Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Gadis Tanpa Nasab

Cinta Gadis Tanpa Nasab

Annami

5.0
Komentar
1.6K
Penayangan
45
Bab

Anna Lee adalah seorang gadis berdarah campuran yang dilahirkan di Indonesia dan tumbuh besar di negara Korea. Dia memiliki seorang kekasih berasal dari Indonesia bernama Emran. Namun siapa sangka, hubungan yang sudah terjalin cukup lama itu ditentang keras oleh keluarga Emran yang agamis dengan alasan nasab. ya, Anna dilahirkan oleh seorang wanita tanpa memiliki seorang suami dan tak pernah menikahi pria mana pun. Di tengah tentangan dari keluarga Emran, munculah sosok pria mendekati Anna bernama Shaka yang tak lain adalah adik Emran satu ayah beda ibu. Suatu hari, orang tua Emran mengetahui siapa Anna sebenarnya. Anna adalah putri dari seorang donatur terbesar pondok pesantren yang dikelola oleh orang tua Emran. Mereka pun berupaya mendekatkan Anna dan Emran kembali. Akan kah Anna menuruti keinginan orang tua Emran disaat situasi dan kondisi yang tak lagi sama?

Bab 1 Penolakan

"Lillahi taala, Umi tidak akan pernah ridho dunia akhirat kalau kamu masih saja berhubungan dengan wanita yang tidak jelas nasab nya seperti wanita itu, Emran."

Tangan yang hendak mengetuk pintu, tiba-tiba membeku. Bibir mungil yang sepanjang jalan tersenyum, perlahan memudar. Manik mata berbinar-binar, seketika berubah nanar. Dada berasa ditimpa batu-batuan besar, begitu berat dan sesak mendengar ucapan lantang seorang wanita baya berpakaian sari' yang pernah menyambutnya dengan sangat hangat. Ya, dia masih ingat betul pada pemilik khas suara itu.

Emran memegang lengan sang ibu yang sudah nampak keriput,hendak mencoba menenangkan emosinya yang tengah meluap. Namun, sang ibu justru menepis kasar tangannya dan berkata lantang.

"Jangan pegang umi, umi kecewa sekali sama kamu. Jauh-jauh kamu sekolah ke negara Korea, kenapa menjalin hubungan dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya dan juga agamanya? Kamu tau bukan, kalau keluarga kita ini keluarga terhormat dan terpandang. Abi mu seorang ustad dan pengelola pondok pesantren yang cukup terkenal. Apa kata orang nanti, Emran! Apa kamu mau mempermalukan umi dan Abi mu?"

"Bukan kah kemarin umi sudah setuju? kenapa sekarang berubah pikiran? dia gadis baik-baik, umi. Dia gadis yang selalu menjaga kehormatannya."

"Jangan paksa umi. Pokoknya umi tidak sudi punya menantu anak haram."

Brugh

Suara dentuman yang terdengar cukup keras itu mengalihkan perhatian dua pasang mata ke arah pintu yang tertutup rapat.

"Anna, apa itu Anna!" ucap bathin Emran. Raut wajahnya berubah tegang. Dia ingat jika hari ini meminta sang kekasih untuk datang ke rumahnya. Nanti malam akan ada acara keluarga sekaligus ingin mengenalkan dia pada ayahnya yang masih dalam perjalanan pulang dari luar daerah.

Emran berlari ke arah pintu. Namun setelah pintu dibuka, dia tidak menemukan siapapun di luar sana. Dia cukup terkejut ketika melihat di bawahnya, ada sebuah pot bunga dalam keadaan pecah berserakan.

"Apa yang terjadi, Emran?" Sang ibu berdiri di belakang Emran. Karena Emran tidak menjawab pertanyaannya, dia membuka pintu lebar-lebar agar dapat melihat apa yang terjadi diluar. Bola matanya melebar ketika melihat apa yang terjadi.

"Astaghfirullah hal adzim, siapa yang berani merusak pot bunga kesayangan umi, Emran?"

Emran tidak mempedulikan pertanyaan wanita baya itu. Dia berjalan keluar dan mengedarkan pandangan ke sekeliling pekarangan rumah yang cukup luas. Namun, dia masih belum menemukan sosok yang membuat pot bunga kesayangan sang ibu berserakan.

Belum puas hanya dengan mencari disekitar pekarangan, Emran berjalan lebih jauh. Tanpa sengaja, ekor mata menangkap sosok wanita berhijab sedang memasuki sebuah taksi di seberang jalan yang cukup jauh sehingga dia kesulitan mengejarnya.

Meskipun wajahnya tidak nampak dengan jelas, tapi Emran meyakini bahwa gadis itu adalah kekasihnya. Emran masih ingat betul warna dan motif hijab yang pernah dibelikan untuknya. Pada saat dia baru tiba di Indonesia, Emran memberikan dua hijab yang berbeda warna dan motif. Emran sengaja memberikan hijab agar kekasihnya memakai hijab-hijab itu ketika bertemu dengan keluarganya.

