Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gadis Tanpa Ayah

Gadis Tanpa Ayah

uci lurum

5.0
Komentar
3.8K
Penayangan
21
Bab

Suci syok mengetahui jati dirinya, yang terlahir dari hasil perkosaan kemudian menjadi ragu menerima lamaran kekasihnya yang seorang Polisi.

Bab 1 Orang Aneh yang mencurigakan

"Tolong ditandatangani Pak." Suci menyerahkan slip penarikan untuk Nasabah di hadapannya. Ia ingin secepatnya mengakhiri transaksi tersebut, karena merasa jengah dengan tatapan lelaki setengah baya di depannya itu. Bukan tanpa alasan Gadis cantik itu merasa terganggu, karena dari sejak masuk dan duduk diantrian hingga berdiri di depan Suci, lelaki tersebut tak henti-hentinya menatapnya.

Ia merasa risih dengan tatapan lelaki yang dari buku tabungannya bernama Hery Zhuang, dengan penampilannya yang wah dapat dikatakan kalau Hery merupakan orang berada, apalagi hari ini melakukan penarikan dalam jumlah yang besar. Pikiran jelek terpatri di kepalanya kalau-kalau lelaki tersebut merupakan om-om nakal.

"Tolong dicek kembali sebelum meninggalkan loket." Suci menyerahkan uang beserta resi penarikan. Namun tanpa mempedulikan saran Suci lelaki itu langsung memasukan semua uang tersebut dengan tergesa-gesa tanpa melepaskan pandangannya dari Suci.

"Maaf boleh bertanya?" tanya Hery dengan wajah tegang, sambil melepas masker yang sedari tadi dipakainya. Suci agak terperanjat menyaksikan wajah Herry, wajah dengan bekas sayatan benda tajam dari hidung hingga ke telinga, sepertinya sudah dioperasi tetapi mungkin terlalu dalam sehingga tetap membekas. Suci cepat-cepat mengalihkan pandangannya untuk menghilangkan rasa terkejutnya karena tidak mau membuat Herry tersinggung.

Ia kembali memandang Herry dengan senyum yang dipaksakan, alarm berbahaya dalam dirinya berbunyi. Namun karena berada dalam bank dengan suasana yang sedang ramai membuat Suci sedikit merasa nyaman.

" Ooo ... tentu saja Pak, apa masih ada hal yang diperlukan?" tanya Suci.

"Oouu ... bu-bukan tentang transaksi tadi. Sa-saya ingin bertanya tentang masalah pribadi." Suci mengeryitkan keningnya, menilik Hery dengan tatapan selidik, lalu mengedarkan pandangan pada antrian di belakang Herry.

"Maaf Pak, ini jam kerja. Saya tid ...."

"Maaf Bu saya lagi urgent kalau bisa tolong layani saya secepatnya." sela lelaki di belakang Herry.

"Mohon maaf Pak, saya harus layani nasabah yang lain," ucap Suci sopan sambil menangkupkan kedua tangannya di dada. Walau bagaimana pun Suci tidak mau meninggalkan kesan yang tidak menyenangkan untuk orang lain. Suci dapat melihat raut kecewa dan kesedihan di wajah Herry.

Gadis cantik itu, melayani nasabah berikutnya. Namun sesekali melirik ke arah Herry yang berjalan menuju pintu keluar, perasaan was-was semakin menyelinap. Dan benar saja Herry masih berdiri di pintu keluar sambil memandang Suci dengan pandangan yang entah. Tatapan mereka sempat bertemu, secepat kilat Suci mengalihkan pandangannya.

Sudah jam istirahat makan siang, sambil memadamkan layar komputer di depannya Suci melonggarkan otot-ototnya, merapikan meja kerjanya dari tumpukan-tumpukan kertas. Hendak membuka kotak bekalnya tapi suara cempreng tiba-tiba menghentikan aksinya

"Cece keluar makan yuk ... bawa bekal lagi?" sapa Santy teman kerja Suci yang membuatnya tersentak kaget.

Sedari kecil panggilan Cece melekat pada dirinya. Suci yang besar di panti Asuhan tampak menyolok di antara anak-anak panti lainnya, dengan kulit yang putih bersih, rambut lurus dan mata agak sipit sehingga anak-anak panti lebih senang memanggilnya Cece, sebutan itu melekat sampai sekarang.

"Bikin kaget aja" ujar gadis cantik itu pura-pura cemberut

"Segitu aja masa kaget," sela Santi dengan senyum lebarnya.

"Sekali-kali napa sih, makan di luar?" Santy mengamati bekal yang dibawa Suci

" Yaaelah ... nasi, mie, sama telur lagi. Nggak bosan apa?"

"Segini aja tapi bagi anak-anak jalanan di luar sana merupakan berkah yang luar biasa," ujar Suci sambil menyendokan makanan ke dalam mulutnya.

"Kamu bukan anak jalanan juga kali," timpal Santy sambil terkekeh.

" Saya juga termasuk salah satu dari mereka yang terbuang," ujar Suci sambil kembali menelan sesuap makanan. Santy menatap Suci terharu, baginya sosok gadis cantik di depannya ini sangat luar biasa. Padahal dengan gaji yang dia miliki sekarang Suci dapat membeli apapun yang ia mau, tapi masih sempat-sempatnya memikirkan orang lain.

"Jangan terlalu keras pada diri sendiri, sekali-kali manjakan diri napa sih," tukas Santy yang dijawab dengan senyuman oleh Suci.

"Kamu salah kalau menganggap aku terlalu keras pada diri sendiri atau menyiksa diri." Suci kembali memasukan sesuap makanan ke mulutnya.

"Aku 22 tahun hidup dalam lingkungan Panti, sebelum kerja di sini. Walaupun sudah hampir dua tahun tidak tinggal di Panti lagi, tapi bagiku Panti adalah rumahku, keluargaku, banyak suka duka yang aku lewati di sana. Tapi banyak dukanya sih," ujar Suci sambil menerawang ke masa lalunya.

"Terkadang tidak ada donatur mengharuskan kami puluhan anak Panti bertahan dengan beberapa liter beras saja sampai ada donatur lagi. Walau kami juga berusaha sendiri dengan jualan hasil kebun dan usaha yang lainnya, tapi tidak cukup karena bukan satu, dua orang yang dibiayai, ada puluhan bahkan bertambah tiap saat. Jadi seperti gini saja aku sudah merasa lebih dari cukup, malah ada rasa berdosa jika aku berfoya-foya tetapi ade-adeku di Panti harus mengetatkan ikat pinggangnya untuk menghalau rasa lapar. Bagiku berada diposisiku sekarang ini merupakan berkat yang luar biasa, buat orang lain mungkin biasa-biasa aja sih tapi bagiku sangat luar biasa."

Mata Santy berkaca-kaca, dia selalu merasa terharu jika berada dekat Suci.

"Hari ini ngeronda lagi?" tanya Santy. Yang dijawab dengan anggukan kepala Suci. Ngeronda istilah buat Suci yang selalu menyempatkan waktunya setelah pulang kerja untuk membagi-bagikan nasi bungkus buat anak-anak jalanan, yang ditemuinya sepanjang jalan.

Santi membuka dompetnya, lalu mengeluarkan lima lembar merah. "Nih saweranku, aku tambahin lagi dari biasanya."

"Makasi say ... aku doakan semoga cepat berjodoh." Suci meraih lembaran merah itu lalu memasukan ke dompetnya.

"Amin, doakan semoga berjodoh dengan Suga," Santi terkekeh

"Idiih ... mau-maunya, oppa-oppa Korea aja yang dipikirin, ntar ngak laku lho."

"Bay ... Cabut dulu ya. Minta diisi. Ntar nangis lagi kalau dekat kamu" ujar Santy sambil menepuk-nepuk perutnya. Suci tertawa kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya merasa lucu karena Santy selalu menangis jika mendengar kisah hidupnya.

Selesai makan, Suci melanjutkan kerjaannya walaupun jam istirahat belum berakhir. Suci lebih memilih memanfaatkan waktu luangnya untuk membereskan pekerjaannya.

Suasana hening terpecah oleh getaran ponsel di laci, membuyarkan kosentrasi. Suci mengambil benda pipih yang bergetar itu.

[Terima kasih nak tansferannya sudah Ibu terima, semoga Allah selalu melindungimu.] notif yang masuk dari Ibu Panti. Tadi Suci menstransfer sejumlah uang ke Panti Asuhan yang selama ini membesarkannya. Hal rutin yang selalu dia lakukan jika sudah gajian. Suci yang sejak lahir dibesarkan di Panti Asuhan telah menganggap Ibu dan anak-anak Panti sebagai keluarganya. Sambil tersenyum ia memencet tombol melakukan Vidio call.

[Assalamualaikum Bu ... sehat-sehat saja kan?] Suci menyapa begitu muncul wajah Ibu Panti di layarnya. Garis-garis halus mulai tampak jelas menghiasi wajah yang sudah mulai renta itu.

[Waalaikumsalam nak, Alhamdulillah kami semua sehat-sehat nak.] muncul wajah wajah cilik di layar, sambil melambai-lambaikan tangan.

[Mbak Cece ... Kapan datang kami rindu,] sapa bocah-bocah cilik itu dengan senyum sumringah. Suci tersenyum menatap anak- anak yang terlihat ceria, mata gadis itu memanas, menciptakan kristal-kristal bening , rasa rindu kepada anak-anak panti semakin memuncak, terakhir ketemu lebaran kemarin.

[Insya Allah bulan depan, saat ini Cece lagi sibuk.]

[Om polisinya mana Cece?] tukas salah seorang remaja yang lebih besar dari semuanya.

[Om polisi di kantornya dong, kamu kapan mulai masuk sekolahnya Yuda?] Tanya Suci lagi.

[Sudah masuk sekolah lagi, Ce.]

[Sekolah yang baik, jangan lupa bantu-bantu Ibu ya, Ibu mana?]

[Barusan ada tamu Ce mau Yuda panggilin?]

[Nggak usah mungkin tamu penting. Salam aja buat Ibu. Cece kerja dulu, jangan nakal-nakal ya sem ...] Belum sempat menyelesaikan kata-katanya ponselnya tiba-tiba padam. Pasti berebutan makanya padam, Suci membatin sambil tersenyum membayangkan tingkah bocil-bocil.

Gadis berambut panjang itu, kembali melayani nasabah hingga waktunya pulang. Ia menuju ruangan kecil disamping pos Satpam untuk mengambil dua keranjang kotak biru yang selalu dibawa dari kontrakannya jika gajian. Keranjang itu biasanya digunakan untuk mengisi nasi bungkus yang akan dibagikan kepada anak-anak jalanan. Saat gajian biasanya Suci membeli lebih banyak nasi bungkus sehingga memerlukan keranjang, karena jika menggunakan kantong plastik agak sulit untuk membawanya dengan motor kesayangannya.

Suci hendak mengikat keranjang di belakang motor tersebut, ketika matanya melihat lembaran uang didalam keranjangnya, serta merta ia mengambilnya.

"Alhamdulillah ... trima kasih orang-orang baik." Suci menghitung lembaran merah dan biru itu, lebih banyak dari biasanya dan sebuah amplop. Ia terkejut karena isinya terlalu banyak dari dugaannya. Tidak biasanya ada amplop, baru kali ini. Tak henti-hentinya Suci mengucap syukur, ternyata tindakan kecilnya sudah menular ke orang-orang di sekitarnya. Gadis berwajah cantik itu dikenal berjiwa sosial tinggi, anak-anak terlantar di jalanan yang memang tidak mempunyai orang tua lagi, di bawa k Panti Asuhan Kasih Ibu, tempatnya dibesarkan. Tiap Minggu rutin sepulang kerja Suci selalu membagikan nasi bungkus. Jika ada kelebihan dibelikan barang-barang yang dibutuhkan oleh anak jalanan, seperti buku, pena dan lainnya. Tiap gajian jatah nasi bungkus mereka selalu bertambah dari biasanya dan hari ini yang terbanyak selama ini. Sudah menjadi kebiasaan teman-teman kerjanya selalu menyisihkan sebagian uang mereka yang di letakkan di dalam keranjang. Mereka sudah tahu kalau uang itu akan digunakan untuk orang-orang yang membutuhkan.

Suci keluar dari parkiran menuju jalan raya dengan Honda beat kesayangannya. Menganggukkan kepala pada Satpam yang di lewatinya. Gadis itu tidak menyadari jika mobil Avanza putih dengan kaca riben hitam sedang membuntutinya. Gerak gerik Suci sejak tadi di perhatikan oleh orang yang berada dalam mobil tersebut.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh uci lurum

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku