Gadis Tanpa Ayah
dengan meninggalkan hangatnya mentari di kulit, siap untuk menjemput malam. Dengan gesit Suci melajukan motornya. Walaupun terhalang kemacetan tidak m
awaan Suci lalu menyusun nasi bungkus sampai penuh di kedua keranjang tersebut. Ditambah dua kantung besar yang isinya juga nasi bungkus.
" Suci menyerahkan lembaran merah, dari dala
ece diberikan kesehatan selalu, dijauhkan da
ama juga buat Bibi. A
ang sudah menghilang di ujung j
antik, baik hati lagi. Semoga kamu selalu dilindungi nak, jangan putus berbuat kebaikan." Bi Ati
mpu merah, sekitar sembilan anak mulai berhamburan menuju Suci saat dia memarkirkan motornya. Mereka berlaria
mereka tanpa rasa jijik. Tingkah mereka menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Pe
menepuk lembut dan mengusap
baju seperti gini," ujar Suci pada bocah yang bernama Adam, sambil membetul
nggak ada yang kasian, jualan Adam nanti
am mau jualan
lan
ang nggak tertarik untuk beli jualan Adam. Apalagi yang dijual makanan.
mbut anak-ana
sekola
jawab mer
gannya ke sekeliling tapi tidak tampak yang lainnya. Suci menatap bocah-boc
tanya Suci lagi de
dipaksa ngemis lagi Ce," jawab tu
kang Badri pukul kamu," bisik Adam p
kan ada om Polisiny
menggangguk. Suci menghela napasnya dalam-dalam, perlahan lepaskan. Sudah berkali-kal
nasi bungkus lalu mengeluarkan tissu basah
Mak di rumah, Mak sakit tid
it apa Dil,"
adil udah belikan oba
untuk menjenguk Mak Fadil tapi takut kemal
Bukanya kamu nabung buat beli sepatu, kalau ada apa-apa
arnya Suci bisa memberikan lebih tapi Suci dalam pr
mankan, jualannya gimana
abung lebih dari hari
lin mereka, yang sebelum ketemu dengannya hampir sebagian besar ngemis. Sebenarnya Suci mau melarang mereka jualan biar fokus sekolah s
n motornya, bocah-bocah cilik itu balas
gambil ponselnya dan menelpon sambil melirik kearah mobil tersebut, dan benar saja mobil itu sedang parkir di kejauhan. Nada panggilan berbunyi berulang-ulang tapi tidak di angkat. Suci kembali memacukan baet merah itu di
lihat sedang sibuk di rumah petak, yang disewa Suci untuk tempat mereka berkarya. Ti
e tempatnya Sari." Sari merupakan ketua di komunitas pe
dak terlalu besar itu, banyak potongan-potongan bambu yang sebagian besar sudah dijadikan gantungan k
cenderamata," ujar Rudy ketua kelompok komunitas. Komunitas Kami Bisa, di bentuk oleh anak-an
ika melihat mobil yang
Rudy mengikuti ar
k dengan dagunya. Rudi dan lainnya serempak berdiri,
erempak merangsek maju, de
n sifat rimba mereka. Sikap yang ekstrem seperti sudah melekat dengan jiwa. Karakter yang terbentu
Suci. Namun mereka tidak menghirau