Dret

Dret

Tas kecil milik seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam taksi bergetar. Dia merogoh tas itu dan menatapnya nanar. Nama "love" di layar ponsel merk biasa sedang memanggil. Dia mematikan dan menyimpannya kembali kedalam tas.

"Maaf nona, kita mau kemana ya?" Tanya sang sopir ketika taksi sudah bergerak melaju.

"Jalan saja, pak!" Gadis itu menjawabnya datar. Sang sopir mengangguk tanpa bertanya ulang.

Dia memegang dadanya yang begitu sesak, sesak sekali. Bersamaan dengan itu, airmata yang sudah menumpuk di kelopak mata akhirnya mengalir deras. Hinaan orang tua kekasihnya tadi sangat menyakiti perasaannya. Seburuk itukah dia di mata keluarga pria yang dicintainya? Hanya karena dilahirkan dari rahim seorang wanita tanpa memiliki seorang suami.

Dia merasa keputusannya hingga menentang sang mama untuk pindah sekolah ke negara dimana pria yang dicintainya tinggal merupakan hal yang sia-sia. Ternyata, keluarga pria yang dicintainya tak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Keluarga yang agamis, baik, hangat, ramah dan mau menerimanya tanpa memandang bibit, bebet serta bobot.

"Maaf, sebenarnya tujuan nona mau kemana? Apa hanya mau memutar-mutar kota saja?

Mendengar pertanyaan sang sopir yang sudah kesekian kalinya, gadis itu hanya bergeming. Dia bingung tidak tau harus pergi kemana. Tapi yang pasti, dia ingin menghindari Emran untuk sementara waktu.

"Nona!"

"To-tolong bawa saya ketempat yang dapat menenangkan hati, pak!" ucapnya setelah sekian lama terdiam.

"Kemana, non?"

"Terserah."

"Lah, kok..." sang sopir garuk-garuk kepala kebingungan.

"Saya orang baru. Jadi tidak hapal nama-nama tempat yang ada di kota ini."

"Memangnya nona ini berasal dari mana? wajah nona seperti bukan wajah orang Indonesia asli, tapi nona fasih berbahasa Indonesia."

Dia tersenyum hambar, haruskah bercerita dari mana asalnya? Bagaimana jika sang sopir mengulik latar belakangnya lalu bersikap seperti orang tua kekasihnya? Dia pun memilih bungkam.

Dari pantulan kaca diatas kepalanya, sang sopir dapat melihat pancaran kesedihan di raut wajah gadis itu. Tiba-tiba, dia teringat pada suatu tempat yang mungkin lebih cocok dikunjungi bagi orang yang sedang bersedih.

"Kita sudah sampai ditempat yang tenang, nona!"

Dia tersentak sadar setelah sepanjang jalan hanya duduk diam dan termenung. Bahkan dia tidak sadar, berapa kilo meter perjalanan yang sudah mereka tempuh.

Dia melihat keluar. Di penghujung sana, nampak deburan ombak saling menggulung-gulung.

"Bapak membawa saya ke pantai?"

"Iya non, habis saya bingung mau membawa nona kemana. Kata orang-orang sih pantai itu tempat yang cocok untuk nenangin pikiran."

Dia menghembuskan nafas besar. Sebenarnya, dia tidak menyukai pantai, sebab pantai pernah menyisakan trauma saat dia berkunjung ke pantai bersama sang mama dan sang paman beberapa waktu silam. Namun, dia tidak mungkin menyalahkan sang sopir, sebab sopir itu tidak bersalah, dan dialah yang salah telah memintanya terserah hendak membawanya kemana saja.

Dia berdiri di bibir pantai yang jaraknya cukup jauh dari laut. Menatap lautan biru dengan ombak yang saling kejar-kejaran. Burung-burung beterbangan di atasnya menambah keindahan pantai tersebut.

" Uncle, teman-teman ku sering diantar sekolah oleh papa dan mamanya. Tapi kenapa aku hanya diantar sama mamaku saja?"

"Kalau kamu mau, uncle yang akan mengantar kamu ke sekolah tiap hari."

"Tapi uncle Choi bukan papaku. Aku hanya ingin diantar oleh papaku seperti teman-temanku. Dimana dia sekarang uncle?

"Uncle..."

"Kalau uncle tidak ingin memberitahu, aku akan menanyakan nya pada mama. Mama pasti tahu dimana papa."

"Jangan, jangan pernah bertanya pada mamamu. Kamu...tidak ingin melihat mamamu sedih bukan?"

Dia memejamkan mata. Kalimat terakhir kepercayaan keluarga Lee itu kembali terngiang di otaknya. Kalimat larangan yang membuatnya bungkam hingga belasan tahun lamanya.

"Aaaaaaa..."

"Woy, jangan berisik."

Sontak dia terkejut. Di tengah sedang menumpahkan rasa kekecewaannya, terdengar suara seseorang melarangnya berteriak.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku