Setelah tiga tahun berpisah, Zia dan Xean dipertemukan kembali dalam satu perusahaan. Zia tidak tahu jika Xean adalah anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Bahkan saat ini Zia harus menjadi sekretaris untuk Xean yang masih membencinya. Suatu malam, Xean yang mabuk berat tidak menyangka jika akan menghabiskan satu malamnya bersama dengan Zia. Setelah sadar bukannya meminta maaf, Xean malah menghina Zia sebagai wanita murahan. Lelah dengan tuduhan Xean, akhirnya Zia pergi begitu saja membuat Xean baru menyadari jika dirinya telah menyakiti Zia. Namun, terlambat sudah, karena Zia telah pergi.
Sesuai dengan kabar yang beredar jika pagi ini anak sang pemilik perusahaan akan datang untuk mengganti peran ayahnya. Banyak yang menyayangkan jika pimpinan mereka pensiun sebelum waktunya. Apalagi yang akan menggantikannya adalah anaknya yang menurut rumor sangat arogan dan tidak ramah.
"Dengar-dengar anak tuan Han yang akan menggantikannya itu sangat arogan. Jika dia tidak suka, maka dengan sekejap mata dia bisa membuangnya. Aku takut kelak aku akan dibuang olehnya," ujar Shely dengan perasaan tidak tenang.
"Ya, aku juga berpikir seperti itu. Seharusnya tuan Zeen lah yang menggantikan tuan Han, tapi karena skandalnya, tuan Han mencoretnya dari daftar keluarga. Sungguh kasih tuan Zeen," sambung Diego, kekasih Shely.
Zia masih duduk membisu tanpa kata sambil mendengarkan percakapan dua insan yang ada di depannya. Sudah tiga tahun dia mengabdi di perusahaan itu sebagai sekretaris tuan Han. Rasanya tidak percaya jika atasan telah pensiun sebelum waktunya.
Sama seperti Shely dan juga Diego, Zia pun merasakan kegelisahan dua kali lipat tentang pemimpin perusahaan yang baru, karena rumor yang beredar calon atasannya itu sangat arogan.
"Semoga saja pemimpin yang baru tidak sampai membunuhku. Jujur, aku belum siap mati karena aku masih menunggu pangeran berkuda putih menjemputku," ujar Zia dengan wajah lesunya.
"Dasar Zia! Disaat genting seperti ini kau masih saja memikirkan pangeran yang hanya ada di negeri dongeng. Lebih baik sekarang kau pikirkan bagaimana cara menghadapi atasan arogan itu. Jangan sampai setelah kepemimpinannya, kita semua menderita!" ujar Shely.
Belum mulai memimpin perusahaan saja, hampir semua karyawan merasa ketakutan. Lalu bagaimana jika sudah memimpin? Apakah bisa mengayomi para karyawan atau malah akan membunuhnya secara perlahan.
"Nasib kita berada di tanganmu, Zi!" sambung Diego.
Bola mata Zia membulat seraya menatap kearah Diego. "Kenapa di tanganku? Aku bukan Tuhan! Aku saja belum tahu bagaimana nasibku untuk kedepannya."
"Karena kau yang akan menjadi sekretarisnya, jadi kau mempunyai wewenang untuk menyetirnya. Jangan sampai pria arogan itu menyiksa kita," lanjut Diego.
"Betul itu. Kau sebagai sekretaris harus bisa mengontrolnya. Ku harap kau bisa menjinakkan pria arogan itu," sambung Shely.
Zia yang memang sudah pusing, kini hanya bisa memijat pangkal hidungnya. Mendadak kepalanya terasa berat.
"Kalian kenapa masih ada di sini? Cepat ke aula, karena tuan Han akan memperkenalkan penggantinya!" seru manager Nesa.
Saat itu juga ketiga orang yang sedang galau langsung sigap berdiri. Mereka tidak melewatkan perpisahannya dengan tuan Han, pemilik perusahaan.
Ternyata sudah banyak karyawan yang berada di aula. Beruntung saja ketiganya diingatkan oleh manager Nesa. Jika tidak, sudah dipastikan ketiganya tidak akan bisa melihat tuan Han untuk terakhir kalinya.
Zia yang merasakan sesak di dadanya hanya memilih diam. Sebenarnya dia tidak rela jika tuan Han pensiun lebih awal, karena selama ini tuan Han memperlakukannya dengan sangat baik.
Tak berapa lama yang ditunggu pun tiba. Saat itu juga rombongan tuan Han telah memasuki aula. Namun, hanya tuan Han dan seorang pria yang bertubuh tegap nan tinggi yang maju ke depan.
Zia yang tak melepaskan pandangannya, mendadak jantungnya bergemuruh dengan sangat kencang ketika dia mengenali sosok pria yang sedang bersama dengan tuan Han.
Rasanya tidak mungkin. Berulang kali Zia menepis prasangkanya, berharap pria itu hanya sekedar mirip saja.
"Tidak! Ini tidak mungkin," ucapnya dengan pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Shely yang duduk di sampingnya.
"Apanya yang tidak mungkin, Zi?"
Zia pun langsung menutup mulutnya sambil menggeleng. "Tidak apa-apa."
Shely yang masih terkesima dengan sosok yang berada di samping tuan Han langsung mengabaikan Zia yang dianggap kurang kerjaan. "Dasar aneh!" cibirnya.
Setelah melakukan basa-basinya, tuan Han langsung memperkenalkan sosok yang ada di sampingnya. Pria itu tak lain adalah anak bungsunya sekaligus orang yang akan menggantikan jabatannya.
"Ku rasa kalian sudah tahu siapa pria yang ada disampingku ini. Ya, dia adalah Xean Lie, anak bungsuku yang akan menggantikan posisiku. Ku harap kedepannya kalian bisa bekerjasama dengan baik dan tidak ada masalah dengannya," ujar tuan Han saat memperkenalkan Xean.
Bola mata Zia pun langsung mendelik dengan lebar manakala mendengar nama Xean di sebut oleh tuan Han. Tidak salah lagi jika sosok yang akan menjadi pengganti tuan Han tak lain adalah mantan dari kekasihnya tiga tahun lalu.
"Tidak! Tidak mungkin!" ucap Zia sambil mencubit pipinya, tetapi terasa sakit. "Auuu," ringisnya.
"Zi, ada apa denganmu?" Shely terheran saat melihat Zia mencubit pipinya sendiri.
"Shel, katakan, ini bukan mimpi kan? Pria itu bukan Xean Lie, kan?"
Shely langsung menempelkan telapak tangan di kening Zia. "Apakah kau sedang sakit, Zi?" tanya dengan heran. Namun, saat tidak ada yang salah dengan suhu tubuhnya, Zia langsung menautkan alisnya. "Tidak apa-apa," ujarnya dengan helaan napas panjang.
"Kau tidak sedang bermimpi, Zi. Pria itu memang tuan Xien Lie, putra kedua tuan Han. Apakah kau telah mengenalnya?"
Dengan gugup Zia langsung menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin jika dia mengatakan kepada Shely jika Xean Lie, adalah mantan kekasihnya.
"Tidak. Aku mengenalnya."
Setelah memperkenalkan Xean, tuan Han langsung memanggil Zia sekertarisnya. Selama tiga tahun disampingnya, tuan Han ingin mengucapkan kata terima kasih kepada gadis itu. Bukan hanya itu saja, tuan Han juga ingin meminta bantuan Zia agar bisa membantu pekerjaan Xean dengan baik.
Saat mendengar namanya dipanggil oleh tuan Han, tentu saja Zia langsung mendelik dengan lebar. Jantungnya pun berdegup dengan sangat kencang. Rasanya sangat gugup untuk maju kedepan.
"Dia." Xean menyorot tajam seorang wanita yang baru saja di panggil oleh ayahnya. Tak pernah terbayangkan jika dia akan bertemu dengan wanita yang sangat dibencinya ditempat itu. Terlebih wanita itu adalah sekretaris yang akan bekerjasama dengannya.
"Zia, kemarilah!"
"Zia, cepat! Kau dipanggil tuan Han!" seru Shely yang merasa heran karena Zia yang tak kunjung bangkit. "Zi!" ulangannya sambil menyenggol lengan Zia.
Seketika Zia langsung tersentak. "Ah, iya."
Dengan langkah pelan Zia maju ketempat tuan Han. Jantungnya terus berdetak tak menentu, terlebih saat mendapatkan tatapan tajam dari Xean yang berada di samping tuan Han. Dengan senyum tipis, Zia membungkuk untuk memberi hormat kepada tuan Han.
"Mendekatlah!" pinta tuan Han saat Zia berdiri terlalu jau darinya.
"Selama tiga tahun kau bekerja di sampingku, aku merasa sangat berterima kasih. Aku sangat bangga dengan kinerjamu yang luar biasa. Untuk kedepannya ku harap kau bisa membantu putraku dalam mengembangkan jabatannya. Dia belum baru saja lulus kuliah dan belum mempunyai pengalaman dalam bekerja, jadi kau sebagai sekertarisnya, tolong bantu dia," ujar tuan Han.
"Tanpa diminta, aku akan membantunya, Tuan. Terima kasih atas kepercayaan yang tuan berikan."
Xean menatap jijik pada wanita yang berdiri di samping ayahnya. Dengan cepat Xean menolak Zia menjadi sekertarisnya.
"Tapi aku tidak butuh bantuanya. Dengan kata lain aku tidak mau wanita itu menjadi sekertarisku," ucap Xean dengan penuh kebencian.
Ucapan Xean sontak membuat karyawan yang hadir sangat terkejut. Begitu juga dengan ayahnya. "Apa yang kau ucapkan, Xean!"
"Dadd, apakah Daddy tidak mendengar jika aku tidak mau wanita itu menjadi sekertarisku?"
"Xean, kau jangan membuatku malu!" bisik tuan Han. Namun, Xean tidak peduli. Dia langsung meninggalkan ayahnya begitu saja
Tuan Han merasa tidak enak dengan Zia langsung membubarkan pertemuan. Sungguh dia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh putranya. Baru perkenalan saja sudah membuat masalah.
"Zi, jangan kau dengarkan ucapannya. Dia memang seperti itu. Aku akan berbicara dengannya, kau kembalilah ke tempat kerjamu," ujar tuan Han sebelum meninggalkan Zia.
Beberapa karyawan yang hadir pun juga langsung meninggalkan tempat duduk mereka. Kasak kusuk pun terdengar. Beberapa orang membenarkan rumor yang beredar tentang putra bungsu tuan Han yang sangat arogan.
Shely dan Diego pun langsung mendekat ke arah Zia. Dua orang itu berusaha untuk menenangkan Zia.
"Zi, kau tidak apa-apa kan?" tanya Shely dengan rasa khawatirnya.
"Kau tak perlu pikiran ucapnya. Aku yakin tuan Han tidak akan melepaskanmu," sambung Diego.
Zia menatap nanar kepada dua orang yang selalu ada untuknya. Andaikan saja dua orang itu mengetahui sebuah fakta yang sebenarnya mengapa Xean Lie membenci dirinya, mungkin keduanya tidak akan bersimpati lagi padanya.
"Kalian tenanglah, aku baik-baik saja."