Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
2 CEO AND YOUNG GIRL

2 CEO AND YOUNG GIRL

DevLibra

5.0
Komentar
29
Penayangan
5
Bab

Virisya si gadis emosian dan cerewet, hidupnya berubah setelah kematian ayahnya dan setelah ibu kandungnya pergi darinya demi memilih suami barunya. Ia mendapat surat warisan dari sang ayah yang menyatakan ia harus tinggal bersama CEO kembar yang mengaku sebagai anak angkat ayahnya.CEO kembar itu memiliki karakter masing-masing. Alex si manusia kutub dan tatapannya yang setajam pisau dapur sehingga tidak ada satu orangpun yang ingin mendekatinya dan Alan si senyum buaya karena sering mempermainkan wanita. CEO kembar ini mengalami perubahan didalam kehidupan mereka setelah kedatangan seorang gadis remaja berusia 15 tahun dimana usia yang masih sangat labil dan baru saja membuka gerbang remaja yang biasa disebut masa pubertas. konflik dimulai setelah virisya membuka album foto lamannya ia menemukan sebuah foto yang menjadi pertanyaan besar didalam kepalanya setelah melihat tangannya digenggam erat oleh seorang laki-laki yang wajahnya sangat mirip dengan CEO kembar itu. terjadi konflik dan dilema setelah ia mendapati foto tersebut, jika ia bertanya siapa diantara CEO kembar yang telah mengenggam tangannya maka hidupnya tidak akan baik-baik saja karena hatinya telah tertarik dengan laki-laki yang ada didalam foto itu. jika memang laki-laki itu adalah Alan maka akan terjadi perang cinta antara dirinya dengan ibu kandungnya yang menjadi wanita simpanan Alan dan ia pun tidak mau hal itu terjadi tapi jika jawabannya adalah Alex rasanya ia akan merendahkan harga dirinya sendiri. Apakah ia akan bertanya kepada CEO kembar itu dan menghadapi kenyataan setelah mendapatkan jawabannya? apakah akan terjadi perang cinta antara dia dengan ibu kandungnya ataukah dia harus menahan malu setelah mendapati Alex si manusia kutub sama sekali tidak mempedulikan dirinya?

Bab 1 Prolog

Gue Virisya anak tunggal yang hidup didalam keluarga yang serba kekurangan, di usia gue yang masih 15 tahun ini gue sudah diberikan beban tanggung jawab buat mencari nafkah, karena ayah gue terkena kanker yang mengakibatkan dia harus rehat di kasur, sementara ibu gue udah lama kabur meninggalkan gue dan ayah demi bersama suami barunya yang merupakan seorang pengusaha dengan uang yang segunung.

Bayangkan saja, gue seorang anak yang usianya masih 12 tahun dimana gue masih membutuhkan kehadiran seorang ibu untuk merawat gue dengan baik tapi harus melihat ibu gue yang pergi begitu aja meninggalkan gue bersama ayah yang kondisinya sedang sakit. Mulai hari itu, hati gue tercabik dan gue sangat benci dengan seorang wanita yang disebut sebagai seorang ibu. Meskipun gue tau tidak semua ibu seperti itu, tapi mungkin karena perjalanan hidup gue seperti ini yang menjadikan gue membenci wanita yang sudah melahirkan gue.

Setelah kepergian ibu gue, ayah gue seorang diri mengurus gue dan juga mengurus rumah. tepat di usia 15 tahun gue, ayah gue semakin sakit parah bahkan dinyatakan usiannya hanya tersisa tiga bulan. Sedih? Gue sangat sedih dan selalu bertanya kenapa tuhan sekejam ini sama gue tapi gue tetap berpikiran positif mungkin tuhan menjadikan gue seperti ini karena hanya gue yang kuat menerima ujian hidup ini.

Jika ditanya, apakah gue masih mencari tahu tentang keberadaan ibu gue? Ya, itu pernah terjadi...

Keadaan gue yang sedang tidak baik-baik saja, mencari kerja dari satu toko ke toko lainnya demi mencari uang untuk biaya pengobatan ayah gue. Tapi, hanya rasa lelah dan letih yang gue dapatkan, rela hujan-hujanan dan panas-panasan demi mencari pekerjaan itu semua gue lakuin demi ayah. Gue menangis setiap kali menerima penolakan dari berbagai toko, karena jujur mental gue belum cukup karena usia gue masih 15 tahun gue butuh sosok ibu untuk tempat mengadu untuk memeluk tubuh gue.

“apakah masih ada tempat untuk gue bisa merasakan kebahagiaan??”

******

Berdiri diatas balkon mansion menghirup aroma tanah basah, aku sangat suka hujan, embun dan tanah basah. Menghirup aroma tanah basah, membuat jiwaku tenang dalam seketika menyegarkan kembali pikiranku. Menatap awan mendung diatas langit membuat mataku terasa sangat sejuk menatapnya, hanya ditempat ini aku bisa tersenyum dengan tenang, hal seperti ini telah menjadi rutinitas bagiku sebelum menjalani kehidupanku yang penuh perjuangan.

Aku Alex seorang laki-laki dengan usia 23 tahun, meneruskan perusahaan ayahku yang memiliki empat perusahaan di tiga negara. Ayah mewariskan perusahaan coklat untuk aku pimpin karena ayah mempercayai kualitas didalam diriku yang cukup dia percayai.

“Tuan, ada panggilan untukmu.”

Dia pak karyo, pengawal pribadiku sudah tiga tahun lamannya dia bekerja bersamaku, ia mengabdikan dirinnya dengan sangat baik.

Aku menerima panggilan yang entah dari siapa, biasannya aku tidak mau menerima panggilan dari nomor gelap tapi kali ini aku menerimannya karena pak karyo menatapku dengan tatapan risau

“halo?”

“Alex, bagaimana kabarmu nak?”

Suara yang tidak asing namun membuat hatiku sangat lirih karena sudah sangat lama aku tidak mendengar suara serak dan terdengar sendu itu

“pak herman.”

Pak herman dia seorang laki-laki yang sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri, dia sangat baik padakku bahkan disaat perusahaanku sedang terpuruk dialah orang pertama yang mengulurkan tangannya untuk membantuku hingga perusahaanku kembali menduduki perusahaan yang cukup terkenal.

“nak Alex, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu nak.”

Rasa rindu dan ingin memeluknya membuatku segera berlari bersiap-siap pergi mengunjunginnya bersama pengawalku pak karyo. Rasa gelisah dan rindu menyelimuti hatiku, aku sudah sangat lama tidak memeluk sosok yang selalu membuatku tenang, dia yang sudah membantuku selama ini, pak herman dia satu-satunnya laki-laki yang mampu membuatku merasakan ketenangan dan menjadi kuat bertahan didunia yang keras. Malam hari aku tempuh demi bertemu dengannya.

Pak karyo membuka laci mobil dan diambilnya sebotol obat, terdapat foto yang tersimpan didalam laci mobil itu foto seorang gadis kecil yang tangannya aku genggam erat, dia adalah Virisya anak kandung pak herman.

“apakah dia akan nakal seperti dulu?” gumamku terkekeh ketika mengingat bagaimana kedekatanku dengan gadis kecil itu

“minum obatmu, tuan.”

Pak karyo memberikanku obat dan sebotol air mineral untukku minum, aku kembali menutup botol itu dan ia letakkan botol dengan obat itu kembali ditempatnya.

“tuan, apakah kamu akan baik-baik saja setelah bertemu dengan gadis itu?”

“tidak apa, dia anak pak herman yang berarti akan menjadi tanggung jawabku juga untuk mengurusnya. Lagipula, ibunya pergi meninggalkannya pasti hidupnya saat ini sangat menderita.”

“baiklah, tuan.”

******

Sebuah tempat yang sudah menjadi sahabat karib gue, menghirup aroma obat yang menyengat membuat gue sangat muak berada ditempat ini. Perasaan prustrasi gue rasakan setelah mendapatkan kabar tentang ayah yang dinyatakan usiannya hanya tersisa 3 bulan saja, sedih gue rasakan hati gue sangat sakit sebagai anak yang dekat dengan ayahnya, jika ibu masih disini ibu pasti akan memeluk gue dengan erat memberikan kekuatan untuk gue bertahan dari rasa sakit ini. Dengan handphone butut yang gue pegang ini gue memberanikan diri untuk menghubungi nomor ibu gue, dan tersambung

“halo bu, aku virisya bu. Aku kangen ibu.” Lirih gue mengatakan perasaan gue yang saat ini sedang sangat merindukan pelukan seorang ibu, air mata tidak bisa lagi gue tahan ia mengalir begitu saja bagaikan hujan yang gue sendiri tidak tahu kapan akan berhenti

“Virisya? Virisya siapa ya aku sama sekali tidak mengenal nama itu. maaf, saat ini aku sedang sibuk, sudah dulu ya.”

Gue hanya mendengar panggilan yang terputus, sampai akhirnya gue terdiam kembali menyimpan handphone didalam saku celana. Gue terdiam duduk dilantai rumah sakit yang baunnya sudah ramah didalam hidung, gue memeluk erat kedua kaki gue sendiri seperti seorang anak yang meringkuk siapapun yang melihat akan merasa iba.

Lembut?

Gue merasakan tangan yang sangat lembut dan hangat mengusap kepala gue dengan ramah, terkejut dengan perasaan aneh itu membuat gue langsung menoleh ke asal dimana letak kelembutan yang gue rasakan itu, gue melihat seorang laki-laki yang usiannya sudah sekitas 23 tahun dia memakai jas rapih dan kacamata dengan ekspresi wajah sedingin kutub namun tangannya terasa sangat hangat memberikan sedikit ketenangan untuk gue. Karena kedua bola mata gue yang terus memperhatikan dia dengan tatapan sinis, pada akhirnya dia menyadari tatapan sinis yang gue berikan dia kembali menatap gue dengan seringai lembut di bibirnya

“siapa lu?!”

****

Seorang gadis yang baru saja aku tenangkan dengan cara yang aku bisa, kini ia menatapku dengan tatapan melihat seorang buronan dengan bola mata membesar jelas saja ia takut melihatku yang tiba-tiba duduk disampingnya dan mengelus kepalannya hal itu membuatku memutuskan untuk pergi sebelum ia mengambil garis kesimpulan menganggapku seorang buronan. Setelah kepergianku, aku mendengar suarannya yang terdengar sama mengatakan

“siapa sih, aneh banget.”

Apakah dia tidak mengingatku?

Aku hanya diam dan mencari tempat untuk makan dan kebetulan pak karyo telah menyiapkannya untukku.

“apakah tuan sudah bertemu dengannya?”

Pertanyaan pak karyo membuat kakiku terasa sedikit lemas apalagi setelah menerima penyambutannya yang melihatku seperti seorang buronan

“aku sangat yakin dia tidak mengenalku, karena usiannya saat itu masih empat tahun jadi dia belum bisa mengingat apapun.”

“tapi, bukannya kalian sering berswa foto?”

Apa yang dikatakan pak karyo benar, mungkin dia tidak menganggapku penting entahlah aku hanya bisa diam membungkam mulutku dengan kondisi hati yang sedikit tidak enak

“tuan, aku sudah menyiapkan tempat untuk makan malam.”

“pak karyo, aku ingin meminta pertolongan darimu.”

****

Keesokan harinnya, gue meninggalkan ayah gue yang masih terbaring di rumah sakit seorang diri. Gue berangkat ke sekolah sepulang sekolah gue berangkat mencari pekerjaan.

Angin kencang yang membelai rambut gue, sinar matahari menyilaukan kedua mata gue membuat gue sedikit kesulitan mengendarai moto dengan benar, ditambah lagi tiba-tiba sebuah mobil melintas menghentikan motor gue alhasil gue cuman diem dan melihat si pemilik mobil yang keluar dari dalam mobil

“kamu virisya, ya?” tanya seorang pria tua yang keluar dari dalam mobil, tapi kok dia bisa tahu nama gue?

“iya, gue virisya. Kenapa ya pak?” tanya gue yang terlintas dipikiran gue kalau dia itu mungkin ayah dari temen gue

“kamu harus ikut saya.”

Gue semakin bingung dengan perintah si pria tua yang terlihat berusaha meyakinkan gue untuk naik ke mobilnya

“kemana ya pak?”

“ikut saja, tuan sudah meminta saya untuk membawa kamu pergi ke suatu tempat.”

Gue jelas saja menolak ajakan dia untuk masuk kedalam mobilnya, gue jelas aja takut dengannya karena ia terlihat mencurigakan

“enggak, saya gak mau ikut. Maaf, saya masih punya urusan lain.”

Gue stater motor gue dan pergi meninggalkan pria tua itu yang masih memperhatikan gue yang pergi gitu aja ninggalin dia, melanjutkan perjalanan mencari pekerjaan.

Perjalanan gue membawa gue ke suatu restaurant yang terlihat ramai pembeli, gue melangkahkan kaki gue untuk berjalan masuk kedalam restaurant dan meniatkan diri untuk bertanya lowongan kerja disana. Diantara para pelanggan yang berdesakan, gue menyelipkan tubuh gue untuk bisa bebas dari kerumunan itu dan mendekati sebuah ruangan yang terlihat seperti ruangan pegawai.

“pak bos, tiba-tiba banget bapak dateng ke restaurant.”

Gue langsung menoleh melihat seorang wanita dengan pakaian pegawai sedang mengajak laki-laki berusia 23 tahun untuk berbicara. Melihat wajah laki-laki itu mengingatkan gue tentang sesuatu yang terlintas jelas di ingatan gue

“dia itu yang ngelus kepala gue di rumah sakit!!” tanpa malu, pengakuan gue itu di dengar oleh pegawai yang sedang kerepotan bekerja dan pelanggan yang terus mendesak badan gue, mereka natap gue seperti orang aneh mungkin karena suara gue yang terlalu keras, gue merasa sangat malu akhirnya gue diem menunduk dan menahan malu

Laki-laki berusia 23 tahun itu tersenyum ramah melihat gue, seringai yang berbeda yang gue lihat didalam rumah sakit. Seringainya saat ini terlihat senang dan ramah sementara kemarin seringainya terlihat sangat sendu dan tatapan yang sangat dingin. Gue memperhatikan laki-laki itu dengan tatapan bingung, anehnya lagi dia menarik pergelangan tangan gue membawa gue ke ruangan pegawai, gue meronta-ronta agar dia melepaskan pergelangan tangan gue, ekspresi gue saat ini seperti kambing yang berusaha lepas dari jeratan di lehernya.

Tangan besarnya mengenggam erat pergelangan tangan gue, yang membuat gue semakin merasa percuma kalau gue meronta susah payah seperti ini. Toh, tangan dia lebih besar dari gue mau gak mau gue harus menuruti kemana dia mengajak gue pergi.

“brakk!!” ditutupnya pintu ruangan pegawai dengan kasar agar gue tidak kabur dari tatapan matannya yang menatap gue seperti mangsa

“mau apa anda!!!” gue memasang kuda-kuda bersiap untuk menendang wajahnya jika dia berani melakukan hal yang aneh-aneh sama gue

“syukurlah, kamu baik-baik saja.” Tubuh tingginnya itu sedikit membungkuk untuk memeluk tubuh gue yang tingginya cuman 150, pelukan nyaman yang gue rasakan seakan memberikan kenyamanan didalam diri gue yang lagi rapuh banget ini.

“anda siapa?”

“sulit untuk dijelaskan, kamu sudah makan?”

Dengan tatapan matannya yang berbinar bertanya dengan gue yang menatapnya semakin bingung, dia memberikan pertanyaan yang sudah sangat lama tidak gue dengar dari mulut ayah gue

“anda siapa?”

Pertanyaan berulang yang gue berikan, gue memaksa otak gue untuk mengingat siapa laki-laki yang ada dihadapan gue saat ini tapi kepala gue semakin pusing karena tidak menemukan ingatan apapun tentang dia

“saya Alan, kamu sudah besar dan semakin cantik.”

Gue menyeringai semakin dibuat bingung

“kamu yang di rumah sakit kemarin,ya?”

Dia mengernyitkan dahi bingung, menyadari gue yang melihatnya aneh dia kembali tersenyum ramah

“kamu mau makan sesuatu? Pesan saja apapun yang kamu inginkan karena saya pemilik restauraunt ini.”

Gue tercengang kaget bukan main, menatapnya dengan terkesan

“wah hebatnya, kalau gitu boleh tidak saya bekerja disini sebagai pegawai atau apa saja terpenting saya kerja disini.”

Dia menggarukkan kepalannya meskipun tidak gatal, ia terkekeh bingung dan sedikit perasaan tidak enak terlintas diwajahnya, gak butuh waktu lama lagi gue tahu jelas kalau dia ingin menolak permintaan gue tapi da merasa gak enak

“gapapa kok, kalau tidak bisa. Saya akan mencari ditempat lain.”

“akan saya usahakan, pasti.”

Gue tersenyum agar ia tidak merasa semakin tidak enak, gue dengan lantang berjalan keluar dari restaurant dan melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangan gue

“gue harus buruan kembali ke rumah sakit untuk meminta permohonan biaya.”

Gue harus meminta permohonan biaya karena memang gue tidak punya sedikit biaya untuk membayar administrasi rumah sakit, rasannya ingin sekali menangis gue bingung harus apa yang gue lakuin menghadapi permasalahn serumit ini, gue bingung harus mencari uang dimana. Sesampai gue dirumah sakit, gue melangkah dengan kaki yang terasa sangat berat merasakan seperti ada batu besar di kaki gue

“gimana ini ngomongnya.”

Langkah kaki gue membawa gue sampai ke bagian administrasi, dengan tatapan gelisah dan wajah yang terlihat seperti selesai menangis

“permisi, saya ingin membicarakan tentang administrasi rumah sakit atas nama pak herman.”

Seorang wanita yang bekerja di bagian administrasi, dia membuka nama buku data pembiayaan dan mencari nama ayah gue

“atas nama pak herman, seluruh pembiayaan rumah sakit sudah di lunaskan semunnya.”

Perasaan bahagia dan juga bingung menyelimuti hati gue, jelas saja bingung siapa yang sudah membayar seluruh pembiayaan rumah sakit ayah gue

“apakah saya boleh mengetahui siapa yang sudah melunasi pembiayaan rumah sakit ayah saya?”

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh DevLibra

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku