Bagaimana jadinya, orang yang kita cintai menghilang begitu saja tanpa jejak. Dua tahun mencari, dengan hasilnya mereka bertemu di stasiun kereta. Pertemuan pertama tak membuat Naura menyadari kehadiran masa lalunya, dipertemuan kedua, Naura mengalami hal gila. Ia dicium tiba-tiba oleh Lio. Naura, gadis yatim piatu yang bekerja keras demi menghidupi dirinya dan studinya. Bertemu Danilio, manajer IT yang ternyata adalah pacarnya dua tahun lalu, katanya. Namun, hanya Lio yang bisa mengingatnya tidak dengan Naura yang menghilangkan ingatannya karena mengidap PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder. Ternyata Lio pun pernah mengalami guncangan psikologis, depresi usai kehilangan gadisnya. Rasi bintang dan astronomi yang menyatukan pembicaraan mereka. Rasa iri dan benci dari pihak keluarga yang memisahkan mereka? Haruskah Naura mengingat masa lalunya yang perih? Atau Danilio yang harus membuka lembaran baru untuk Naura?
"Bang gue ngikut buat karakterisasi TEM-nya ya?" Zeyni sedang bertemu salah operator dikantor.
"Iye, besok jam sembilan yak?" Jawab operator tersebut dengan logat betawinya.
"Pokoknya sampel gue balikin lagi nanti." Zeyni sudah berkali-kali mewanti-wanti prihal sampel yang hanya seberat 0.01 gram.
"Ih bawel deh, tenang aja, lo anak bu Tara ini, Kapus kita alias ketua pusat." Lelaki berasal dari minang itu menjawabi kecerewetan perempuan dihadapannya.
Zeyni segera menyingkir, ia segera menuju ruangan salah satu peneliti yang meneliti tentang c-dot alias karbon nanodot*. Pasalnya ia mencoba meminjam uv-vis characterization. Ia melakukan reparasi pengujian, sampelnya di larutkan ke dalam larutan metilen biru menggunakan stirrer, di sinari lampus uv-vis setiap lima belas menit. Ia membuka software pengujian uv-vis menggunakan UV WinLab.
Zeyni mengeharuskan dirinya mendapatkan data secepatnya. Setelah berkali-kali pengolahan datanya hancur, sekarang ia hanya mengandalkan data hari ini. Belum lagi ia mengolah data TEM yang akan di uji esok hari.
"Lo bulak balik ke ruangan ini mulu," omel Bang Muslim, salah satu penyelamat Zeyni di instansi ini.
"Gue sengaja kabur disini, biar ga dicariin capek gue tiap ada aja nyinyirnya."
"Emang napa lagi dah?" Tanyanya, sambil menampilkan senyum jumawanya.
"Coba ya tuh dua macan, please gue dibayar berapa sih, Cuma satu koma, masa jam kerja sama jobdesk disamain kayak mereka. Kurang ajarnya, mahasiswanya ynag harusnya ngerjain kerjaan dia, Cuma motongin kertas, malah nyuruh gue! Dikata gue lagi senggang apa." Zeyni sudah misuh-misuh, dengan berapi-api menceritakan kesengsaraannya.
"Hahaha, ya lo lagi kejebaknya sama mereka aja. Salah masuk lab lu. Sini gue ajarin nih buat grafik uv-visnya. Jadi lo bisa hitung efesiensinya ntar." Lelaki bernama Muslim itu, mengalihkan perhatian Zeyni, agar mulut cerewetnya bisa berhenti untuk membuat polusi suara.
Zeyni mengambil duduk disampingnya, "Nih lo buka datanya nah lo Cuma ambil data yang angka buat fungs x sama y aja. Nah terus lo jajarin sampe berapa banyak sampel di uji. Kan lo liat nih data yang awal-awal sama yang akhir nol sampe minus, yang minusnya dibuang, terus yang minu ditengah buang juga. Pokoknya potong semua data ujung ke ujung jangan sampe ada yang beda. Lo jangan ambil nol lah, nol koma berapa gitu, kan mau fokus di peak nya aja. Nanti sumbu x ya sebagai absorbansinya sama sumbu y panjang gelombangnya. Dah beres." Lelaki itu memberikan tutorial yang mendetil seperti biasanya.
"Asikkk! Oke bang, makasih banyakkkk. Ntar gue bawain ayam bakar di warung makan pertigaan Setu itu." Zeyni dengan tengilnya, memberikan ciuman jarak jauh dan melangkah menuju laboratorium lagi.
Hari sudah sangat sore, waktunya ia pulang. Zeyni dengan sengaja keluar dari pintu belakang, agar para senior yang menyombongkan ilmunya itu tak membuatnya mendapatkan job tambahan.
Pakaiannya, dengan long t-shirt dan celana kult membuatnya tak kesulitan bergerak. Ia segera memesan ojol, kepalanya sudah sangat sakit akibat membaca data-data yang jumlahnya bahkan lebih dari lima ratus per sampel.
Butuh waktu satu jam untuknya sampai diapartemen. Hari ini ia berjanji akan belajar masak dengan Lio. Uang yang diberikan Lio bernilai besar membuatnya mau tak mau harus bisa memasak.
Katanya hari ini, Lio akan mengajarinya memasak steak. Makanan bergaya barat biasanya lebih udah dari pada makanan asia yang penuh bumbu.
Cucuran keringat sudah menetes membasahi leher dan kaus yang dikenakannya. Rasanya sudah sangat gerah, ingin sekali ia cepat sampai agar bisa mandi dan berganti pakaian. Bahkan wajahnya sudah kumal, foundation dan maskara sudah luntur. Bahkan bibirnya sudah terlihat pucat karena liptintnya pun sudah runtuh. Amazing, empat tahun di dunia perkuliahann dan satu tahun didunia penelitian membuatnya bermake up tebalpun masih saja luntur. Menyebalkan, ia tak bisa flirting pada cowok lain, meski Lio mengecam dirinya, bahwa Lio adalah pacarnya. Tentu matanya akan tetap terbelalak melihat wajah ganteng dan berotot lainnya.
Zeyni membuka pintu apartemennya dan ia tergeletak begitu saja di pertengahan. Kakinya sudah tak bisa di rasakannya lagi. Bahkan ia tak menyadari kalau Lio menyambutnya.
"Kamu kenapa Naura?" Tanya Lio dengan suara lembutnya.
"Huhuhu, capekkkk..." Zeyni mengadu pada lelaki dihadapannya.
Tanpa memberi aba-aba, Lio menggendong Zeyni ala bridal. Menutup pintu apartemen dan membaringkannya di sofa. Lelaki itu piawai memijat kaki kecil Naura. Gadisnya itu bahkan sering kali pulang dengan keadaan terseok-seok, wajah kusut dengan rambut awut-awutan. Belum saatnya Lio membicarakan antara dia dan Naura. Ia harus memprioritaskan thesis gadisnya terlebih dahulu.
Bisa saja, ia memindahkan tempat riset gadisnya dengan mudah, dan membuatnya membayar pekerjaan itu pada orang lain. Hanya saja, gadisnya pasti akan mengamuk merasa usahanya selama kuliah akan sia-sia.
Tak berselang lama ia memijat tumit Zeyni, gadis itu sudah terlelap, menutup matanya rapat-rapat. Rasa lelahnya menglahkan perut laparnya sepertinya. Lio mengambil baskom berisi air dan membersihkan wajah kucel Zeyni.
Lio membuka data penelitian Zeyni, ia taka sing dnegan teman penelitian yang Zeyni lakukan. Gadisnya terlalu memforsir tenaganya, bahkan makanpun dilupakan. Memang ia benar mengetahui bagaimana instansi pemerintah beroperasi, sebagai anak pengusaha ia pasti lebih dulu menolak. Sayang, ia tak mengetahui keadaan Zeyni karena ia kecelakaan dan gadisnya tiba-tiba sudah menghilang.
Entah, apa yang terjadi Zeyni tidur dengan berselimut keringat. Kelopak matanya mengerut, bahkan bibirnya bergetar hebat, Lio segera mengecek suhu tubuh Zeyni. Zeyni yang terlelap mengerang hebat, "Gak!!! Aku gak mau!!! Jangan! Ampun! sakiiitt!!! Hiks sakit!" Zeyni mengigau dengan kencang, Lio benar-benar tak tahu apa yang membuat Zeyni sampai bermimpi buruk.
"Sssst! I am here, just go sleep," Lio mengusap kepala Zeyni dnegan lembut, membisikkan kata-kata perlindungan, Jemari Zeyni sudah memegang tangannya erat membuat Lio berusaha membuat Zeyni tenang sampai matanya tak lagi mengerut kencang, hanya tersisa bulir-bulir keringat di wajah Zeyni.
Apa yang tidak ia ketahui saat itu? Lio benar-benar masih mempertanyakan kondisi Zeyni. Ia beranjak, membuka koper Zeyni, di dapatinya surat rujukan rumah sakit. Lio mencoba membuka ponsel Zeyni yang tak di kunci. Ia mencari riwayat pesan, riwayat panggilan dan kontak bernama Dr. Risa Sanjaya, yang kemudian dikirimkan pada aplikasi whatsapp miliknya.
Lio menemukan beberapa butir obat dengan jenis berbeda, empat jenis berbeda tepatnya. Sejak kapan Zeyni mengonsumsi obat-obatan ini? Sakit apa dia sebenarnya? Lio gegabah, sampai dia tak menelusuri jejak Zeyni sebelumnya. Ia terlalu senang sampai mengabaikan masa lalu gadis bersurai panjang itu. Harusnya ia lebih cepat menemukan Nauranya, yang ia tahu keluarga besar Zeyni tak menerimanya terutama bibi dan pamannya.
note: *Carbon quantum dots (CQDs, C-dots atau CDs) adalah nanopartikel karbon kecil (berukuran kurang dari 10 nm ) dengan beberapa bentuk pasifasi permukaan.