Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
IBU MERTUAKU ADALAH MAUT

IBU MERTUAKU ADALAH MAUT

Siti Lutpiah

5.0
Komentar
545
Penayangan
5
Bab

Aisyah sebagai istri dari Ryan, yang selalu menyediakan telur mata sapi setiap hari untuk suaminya, dia merasa belum bisa menjadi istri yang baik, maka dari itu Aisyah menyetujui permintaan mertuanya untuk sang suami menikahi janda kaya raya di desa. biarlah dia menderita, asal ibu dan suami bisa bahagia, dengan menikahi Marni, maka keluarga nya tak lagi kesusahan untuk mencari sesuap nasi, keadaan suaminya pun bisa berkecukupan dengan makanan yang layak dan enak. Tidak seperti saat ini hanya bisa memakan satu telur mata sapi, yang selalu ia sediakan setiap hari. bagaimana kisah rumah tangga Aisyah? yuk lanjut baca ceritanya 🤗 kunjungi ig : Lutviana Novel

Bab 1 Di suruh poligami

"Telur mata sapi lagi, Dek?" tanyaku pada Aisyah~istriku.

" Iya, Mas."jawabannya.

"Apa tidak ada lauk yang lain?"

"Tidak ada, Mas. Hanya ada telur itu saja yang bisa kita makan untuk sehari-hari."

Jawab Aisyah dengan menundukkan kepala-nya, namun masih dapat ku lihat binar air mata berkaca-kaca di pelupuk matanya.

Melihat itu. Aku jadi merutuki kebodohanku sendiri, suami macam apa aku ini, menginginkan makanan yang enak. Tapi, tidak bisa memberikan nafkah yang layak untuk istriku.

"Maaf, Syah. Aku terlalu banyak menuntutmu, sedangkan kamu saja tidak pernah protes, dan marah dengan nafkah 20 ribu/sehari yang aku berikan."

"Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti kamu pasti bosan dengan makan telur mata sapi ini setiap hari." Ucap Aisyah.

Dia adalah sosok istri yang soleha bagiku.

Namaku Ryan, sudah 3 tahun lamanya aku menikah dengan Aisyah. Namun, kami masih belum juga di anugerahi seorang anak.

Tuhan, mungkin belum bisa memercayainya pada kami, untuk memiliki seorang mahluk kecil. Sedangkan per-ekonomian kami pun masih sulit dan mencekik.

Aku yang berkerja sebagai kuli bangunan, hanya mendapat upah 120 ribu perhari. Bukan aku tak mau memberi semua upahku pada Aisyah. Tapi nyatanya uang itu sudah terlebih dahulu di kuasai oleh ibuku.

Gajiku perhari akan di berikansatu minggu sekali, setiap itu juga ibu selalu datang ke tempat kerjaku untuk mengambil gaji anak sulungnya. Awalnya aku menolak namun dia selalu mengancamku dengan kata durhaka.

"Mau ibu kutuk kamu kayak si maling kundang!" ancamnya, sejak saat itu aku pasrah jika sudah dalam genggaman ibu, bagiku akan sulit rasanya untuk mengambilnya kembali.

Ibu hanya memberi 140ribu dari gaji ku. Aku tersenyum miris, saat aku memberikan uang itu pada istriku. Namun, syukurnya dia selalu menerimanya dengan lapang dada.

"Cukuplah untuk seminggu, lagian istrimu itu jangan terlalu di kasih uang banyak, nanti manja, kalau bisa suruh dia kerja. Jangan ongkang-ongkang kaki aja di rumah. Bisanya cuma jadi beban suami saja," ujar Bu Harti~ibuku.

"Kapan. Ryan kasih Aisyah uang banyak, Bu?"tanyaku pada ibu.

Ibu memang dari dulu tidak pernah menyukai Aisyah.wanita itu pun tak merestui pernikahan kami.

Ibu Harti gelagapan menjawab pertanyaan putranya. wanita paruh baya itu nampak memutar otak liciknya untuk bisa menjawab pertanyaan dari Ryan."Ya, intinya kamu itu jangan terlalu nurut sama Aisyah. Kalau istri sering di layani lama-lama dia bisa ngelunjak sama suami, kamu itu kepala keluarga jangan mau di atur sama istri."

"Lagian Aisyah itu gak pantas menggang gaji kamu, yang pantas itu ibu, karena ibu yang sudah melahirkan kamu, kalau tidak ada ibu kamu tidak akan ada di dunia ini, Ryan." Sambungnya.

Semakinku ladeni ocehan ibu. Semakin panjang juga ia mengoceh, membahas jasa ibu yang sudah melahirkan dan membesarkan. Tapi, aku juga jadi harus bertanggung jawab atas kehidupan, Ibu, bapak tiri, dan adik-adik tiriku.

"Ryan, kamu adalah tulang punggung keluarga yang harus bertangung jawab, atas kehidupan Ibu, Bapak, serta Rani, dan Rini" Ujarnya.

Ayah kandungku memang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Namun tak lama ibu, mengabarkan akan menikah lagi dengan duda anak dua yang sekarang menjadi ayah tiriku.

"Kenapa aku yang bertanggung jawab, Bu?Bukankah kedua anak tiri, Ibu Itu masih punya Bapak. Lalu apa gunanya tua bangk*t itu di sini?" sewot Ryan.

"Jaga ucapanmu, Ryan." Sentak Bu Harti.

Dari situlah aku selalu pasrah, ibu mengambil uang gajiku untuk menyenangkan suami dan anak tirinya. Dia sama sekali tidak memikirkan perasaan putra kandungnya yang harus kesusahan menanggung semua kebutuhan para benalu yaitu bapak dan adik-adik tirinya.

_____

"Mas. Kok melamun." Ujar Aisyah menepuk pundak ku, membuyarkan lamunan menyakitkan itu.

"Kamu ga makan, Dek?" Tanyaku. Aku baru menyadari bahwa hanya ada satu piring telur mata sapi, dan nasi di meja makan.

"Aku puasa, Mas. Kan ini hari senin,"Jawabnya tersenyum.

Aisyah~istriku itu memang selalu menjalankan Sunnah puasa senin dan kamis.

Aku sebagai suaminya merasa bahwa aku lah laki-laki yang paling beruntung yang bisa memiliki Aisyah. Ia istri yang cantik luar dalam, dia tak pernah meninggikan suaranya di hadapanku, sabar dan selalu melayaniku dengan sepenuh hatinya.

Aku langsung menyatap makanan sederhana ini dengan terus menatap wajah teduh yang membuatku selalu tenang dan nyaman di sisinya.

______

"Ryan. Ibu mau bicara!"

Tiba tiba suara teriakan ibu yang datang kerumah langsung menghancurkan ketenanganku.

'Mau apa ibu kemari?'

"Ada apa, Bu?" Tanyaku sambil meredamkan emosi.

"Astaga, Ryan. Setiap hari makan telur mata sapi, ga bosan apa kamu?" Ujar Ibu.

Seraya melihat isi piring makanku yang hanya berisikan nasi dan telur.

"Sudahlah, Bu. Sebenarnya ibu mau apa kemari?"tanyaku.

"Ibu butuh modal usaha, Ryan."

"Ibu tidak lihat keaadanku dan Aisyah bagaimana? Mana ada kami uang untuk modal usaha ibu."

"Bukan itu maksud ibu, Ryan. Ibu mau kamu menikahi Marni." Ujar ibu yang membuatku kaget setengah mati.

Ibu ingin aku menikah dengan Marni, janda kaya raya yang memiliki banyak tanah.

Sewaktu dulu Marni memang selalu mengejar-ngejarku. Janda itu terpesona oleh paras tampan dan gagahku. Namun aku lebih memilih Aisyah gadis sederhana untuk menjadi istriku sekarang.

"Apa ibu sudah tak waras, Ryan ini sudah punya istri, Bu."

"Ibu tahu, ibu tak akan meminta kamu menceraikan Aisyah. Tapi dalam agama laki-laki boleh memiliki istri lebih dari satu bukan, maka ibu ingin kamu menikahi Marni. Demi ibu, Ryan." Bujuk Bu Harti, yang terus merayu putranya, untuk mau menikahi Marni.

Bu Harti terpikal orang yang tidak akan menyerah sebelum keinginannya terpenuhi. "Aisyah kamu izinkan dan rayu, Ryan untuk menikahi Marni." Ujar Ibu pada Aisyah.

Aku langsung menatap sendu wajah istriku. Aisyah yang sedari tadi hanya menunduk dan terdiam, mendengar permintaan gila ibu mertuanya. Hanya bisa meneteskan air mata, bisaku bayangan seberapa hancurnya hati Aisyah saat ini.

Di saat mertuanya meminta sang suami untuk menikahi wanita lain.

Istriku berlari dengan menyeka air mata dengan telapak tangan. Kemudian gegas dia masuk kedalam kamar kami.

Aisyah yang selalu bersikap santun dan sopan, menjunjung tinggi hormatnya terhadap suami dan mertuanya. Namun kali ini ia berlalu tanpa pamit dengan hati yang terluka meninggalkan aku, dan ibu yang masih terpaku di ruangan ini. 'Aku yakin ini adalah ide bangk*t tua itu, dia pasti meminta ibu agar aku menikahi Marni untuk keuntungan pribadinya.'

Mampir juga yuk keceritaku yang lain.

*Mati kutu ketika mereka tahu suamiku ternyata sultan

*Kang cendol ternyata miliarder

Bersambung....

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Siti Lutpiah

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku