluarganya. Apalagi ketika Umi memutuskan untuk menikah dan tinggal di Indonesia bersama abi. Tapi, Umi tidak pernah menyerah. Dengan segala kerendahan hati umi sudah meneguhkan hatinya. Apa yang iya putuskan semata-mata untuk mencari ridho Allah.

Umi sangat yakin jika dengan islamlah Umi akan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang selama ini tidak pernah umi dapatkan.

Hingga Salsa kelas 2 SMA, abi menjemputnya untuk pulang ke Indonesia. Berkumpul dengan keluarga kecilnya. Waktu itu abi ingin sekali menyekolahkan Salsa di pesantren. Tapi, Salsa menolak keras. Ia tidak kuat dengan segala macam aturan yang ada di sana. Lagipula, Salsa juga tidak ingin menggunakan hijab seperti Uminya.

Salsa melanjutkan sekolahnya di salah satu SMA umum di Jogjakarta. Salsa pindah sekolah karena omanya telah meninggal dunia dan di New Zeland tidak ada keluarga dekat yang bisa dipercaya sepenuhnya. Ia memang tidak ingin di sekolahkan di sekolah yang berbau islami. Mengaji saja dia masih terbata-bata. Memakai pakaian tertutup saja masih suka mengeluh kegerahan. Bisa bayangkan jika sampai Salsa masuk ke penjara suci itu seperti apa? Bisa-bisa ia tidak bisa bernafas dan menghirup oksigen gratis di bumi lagi.

Sampai Salsa lulus SMA dan masuk ke dunia perkuliahan, ia masih belum juga berhijab. Apalagi Salsa memutuskan untuk kembali tinggal di New Zeland karena ia ingin masuk jurusan Designer di sana.

Entah apa yang ada dipikiran gadis itu. Namun, Abi dan Uminya tidak pernah memaksanya untuk melakukan sesuatu yang belum bisa ia lakukan. Orang tuanya selalu percaya bahwa suatu saat nanti Allah akan menggerakan hati anak gadisnya itu untuk mau mengikuti syariat islam.

"Sal, ditanyain Abi tuh," tanya Farhan sambil menyenggol siku adiknya.

"Eh iya iya kenapa?" tanya Salsa pura-pura tidak mendengar pertanyaan abinya.

"Dasar ya kamu ini. Kalo ada orangtua ngomong itu di dengeriin," sewot Farhan sambil menjewer telinga Salsa.

"Ih sakit tau," decak Salsa kesal dengan abangnya.

"Sudah-sudah, ayo habiskan makanannya!" titah Umi.

Seketika suasana menjadi hening. Perasaan Salsa menjadi tidak karuan semenjak Abinya menanyakan pertanyaan yang sebenarnya sering sekali ia dengar. Tapi, entah mengapa kali ini batinnya seperti terusik. Seperti ingin mengiyakan keinginan kedua orangtuanya untuk segera berhijab. Namun, di satu sisi dia masih belum bisa meninggalkan zona nyamannya.

Salsa segera menghabiskan makanan di piringnya. Dia bergegas ke kamar meninggalkan keluarganya yang menatap dia heran.

"Salsa kenapa?" tanya abi, menatap punggung Salsa yang mulai menjauh.

"Nggatau, bi. Palingan juga lupa ngerjain tugas kampus. Biasalah, anak itu kalo ngerjain tugas emang suka mepet deadline," tutur Farhan so tau.

Farhan sebenarnya tau perasaan adiknya saat ini. Namun, ia tidak ingin membuat keluarganya bersedih. Setelah ini ia akan menyusul Salsa ke kamarnya.

Abi yang mendengar perkataan Farhan hanya diam mengangguk. Meski sebetulnya ia paham apa yang terjadi dengan putrinya saat ini.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku