Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
I Love My Mother's Ex Lover

I Love My Mother's Ex Lover

Hanatta

5.0
Komentar
108
Penayangan
10
Bab

Song Dasom menyukai Yoo Junsu-aktor kenamaan Korea Selatan-selama tujuh belas tahun penuh. Suatu hari, mereka tanpa sengaja bertemu dan Junsu secara aneh memberikan banyak perhatian untuk Dasom. Mereka akhirnya berkencan dan Dasom amat menyukai kenyataan itu, tanpa menyadari bahwa Junsu sebenarnya menyimpan rahasia besar di balik wajah tampannya. Yoo Junsu mengencani Song Dasom hanya karena gadis itu mirip mantannya, yang tak lain dan tak bukan adalah ibu dari Dasom sendiri. Junsu menjadi pria berengsek sekaligus penuh cinta setelah bertemu dengan Dasom. Ia membuat banyak kesalahan sebelum tersadar dan meminta untuk bisa menanggung kesalahannya, berlutut dan memohon ganjaran. Berbagai hal menyandung hubungan keduanya, lapis demi lapis cerita penuh luka dikuliti dan diobati, kemudian menjadikan keduanya saling melengkapi pada akhirnya.

Bab 1 Ahjussi dan Ahjumma

"Ah, maafkan ak-" Dasom menggantungkan kalimat, lehernya berkontraksi, kepalanya kini menengadah, membuat dua manik mata cokelatnya menatap jelas wajah itu. "Ahjussi," ujarnya lirih, terpesona sekaligus tak percaya. Orang itu orang yang disukainya sejak ia masih orok. Kebetulan yang indah sekali bisa bertemu dengannya satu banding satu seperti ini, pada waktu yang tak terduga, tempat yang terduga namun sulit menemukan momennya, Dasom bertemu dengan lelaki yang ia puja dengan seluruh kata manisnya.

Yang dipanggil langsung membuka matanya lebar-lebar. "Ahjussi?" tanya pria itu sedikit sebal. Kedua alis tebalnya naik ke atas, sungguh pemandangan yang mematikan untuk Dasom. Belum lagi tubuh kokohnya yang dibalut kemeja dan sweter merah marun. Betul-betul mengajak Song Dasom untuk menjadi gila mendadak!

"Junsu Ahjussi! Aku penggem-" Lelaki itu meletakkan jari telunjuk di bibir Dasom, menghentikan si gadis menyelesaikan kalimatnya. Apaaa? Tangannya menyentuh bibir Dasom pada kali pertama bertemu? Astaga. Kalau begini, Dasom tidak akan fokus bertemu laki-laki di 'dunia nyatanya'. Di pikirannya hanya akan bertengger Yoo Junsu seorang. Tak lekang oleh waktu. Dibuktikan dengan 17 tahun rasanya yang tak memudar, justru semakin menguat, mengakar. Hampir seumuran dengan umur pernikahan orang tua Dasom-21 tahun-ia menyukai aktor kebanggaan negara itu, Yoo Junsu.

"Pertama-tama, aku bukan ahjussi-ahjussi," jelas Junsu sambil menyilangkan tangan di depan dada. Imut sekali kalau kata Dasom. Ah, ia akan selalu mengatakan imut kalau itu Yoo Junsu. Selain imut, kata yang bisa ia keluarkan hanyalah kata-kata pujian lainnya. Begitulah kalau sudah menjadi budak cinta namun tak menyadari bahwa ia telah menjadi budak.

"Tapi umur Ahjus ... ah, maksudnya, umur Oppa sudah tu ... 36 tahun," cicit Dasom. Agak berdebar juga jantungnya melihat idola yang sangat disukai berdiri tepat di hadapannya. Meski 183 cm tinggi lelaki itu sedikit mengintimidasinya-yang cuma 159 cm-ia tak apa.

Junsu mendekatkan wajahnya ke wajah Dasom. Gadis itu salah tingkah, ia tak tahu ternyata idolanya bisa bersikap gila seperti ini. Melihat Dasom bertingkah aneh, Junsu yang tadinya mau berucap, mendadak mengurungkan niatnya, lalu tersenyum dengan bibir kecil itu. Senyum yang selalu membayang-bayangi Dasom setiap waktu.

"Mau minta tanda tangan boleh?" tanya Dasom gagap.

Junsu mengerjapkan kelopak matanya dua kali, sebelum akhirnya tertawa renyah. "Kau hidup di tahun berapa, sih? Memang masih zaman meminta tanda tangan?" tanya pria itu meremehkan.

"Tidak boleh, ya?" Dasom balik bertanya dengan polos. Junsu langsung tertawa lagi. Ah, lelaki itu tak hentinya membuat jantung Dasom berdebar tak karuan. Kurang ajar.

"Junsu-ssi?" Suara sekumpulan wanita menghentikan scene senyum-senyum manis ala Yoo Junsu.

Junsu berbalik membelakangi Dasom. Diam-diam, Dasom mengintip dari balik punggung lebar Junsu. Mentang-mentang kecil, penglihatan Dasom ditutup layaknya tembok yang ditempeli kertas wallpaper saja.

"Hai! Mau foto?" tanya Junsu ramah kepada sekumpulan anak SMA itu. Gadis-gadis langsung menyerbunya, membuat Dasom tersingkir.

Setelah sesi foto-foto dadakan selesai, gadis-gadis itu pergi dengan senyum merekah di wajah mereka. Kalau dipikir-pikir lagi, sungguh beruntung para penggemar itu tidak memcerca Junsu dengan ribuan pertanyaan ketika melihat Dasom ada di sana.

Junsu berbalik, menatap intens Dasom yang masih bengong melihat kepergian gadis-gadis SMA tadi. "Hei? Jadi minta tanda tangan?" tanyanya.

"Eh? Oh, iya, jadi. Ini ..." Dasom mengeluarkan buku dan pensil dari dalam ranselnya-lebih tepatnya ransel adiknya, "di sini," katanya ragu.

Sama dengan Dasom, Junsu menerima buku dan pensil itu dengan ragu. "Yakin kau mau aku menggunakan pensil saja?" tanya Junsu, menimang pensil kecil dalam tangannya yang besar nan kokoh. Pelan, Dasom mengangguk. Ia baru pulang dari menjemput adiknya yang masih TK, jadi tak membawa alat tulis lain selain pensil dan krayon. Masa iya Junsu ia suruh menandatangani kertas dengan krayon?

"Padahal ini bisa cepat hilang." Junsu mengangguk paham. Lelaki itu membuka-buka buku tulis yang Dasom serahkan padanya. Ia terus membuka, mencari halaman yang kosong, tetapi tidak ada. "Penuh," komentarnya sambil menampakkan setiap kertas yang terisi tulisan adik Dasom yang tidak rapi sama sekali.

Sembari menghela napas kecewa, Dasom berniat mengambil buku itu dari tangan Junsu, tetapi pria itu mendadak mengangkat tangannya. Otomatis, Dasom tak mampu menggapainya.

"Ada buku lain?" tanya Junsu masih dengan satu tangan mengudara. Dasom menggeleng.

"Kita hapus saja tulisan di salah satu lembarnya," usul Junsu. Menurut, Dasom langsung mengambil penghapus.

Junsu menyerahkan buku itu kepada gadis dengan rambut sebahu di hadapannya. Dasom dengan sigap menghapus tulisan cakar ayam adiknya sebanyak dua halaman sekaligus, lalu menyerahkannya kepada Junsu.

"Hmm, masih ada bekasnya," ujar Junsu.

Dasom mendesah pelan. "Adikku memang seperti itu. Dia menekan tangannya sekuat tenaga waktu menulis," katanya putus asa.

Junsu tersenyum. "Tidak masalah," katanya.

"Ya?" Dasom membelalakkan mata melihat bagaimana kebaikan Junsu yang di luar batas normal itu terlihat.

"Balik badan," suruh Junsu.

"Hah?" Dasom melongo.

Junsu tak menghiraukan kekeongan Dasom, langsung memegang pundak gadis yang seperti anak kecil di hadapannya itu, membalikkannya. Ia sedikit menunduk, meletakkan buku di punggung Dasom, menjadikannya meja dadakan. Ia membubuhkan tanda tangan sebelum akhirnya berkomentar, "Mejanya sempit."

"Di rumah ada meja," ujar Dasom, menyembunyikan detak jantungnya yang setiap saat mungkin bisa saja terdengar oleh Junsu.

"Jadi aku harus mampir ke rumahmu?" Junsu menyeringai.

"Ahjussi sembarangan. Tapi tidak apa-apa, sih," Dasom berucap. Dia seperti orang gila sekarang karena sikap Junsu.

Seperti saat pertama mereka bertemu beberapa waktu yang lalu, kedua mata Junsu terbuka lebar begitu Dasom menyebutnya ahjussi. "Sudah kubilang, aku bukan ahjussi," belanya.

"Tapi Kakak lahir tahun 1984," cicit Dasom takut-takut.

Junsu berdecak. "Memang kau lahirnya tahun berapa? 1990?" tebaknya.

"2001." Dasom mengatupkan mulut cepat-cepat selesai menyebut tahun lahirnya.

Junsu terdiam mendengarnya. Detik berikutnya, ia berseloroh, "Tapi kau terlihat seperti ahjumma-ahjumma," kilahnya. Semua orang yang punya mata tidak akan setuju dengan pernyataan Junsu. Nyatanya, Dasom masih terlihat seperti anak kecil.

"Ih, saya masih muda!" gerutu Dasom.

"Aigoo, kalau marah langsung berbahasa formal, ya? Tadi waktu pertama ketemu saja kau tidak sopan," goda Junsu.

"Eh, aku tidak sopan, Ahj ... maksudku, Oppa?" Dasom memukul pelan mulutnya.

"Aku-ahjussi. Itu tidak sopan. Harusnya saya-Anda," kata Junsu meledek.

"Oke. Saya minta maaf. Terima kasih, ya, untuk tanda tangan ini. Saya minta maaf sudah mengganggu waktu Anda. Hati-hati ke mana pun Anda pergi, ya. Saya penggemar Anda," ujar Dasom penuh senyum tulus. Ia lalu berjalan pergi meninggalkan Junsu tanpa persetujuan lelaki itu.

"Eh, tunggu dulu! Mau ke mana?" Pertanyaan Junsu membuat Dasom berhenti melangkah, lalu berbalik.

"Kita belum berfoto," ujar Junsu sambil mengeluarkan ponselnya. Kali ini gantian, tanpa menunggu persetujuan Dasom, Junsu sudah berjalan pasti ke arahnya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku